Orang yang putus asa sama saja
dengan putus harapan hidupnya. Asa biasa dimaknai dengan harapan. Putus asa
karena cita-cita atau harapannya tidak tercapai. Hal ini terjadi karena
berkali-kali gagal. Karena gagal inilah merasa perjalanan hidupnya telah tamat.
Merasa hidup ini sudah tidak berguna lagi. Merasa sudah tidak mampu lagi
meneruskan hidup. Merasa sudah tidak berguna lagi. Apakah harus seperti ini?
Memang kalau difikir putus asa
ini adalah karakter yang harus dihindari. Karena bisa menjadi racun dalam
hidup. Maka sifat ini tidak diperbolehkan dimiliki orang seorang muslim.
Seorang muslim identik dengan semangat. Penuh pengabdian, siap berkorban dan
berjuang. Ada masalah, tantangan, rintangan adalah hal yang biasa dalam hidup.
Berani hidup berarti berani
menghadapi kegagalan. Bukankah hidup menghadapi dua hal yakni sukses/berhasil
atau gagal. Mau memilih yang mana? Ya, hanya dua itu yang digapai. Ada orang
bijak yang berkata bahwa kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Berarti
menghadapi kegagalan adalah hal yang lumrah. Bila gagal dicoba lagi. Dievaluasi
lagi action lagi. Gagal-evaluasi-action. Ada cerita seperti Syeh Ibnu Hajar.
Dulu ada santri yang merasa bodoh sekali. Karena pelajaran tidak masuk dalam
pikiran. Karena putus asa lalu pulang. Ditengah perjalanan melihat suatu
fenomena. Ada tetesan air yang jatuh pada sebongkah batu. Karena lamanya
tetesan membuat cekungan pada batu besar itu. Si santri ini tersadar. Bahwa
tetesan air yang tidak seberapa tekanannya ke bawah bisa membuat cekungan pada
batu yang begitu keras. Berarti bila sabar dan terus-menerus belajar berarti
insyaAllah akan mendapat kemudahan. Langsung saja si santeri ini kembali ke
pondok pesantrennya. Tidak jadi pulang. Untuk meneruskan belajarnya. Akhirnya
santri mendapatkan keberhasilan bahkan berhasil menyusun kitab Bulughul Maram.
Si santeri itu adalah Syeh Ibnu Hajar al-Asqalani.
Juga cerita penemu lampu pijar,
Thomas Alva Edison. Pernah tidak naik kelas ketika di sekolah dasar. Namun hal
itu tidak membuat surut semangatnya. Belajar di rumah diajar oleh ibunya
sendiri. Lalu membuat eksperimen berkali-kali hingga ratusan kali. Dari hasil
itulah ditemukan yang namanya lampu pijar yang kita gunakan untuk mempermudah
kehidupan.
Maasih banyak lagi yang lain.
Tentunya orang besar telah menghadapi rintangan, tantangan, hambatan yang besar
pula. Namun ternyata mereka tidak mengeluh bahkan berputus asa. Sambil terus
meneruskan kehidupan dan semakin mendekatkan diri kepada pencipta merahnya
“lombok”. Seperti itu kiranya.
Ternyata dari cerita di atas bila
menemui masalah adalah bagaimana “cara menyikapinya”. Bila menemui masalah ini
disikapi dengan begini. Bila co
cok terus bila tidak disikapi
dengan plan B, C, D dan seterusnya hingga bisa berhasil.
Bentuk-bentuk putus asa
bermacam-macam. Bisa berbentuk: bermalas-malasan, tidak bersemangat, wajah
tampak murung, lalu mudah terpancing emosi bila ada masalah kecil saja.
Selanjutnya akan bersikap masa bodoh dengan keadaan sekelilingnya.
Dampak negatifnya banyak.
Diantaranya: akan merugikan diri sendiri. Karena orang yang putus asa akan
bermalas-malasan akibatnya energi dan waktu akan terbuang percuma. Lalu susah
mencapai kemajuan. Karena tidak berani berbuat. Takutnya terbayang kegagalan di
depan mata. Jadinya diam di tempat.
Cara menghindari putus asa antara
lain merenungi kegagalan orang lain. Ini bisa digunakan sebagai pembanding.
Mungkin apa yang kita alami belum sebanding dengan mereka. Jadi kita masih
diuji ringan oleh Allah. Lalu yakin bahwa Allah pasti akan memberi jalan
keluar. Bukankah innama’al usri yusra...
Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar