Perkara yang diperbolehkan agama namun
makruh adalah perceraian. Ini sebenarnya adalah salah satu jalan terbaik dalam
permasalahan rumah tangga. Namun bukan satu-satunya jalan. Bila ditilik dari
tujuan pernikahan adalah untuk menuju keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Dalam
arti juga menjaga keutuhan keluarga dan bisa merasakan manfaat berkeluarga
sebagai bentuk ibadah kepada Allah disamping untuk meneruskan keturunan.
Adanya pernikahan sebagai perintah agama
juga disertai solusi atau pranatanya. Memang bila disadari agama Islam adalah
agama yang sangat manusiawi. Mengerti kebutuhan manusia dan segala aspek
kehidupan ada rujukannya. Pernikahan sendiri dimaknai sebagai bentuk sistem
untuk menjaga martabat manusia. Juga bisa digunakan untuk membedakan dengan
binatang. Bila senang dengan lawan jenis ada lembaga yang dimasuki yakni pernikahan. Dengan pernikahan maka
kehidupan menjadi berkah, bermartabat, status keturunan menjadi jelas. Coba dibayangkan
adanya tren dikalangan masyarakat juga artis. Yakni hidup serumah antara laki-laki
dan perempuan tanpa adanya ikatan pernikahan. Anehnya lagi pede saja dengan
keadaan seperti itu hingga bertahun-tahun. Bila sudah tidak cocok lagi mencari
pasangan baru lagi. Lha, ini bagaimana? Bila punya anak terus dinasabkan kepada
siapa anak tersebut? Lalu apa bedanya dengan kehidupan binatang yang hidup di
hutan?
Adanya hal di atas juga dipengaruhi
budaya permisif yang sekarang terus menggejala di tengah-tengah masyarakat. Permisif
di sini maksudnya serba boleh dan ditambah dengan rasa individualisme yang
meningkat lalu serba acuh. Tidak mau mengurusi kehidupan orang lain.
Dengan adanya pernikahan juga
menunjukkan bahwa agama juga menganjurkan menghindari menjadi “rahib”. Kehidupan
tanpa pernikahan. Hal semacam ini seperti kehidupan malaikat. Ternyata ada
benarnya. Ditemukan fakta orang yang menjalani kehidupan rahib juga tidak luput
bentuk penyalahgunaan. Ini dilansir dari luar negeri.
Diperbolehkannya perceraian bila kedua
belah pihak tidak ada titik temu. Masalah memang senantiasa dihadapi dalam
hidup. Namun pasti ada solusinya. Kadang win-win solution namun terkadang harus
ada yang mengalah. Lha, cerai ini ditempuh bila sudah tidak ada titik temu
lagi. Daripada terus berantem dan tidak nyaman lagi maka diperbolehkan adanya
perceraian.
Lalu setelah cerai masalah belum tentu
selesai. Pasti ada masalah lain yang muncul. Bagaimana pengasuhan anak,
bagaimana pembagian harta, lalu bagaimana kehidupan setelah ini. Dan masih
banyak lagi yang lain.
Angka perceraian sekarang ini semakin
meningkat. Beberapa waktu lalu dilansir bahwa angka perceraian di Nganjuk
lumayan tinggi. Dan trennya menunjukkan bahwa yang mengajukan cerai adalah
pihak perempuan. Kalau dulu yang banyak berperan adalah laki-laki. Ini ada apa?
Bila ditilik bisa saja dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, kemandirian,
pendapatan perempuan. Sehingga berani menggugat cerai suaminya. Seiring dengan kemajuan zaman perempuan sekarang lebih
berdaya di bidang ekonomi. Sehingga lebih mandiri secara finansial dan
mempunyai daya tawar di hadapan suami.
Lalu juga ada pengaruh teknologi juga. Dengan
adanya hp bisa mempermudah untuk selingkuh. Ini hasil penelitian lho,
diantaranya dengan bukti mempunyai nomor gqnda. Bukan berarti orang yang
mempunyai nomor ganda biasanya selingkuh lho. Dengan adanya hp terkadang juga
ada salah persepsi. Ada sms bernada mesra. Lalu salah paham antara suami isteri
lalu terjadi pertengkaran dan tidak selesai berakhirlah dengan perceraian. Ini sering
terjadi. Pernah juga pengadilan Malaysia yang melegalkan perceraian dengan
hanya sms saja. Bila hal ini tidak ingin terjadi maka perlu hati-hati bila
berkomunikasi dengan orang lain. Gara-gara sms kehidupan rumah tangga bisa
menjadi runyam. Maka pengendalian diri sangat perlu disini.
Lafadz cerai (talak) ada yang jelas dan
juga kinayah. Jelas disini maksudnya seperti ucapan suami kepada isterinya kamu
aku cerai. Maka jadilah talak satu. Contoh dari cerai kinayah atau persemon
(bahasa Jawa) adalah ucapan suami kepada isterinya pulanglah ke orang tuamu. Bila
diniati untuk cerai maka jadilah itu talak satu. Namun bila dengan keadaan marah
lalu mengucap hal tersebut dengan tujuan untuk menjerakan tidak untuk cerai
maka belum dianggap jatuh talak.
Yang perlu kehati-hatian adalah dalam
berbicaranya seorang suami. Bisa saja oleh karena tidak tahu maka perkataannya
menjadi cerai atau jatuh talak satu. Contohnya suami bilang: “isteri itu kalau
di rumah bila di luar maka bukan isteri lagi”. Bila diteliti ini adalah bentuk
talak. Karena menyamakan isteri dengan barang dagangan. Bukan dimiliki seorang
suami namun bisa banyak orang seperti barang dagangan yang bisa dijual kepada
semua orang. Ini artinya talak kinayah perlu disadari oleh semua muslim. Untuk itu
perlu kiranya mendalami ilmu agama. Bisa dengan mengikuti majelis taklim dengan
banyak membaca atau juga bisa dengan dekat dengan ulama atau kiai. Otomatis akan
ada pencerahan dalam kehidupan. Da membawa kebaikan kehidupan di dunia hingga
akhirat. Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar