Ananiyah adalah salah satu akhlak
tercela. Maka sangat perlu bagi kita untuk mengetahuinya. Agar bisa terhindar
dari perbuatan ini. Ananiyah berasal dari kata ana (bahasa Arab) yang artinya
aku. Ya, ke-aku-an. Yang didahulukan adalah aku. Dalam arti mementingkan diri
sendiri atau egois, meremehkana atau tidak menganggap keberadaan orang lain.
Dalam keseharian masyarakat kita
sering menjumpai hal ini. Dan ini bisa menjangkiti semua orang. Baik anak,
remaja dan dewasa. Tidak memandang jenis kelamin, suku bangsa, warna kulit dan
bahkan agama. Karena ini sifat yang manusiawi. Dalam arti berkaitan dengan
karakter manusia.
Bila anak kecil minta bagian kue
yang paling banyak dan meminta bagian kakaknya itu wajar saja. Karena belum
mengerti dan masih tinggi ‘ego’nya. Namun semakin bertambah usia seseorang bila
semakin tinggi egonya maka akan berakibat lebih jauh lagi.
Ananiyah adalah karakter yang
tidak disukai semua orang. Sehingga bila seseorang ditengarai hanya
mementingkan diri, keluarga dan kelompoknya saja maka pelan namun pasti orang
disekelilingnya akan beranjak menjauh.
Adapun bentuk ananiyah
bermacam-macam. Diantaranya: berusaha selalu menang dalam pembicaraan, kurang
menghargai pendapat orang lain, suka menonjolkan kemampuan di hadapan sesama
lalu susah menerima saran dari orang lain. Memang orang yang merasa lebih bisa
lebih pandai, lebih soleh, lebih tampan, lebih kaya, lebih cantik dan pokoknya
lebih maka akan sering timbul egonya.
Dampak negatifnya juga banyak. Karakter
egosentris tidak dapat dihindarkan. Segala perbuatannya mendahulukan dirinya.
Bila beli sesuatu atau mengurus sesuatu yang seharusnya harus antri tidak mau.
Inginnya ia dahulu yang dilayani. Keinginannya harus mendahulukan kepentingan
dirinya, keluarga, kelompoknya dan sejenisnya. Kedua, menurunkan martabat
kemanusiaan. Secara manusiawi inginnya sama-sama diperhatikan, dihargai. Bila
ada seseorang yang inginnya dihargai, diperhatikan namun tidak mau menghargai
dan memperhatikan orang lain apa bisa? Tipe orang seperti ini menyalahi kodrat
kemanusiaan. Sehingga bisa menurunkan derajat kemanusiaannya sendiri. Ketiga,
terisolir. Bila dalam suatu komunitas ada yang berbeda dengan kebanyakan akan
diisolir dengan sendirinya. Komunitas akan menolak perbuatan yang hanya
menguntungkan orang perorang. Mulai tidak mau diajak komunikasi, bekerja sama.
Nantinya akan mati kutu sendiri. Karena tidak bisa berbuat apa-apa. Keempat,
selalu minta dilayani. Satu lagi dampak dari ananiyah yakni apa-apa selalu
dilayani. Baru saja naik pangkat semuanya minta dilayani. Kayaknya lupa bahwa
semakin tinggi pangkat atau karier berarti seharusnya lebih banyak melayani.
Karena digaji tinggi karena timbal balik atas memberi pelayanan yang lebih
kepada stakeholdernya.
Orang besar atau orang yang punya
pengaruh lebih besar dampaknya kepada umat. Seorang pengusaha yang mempunyai
sifat ananiyah akan memonopoli perdagangan dan industri. Dari hulu sampai hilir
dikuasai oleh perusahaannya. Dengan hal ini akan bisa mempermainkan harga yang
jelas akan menguntungkan dirinya. Untuk menumpuk kekayaan yang lebih maka akan
ditempuh segala macam cara. Semuanya dianggap halal. Bila ada pesaing maka akan
digilas dengan cara zalim.
Bila ia seorang penguasa yang
mempunyai sifat ananiyah maka ia akan bertindak diktator, tiranis dan absolut.
Contoh dalam sejarah sudah ada yakni misalnya Raja Fir’aun. Ia dengan
semena-mena memerintahkan semua bayi laki-laki harus dibunuh karena diprediksi
akan membahayakan kedudukannya. Hal ini sangat berdampak luas di masyarakat.
Bila perorangan yang berbuat
ananiyah ia akan merusak tatanan kehidupan, merusak pergaulan dan sulit diatur.
Karena cenderung menurutkan kemauannya sendiri. Salah satu contoh diantaranya
ada seseorang yang berkaraoke di rumahnya tanpa mengenal waktu dan volumenya
mengganggu tetangga sekitarnya. Padahal tetangganya juga mempunyai hak untuk
beristirahat. Oleh karena ia merasa kaya sehingga berkehendak sesuka hati tidak
memikirkan orang lain.
Cara menghindari ananiyah cukup
sulit. Karena memang sudah menjadi watak. Namun setidak-tidaknya bisa dicoba
setahap demi setahap diantaranya:
1. Mengendalikan
diri waktu berpendapat.
2. Tidak
menganggap pendapatnyalah yang terbaik.
3. Menghargai
orang lain.
Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar