Rabu, 14 Desember 2011

Tiga Pilihan Alat Dalam Memimpin


Arti memimpin adalah bagaimana bisa menggerakkan orang menuju tujuan organisasi. Dengan ada pemimpin diharapkan bawahan mau melaksanakan tugas dengan loyal dan penuh dedikasi sehingga program-program yang sudah ditetapkan bisa dilaksanakan dengan lancar. Pentingnya pemimpin sudah tidak diragukan lagi kebutuhannya. Bila ada pemimpin birokrasi yang berhalangan entah karena sakit, cuti, tugas luar dalam jangka waktu lama atau bahkan berhalangan tetap misalnya meninggal, dihukum maka akan secepatnya dicarikan pengganti walau berupa plh (pelaksana harian) masih sementara dan beberapa waktu kemudian diganti yang definitif, pgs (pelaksana tugas biasanya masa jabatan diperpanjang hingga menunggu yang definitif) atau dipilih langsung pemimpin yang definitif. Bahkan bila bepergian sejumlah tiga orang saja disarankan memilih salah satu yang menjadi kepala rombongan. Begitulah pentingnya adanya pemimpin. Jadi secara syar’i dan sosial adanya pemimpin sangat penting untuk keberlangsungan suatu lembaga, komunitas, masyarakat, bangsa dan negara.
Memimpin adalah seni. Banyak orang yang berkata seperti itu. Dan banyak definisi berkaitan dengan itu. Sehingga teori tentang kepemimpinan banyak sekali. Tinggal memilih yang mana. Hanya saja disini akan dikemukakan tiga alat pendekatan dalam memimpin yang bisa ditemui dalam keseharian kita.
Uang sebagai alat tukar banyak sekali fungsinya. Diantaranya untuk membeli barang kebutuhan. Juga bisa digunakan untuk membeli kekuasaan dan jabatan. Tidak lama dalam ingatan kita ketika pilkades, pilkada, pemilu begitu juga ketika ada rotasi pejabat. Sayub-sayup terdengar adanya politik uang. Memang benar dengan uang bisa memiliki segala sesuatu. Sehingga ada anekdot uanglah yang berkuasa. Strategi apapun bisa buyar bila uang sudah berbicara. Namun uang sifatnya temporer. Dalam arti jangka waktunya tidak lama. Memang ada orang yang loyal selama masih ada uang. Begitu juga jumlahnya. Semakin jumlahnya ditambahi maka semakin loyal. Begitu juga sebaliknya. Jadi kepemimpinan atau jabatan berhasil karena uang tidak bisa bertahan lama. Dan semakin butuh banyak modal pada periode berikutnya. Ada pengakuan dari salah satu anggota DPR RI, Eva Kusuma Sundari. Ia asli dari Nganjuk. Ketika mencalonkan diri pada tahun 2004 hanya butuh modal sekitar 250 juta. Namun pada pemilu keduanya tahun 2009 katanya butuh injeksi uang sebesar 1 miliar. Tentu saja penggunaannya beragam mulai iuran partai, penggalangan massa, spanduk dll. Belum lagi pemilihan-pemilihan yang lain.
Lalu untuk mengikat bawahan dengan peraturan, tata tertib, kode etik, undang-undang dan semacamnya. Dengan semua itu diharapkan semua pegawai patuh pada peraturan yang ada dan bisa bekerja dengan semestinya. Hanya saja pegawai mau saja melaksanakan itu semua namun terkadang hanya setengah hati saja. Sebatas melaksanakan tugas selesai. Toh, gaji atau upah diterima dengan lancar. Tidak usah neko-neko.
Ada pilihan lain yakni memimpin dengan hati. Pemimpin dalam menjalankan tugasnya disamping terikat dengan aturan birokrasi yang ada tetap bisa mencurahkan kasih sayang kepada anak buahnya, menjalin persaudaraan, melapangkan hatinya, diberi penghargaan, ditempatkan pada posisi terhormat sehingga bisa berkarya dengan maksimal, bila sudah waktunya naik pangkat dipermudah tentu saja sesuai dengan peraturan, bila ada kesulitan empati untuk bisa membantu memecahkan. Suasana seperti ini sangat kondusif untuk berkembang. Pemimpin memposisikan diri di garda depan bila menghadapi resiko dan paling belakang bila mendapati keuntungan dan materi.
Pemimpin seperti ini tidak akan lekang oleh waktu dan segala kondisi. Dan dibutuhkan dalam segala zaman. Tergolong sebagai tipe penggerak organisasi. Dalam situasi dan kondisi apapun bisa membawa organisasi menuju kemajuannya. Karena sudah terbukti dan teruji bisa membawa kebesaran dan produktivitas di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Dan tentu saja bisa dipraktekkan di lembaga pendidikan yang lain seperti madrasah dan sekolah.
Hanya saja untuk mencari pemimpin tipe terakhir ini yang bisa dibilang sulit. Ada 1000 pemimpin, yang bertipe seperti ini mungkin satu atau bahkan tidak ada. Namun tidak berarti tidak ada. Karena kalau melihat jumlah penduduk di negeri kita yang berlimpah pastilah banyak yang ingin memajukan lembaga pendidikan kita. Apalagi secara kualitas SDM banyak sekali generasi muda yang sudah menyiapkan diri untuk hal tersebut. Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar