Kamis, 10 November 2011

Perceraian


Perkara yang diperbolehkan agama namun makruh adalah perceraian. Ini sebenarnya adalah salah satu jalan terbaik dalam permasalahan rumah tangga. Namun bukan satu-satunya jalan. Bila ditilik dari tujuan pernikahan adalah untuk menuju keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Dalam arti juga menjaga keutuhan keluarga dan bisa merasakan manfaat berkeluarga sebagai bentuk ibadah kepada Allah disamping untuk meneruskan keturunan.
Adanya pernikahan sebagai perintah agama juga disertai solusi atau pranatanya. Memang bila disadari agama Islam adalah agama yang sangat manusiawi. Mengerti kebutuhan manusia dan segala aspek kehidupan ada rujukannya. Pernikahan sendiri dimaknai sebagai bentuk sistem untuk menjaga martabat manusia. Juga bisa digunakan untuk membedakan dengan binatang. Bila senang dengan lawan jenis ada lembaga yang dimasuki  yakni pernikahan. Dengan pernikahan maka kehidupan menjadi berkah, bermartabat, status keturunan menjadi jelas. Coba dibayangkan adanya tren dikalangan masyarakat juga artis. Yakni hidup serumah antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya ikatan pernikahan. Anehnya lagi pede saja dengan keadaan seperti itu hingga bertahun-tahun. Bila sudah tidak cocok lagi mencari pasangan baru lagi. Lha, ini bagaimana? Bila punya anak terus dinasabkan kepada siapa anak tersebut? Lalu apa bedanya dengan kehidupan binatang yang hidup di hutan?
Adanya hal di atas juga dipengaruhi budaya permisif yang sekarang terus menggejala di tengah-tengah masyarakat. Permisif di sini maksudnya serba boleh dan ditambah dengan rasa individualisme yang meningkat lalu serba acuh. Tidak mau mengurusi kehidupan orang lain.
Dengan adanya pernikahan juga menunjukkan bahwa agama juga menganjurkan menghindari menjadi “rahib”. Kehidupan tanpa pernikahan. Hal semacam ini seperti kehidupan malaikat. Ternyata ada benarnya. Ditemukan fakta orang yang menjalani kehidupan rahib juga tidak luput bentuk penyalahgunaan. Ini dilansir dari luar negeri.
Diperbolehkannya perceraian bila kedua belah pihak tidak ada titik temu. Masalah memang senantiasa dihadapi dalam hidup. Namun pasti ada solusinya. Kadang win-win solution namun terkadang harus ada yang mengalah. Lha, cerai ini ditempuh bila sudah tidak ada titik temu lagi. Daripada terus berantem dan tidak nyaman lagi maka diperbolehkan adanya perceraian.
Lalu setelah cerai masalah belum tentu selesai. Pasti ada masalah lain yang muncul. Bagaimana pengasuhan anak, bagaimana pembagian harta, lalu bagaimana kehidupan setelah ini. Dan masih banyak lagi yang lain.
Angka perceraian sekarang ini semakin meningkat. Beberapa waktu lalu dilansir bahwa angka perceraian di Nganjuk lumayan tinggi. Dan trennya menunjukkan bahwa yang mengajukan cerai adalah pihak perempuan. Kalau dulu yang banyak berperan adalah laki-laki. Ini ada apa? Bila ditilik bisa saja dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, kemandirian, pendapatan perempuan. Sehingga berani menggugat cerai suaminya. Seiring  dengan kemajuan zaman perempuan sekarang lebih berdaya di bidang ekonomi. Sehingga lebih mandiri secara finansial dan mempunyai daya tawar di hadapan suami.
Lalu juga ada pengaruh teknologi juga. Dengan adanya hp bisa mempermudah untuk selingkuh. Ini hasil penelitian lho, diantaranya dengan bukti mempunyai nomor gqnda. Bukan berarti orang yang mempunyai nomor ganda biasanya selingkuh lho. Dengan adanya hp terkadang juga ada salah persepsi. Ada sms bernada mesra. Lalu salah paham antara suami isteri lalu terjadi pertengkaran dan tidak selesai berakhirlah dengan perceraian. Ini sering terjadi. Pernah juga pengadilan Malaysia yang melegalkan perceraian dengan hanya sms saja. Bila hal ini tidak ingin terjadi maka perlu hati-hati bila berkomunikasi dengan orang lain. Gara-gara sms kehidupan rumah tangga bisa menjadi runyam. Maka pengendalian diri sangat perlu disini.
Lafadz cerai (talak) ada yang jelas dan juga kinayah. Jelas disini maksudnya seperti ucapan suami kepada isterinya kamu aku cerai. Maka jadilah talak satu. Contoh dari cerai kinayah atau persemon (bahasa Jawa) adalah ucapan suami kepada isterinya pulanglah ke orang tuamu. Bila diniati untuk cerai maka jadilah itu talak satu. Namun bila dengan keadaan marah lalu mengucap hal tersebut dengan tujuan untuk menjerakan tidak untuk cerai maka belum dianggap jatuh talak.
Yang perlu kehati-hatian adalah dalam berbicaranya seorang suami. Bisa saja oleh karena tidak tahu maka perkataannya menjadi cerai atau jatuh talak satu. Contohnya suami bilang: “isteri itu kalau di rumah bila di luar maka bukan isteri lagi”. Bila diteliti ini adalah bentuk talak. Karena menyamakan isteri dengan barang dagangan. Bukan dimiliki seorang suami namun bisa banyak orang seperti barang dagangan yang bisa dijual kepada semua orang. Ini artinya talak kinayah perlu disadari oleh semua muslim. Untuk itu perlu kiranya mendalami ilmu agama. Bisa dengan mengikuti majelis taklim dengan banyak membaca atau juga bisa dengan dekat dengan ulama atau kiai. Otomatis akan ada pencerahan dalam kehidupan. Da membawa kebaikan kehidupan di dunia hingga akhirat. Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar