Sabtu, 05 November 2011

Ananiyah...


Ananiyah adalah salah satu akhlak tercela. Maka sangat perlu bagi kita untuk mengetahuinya. Agar bisa terhindar dari perbuatan ini. Ananiyah berasal dari kata ana (bahasa Arab) yang artinya aku. Ya, ke-aku-an. Yang didahulukan adalah aku. Dalam arti mementingkan diri sendiri atau egois, meremehkana atau tidak menganggap keberadaan orang lain.
Dalam keseharian masyarakat kita sering menjumpai hal ini. Dan ini bisa menjangkiti semua orang. Baik anak, remaja dan dewasa. Tidak memandang jenis kelamin, suku bangsa, warna kulit dan bahkan agama. Karena ini sifat yang manusiawi. Dalam arti berkaitan dengan karakter manusia.
Bila anak kecil minta bagian kue yang paling banyak dan meminta bagian kakaknya itu wajar saja. Karena belum mengerti dan masih tinggi ‘ego’nya. Namun semakin bertambah usia seseorang bila semakin tinggi egonya maka akan berakibat lebih jauh lagi.
Ananiyah adalah karakter yang tidak disukai semua orang. Sehingga bila seseorang ditengarai hanya mementingkan diri, keluarga dan kelompoknya saja maka pelan namun pasti orang disekelilingnya akan beranjak menjauh.
Adapun bentuk ananiyah bermacam-macam. Diantaranya: berusaha selalu menang dalam pembicaraan, kurang menghargai pendapat orang lain, suka menonjolkan kemampuan di hadapan sesama lalu susah menerima saran dari orang lain. Memang orang yang merasa lebih bisa lebih pandai, lebih soleh, lebih tampan, lebih kaya, lebih cantik dan pokoknya lebih maka akan sering timbul egonya.
Dampak negatifnya juga banyak. Karakter egosentris tidak dapat dihindarkan. Segala perbuatannya mendahulukan dirinya. Bila beli sesuatu atau mengurus sesuatu yang seharusnya harus antri tidak mau. Inginnya ia dahulu yang dilayani. Keinginannya harus mendahulukan kepentingan dirinya, keluarga, kelompoknya dan sejenisnya. Kedua, menurunkan martabat kemanusiaan. Secara manusiawi inginnya sama-sama diperhatikan, dihargai. Bila ada seseorang yang inginnya dihargai, diperhatikan namun tidak mau menghargai dan memperhatikan orang lain apa bisa? Tipe orang seperti ini menyalahi kodrat kemanusiaan. Sehingga bisa menurunkan derajat kemanusiaannya sendiri. Ketiga, terisolir. Bila dalam suatu komunitas ada yang berbeda dengan kebanyakan akan diisolir dengan sendirinya. Komunitas akan menolak perbuatan yang hanya menguntungkan orang perorang. Mulai tidak mau diajak komunikasi, bekerja sama. Nantinya akan mati kutu sendiri. Karena tidak bisa berbuat apa-apa. Keempat, selalu minta dilayani. Satu lagi dampak dari ananiyah yakni apa-apa selalu dilayani. Baru saja naik pangkat semuanya minta dilayani. Kayaknya lupa bahwa semakin tinggi pangkat atau karier berarti seharusnya lebih banyak melayani. Karena digaji tinggi karena timbal balik atas memberi pelayanan yang lebih kepada stakeholdernya.
Orang besar atau orang yang punya pengaruh lebih besar dampaknya kepada umat. Seorang pengusaha yang mempunyai sifat ananiyah akan memonopoli perdagangan dan industri. Dari hulu sampai hilir dikuasai oleh perusahaannya. Dengan hal ini akan bisa mempermainkan harga yang jelas akan menguntungkan dirinya. Untuk menumpuk kekayaan yang lebih maka akan ditempuh segala macam cara. Semuanya dianggap halal. Bila ada pesaing maka akan digilas dengan cara zalim.
Bila ia seorang penguasa yang mempunyai sifat ananiyah maka ia akan bertindak diktator, tiranis dan absolut. Contoh dalam sejarah sudah ada yakni misalnya Raja Fir’aun. Ia dengan semena-mena memerintahkan semua bayi laki-laki harus dibunuh karena diprediksi akan membahayakan kedudukannya. Hal ini sangat berdampak luas di masyarakat.
Bila perorangan yang berbuat ananiyah ia akan merusak tatanan kehidupan, merusak pergaulan dan sulit diatur. Karena cenderung menurutkan kemauannya sendiri. Salah satu contoh diantaranya ada seseorang yang berkaraoke di rumahnya tanpa mengenal waktu dan volumenya mengganggu tetangga sekitarnya. Padahal tetangganya juga mempunyai hak untuk beristirahat. Oleh karena ia merasa kaya sehingga berkehendak sesuka hati tidak memikirkan orang lain.
Cara menghindari ananiyah cukup sulit. Karena memang sudah menjadi watak. Namun setidak-tidaknya bisa dicoba setahap demi setahap diantaranya:
1.     Mengendalikan diri waktu berpendapat.
2.    Tidak menganggap pendapatnyalah yang terbaik.
3.    Menghargai orang lain.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar