Sabtu, 05 November 2011

Putus Asa


Orang yang putus asa sama saja dengan putus harapan hidupnya. Asa biasa dimaknai dengan harapan. Putus asa karena cita-cita atau harapannya tidak tercapai. Hal ini terjadi karena berkali-kali gagal. Karena gagal inilah merasa perjalanan hidupnya telah tamat. Merasa hidup ini sudah tidak berguna lagi. Merasa sudah tidak mampu lagi meneruskan hidup. Merasa sudah tidak berguna lagi. Apakah harus seperti ini?
Memang kalau difikir putus asa ini adalah karakter yang harus dihindari. Karena bisa menjadi racun dalam hidup. Maka sifat ini tidak diperbolehkan dimiliki orang seorang muslim. Seorang muslim identik dengan semangat. Penuh pengabdian, siap berkorban dan berjuang. Ada masalah, tantangan, rintangan adalah hal yang biasa dalam hidup.
Berani hidup berarti berani menghadapi kegagalan. Bukankah hidup menghadapi dua hal yakni sukses/berhasil atau gagal. Mau memilih yang mana? Ya, hanya dua itu yang digapai. Ada orang bijak yang berkata bahwa kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Berarti menghadapi kegagalan adalah hal yang lumrah. Bila gagal dicoba lagi. Dievaluasi lagi action lagi. Gagal-evaluasi-action. Ada cerita seperti Syeh Ibnu Hajar. Dulu ada santri yang merasa bodoh sekali. Karena pelajaran tidak masuk dalam pikiran. Karena putus asa lalu pulang. Ditengah perjalanan melihat suatu fenomena. Ada tetesan air yang jatuh pada sebongkah batu. Karena lamanya tetesan membuat cekungan pada batu besar itu. Si santri ini tersadar. Bahwa tetesan air yang tidak seberapa tekanannya ke bawah bisa membuat cekungan pada batu yang begitu keras. Berarti bila sabar dan terus-menerus belajar berarti insyaAllah akan mendapat kemudahan. Langsung saja si santeri ini kembali ke pondok pesantrennya. Tidak jadi pulang. Untuk meneruskan belajarnya. Akhirnya santri mendapatkan keberhasilan bahkan berhasil menyusun kitab Bulughul Maram. Si santeri itu adalah Syeh Ibnu Hajar al-Asqalani.
Juga cerita penemu lampu pijar, Thomas Alva Edison. Pernah tidak naik kelas ketika di sekolah dasar. Namun hal itu tidak membuat surut semangatnya. Belajar di rumah diajar oleh ibunya sendiri. Lalu membuat eksperimen berkali-kali hingga ratusan kali. Dari hasil itulah ditemukan yang namanya lampu pijar yang kita gunakan untuk mempermudah kehidupan.
Maasih banyak lagi yang lain. Tentunya orang besar telah menghadapi rintangan, tantangan, hambatan yang besar pula. Namun ternyata mereka tidak mengeluh bahkan berputus asa. Sambil terus meneruskan kehidupan dan semakin mendekatkan diri kepada pencipta merahnya “lombok”. Seperti itu kiranya.
Ternyata dari cerita di atas bila menemui masalah adalah bagaimana “cara menyikapinya”. Bila menemui masalah ini disikapi dengan begini. Bila co
cok terus bila tidak disikapi dengan plan B, C, D dan seterusnya hingga bisa berhasil.
Bentuk-bentuk putus asa bermacam-macam. Bisa berbentuk: bermalas-malasan, tidak bersemangat, wajah tampak murung, lalu mudah terpancing emosi bila ada masalah kecil saja. Selanjutnya akan bersikap masa bodoh dengan keadaan sekelilingnya.
Dampak negatifnya banyak. Diantaranya: akan merugikan diri sendiri. Karena orang yang putus asa akan bermalas-malasan akibatnya energi dan waktu akan terbuang percuma. Lalu susah mencapai kemajuan. Karena tidak berani berbuat. Takutnya terbayang kegagalan di depan mata. Jadinya diam di tempat.
Cara menghindari putus asa antara lain merenungi kegagalan orang lain. Ini bisa digunakan sebagai pembanding. Mungkin apa yang kita alami belum sebanding dengan mereka. Jadi kita masih diuji ringan oleh Allah. Lalu yakin bahwa Allah pasti akan memberi jalan keluar. Bukankah innama’al usri yusra...
Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar