Rabu, 09 November 2011

Ilmu Dagang


Saya mendengar kosakata ini waktu usia SD. Memang pernah ibu berdagang kecil-kecilan di rumah. Membantu keuangan keluarga. Tepatnya menjual minyak tanah.  Tapi itupun tidak berlangsung lama. Karena kesibukan mengurus sawah.
Dagang kayaknya semua orang bisa melakukannya. Baik berlatar belakang tinggi, menengah hingga yang buta huruf. Bahkan saya pernah mendengar ada seorang pemilik perusahaan pelayaran yang mempunyai banyak kapal laut yang masih buta huruf. Artinya berdagang atau menjadi pengusaha sebenarnya bisa dilakukan semua orang tanpa memandang siapa dirinya.
Memang diakui bahwa berdagang kata Kanjeng Nabi adalah salah satu pintu rizki. Sehingga bila ada orang yang bermata pencaharian sebagai pedagang dan berhasil memang itu benar adanya. Dan dijelaskan pula bila ingin cepat mapan dalam kehidupan diantaranya dengan berdagang atau berusaha/menjadi pengusaha. Hingga Kanjeng Nabi sendiri adalah seorang pedagang yang sukses. Bagaimana tidak dikatakan sukses? Karena sudah sejak usia muda bergelut dengan perdagangan. Mulai bersama dengan paman Abu Thalib hingga dipercaya membawa barang dagangan Ibu Khadijah di jual di luar daerah. Beliau didampingi oleh Maesarah (seorang laki-laki) pembantu Ibu Khadijah. Dari hasil itu diantaranya digunakan untuk membayar mahar ketika menikah dengan Ibu Khadijah pada usia 25 tahun sebesar Rp 600 juta. Suatu jumlah yang tidak sedikit hingga pada ukuran orang desa sekarang.
Bila sekarang ditanya pedagang atau pengusaha mana yang sukses? Maka jawabannya mudah sekali didapat. Yakni pedagang keturunan Tionghoa. Memang bukan keturunan etnis Indonesia asli. Namun perantauan. Oleh kerena gigih bekerja dan berusaha lalu digencet sistem politik penguasa sehingga tidak bisa berkiprah di bidang lain maka semakin menambah kepiawaian berusaha. Contoh gampang saja bisa dilihat. Area pertokoan Kertosono di jalan Gatot Subroto lalu di Nganjuk jalan A Yani kebanyakan di miliki oleh etnis ini. Memang luar biasa. Hingga menurut penelitian menyebutkan bahwa etnis ini menguasai perekonomian Indonesia. Ini tidak mengejutkan sebenarnya. Karena sudah lama kejadian ini terjadi.
Dibalik itu memang saya tahu sendiri. Jiwa wirausaha atau juga berdagang sudah ditanamkan sejak dini pada anak-anaknya. Ketika SMP mempunyai beberapa teman dari Tionghoa. Ketika teman-teman kita waktunya masih banyak digunakan untuk bermain mereka warga keturunan setelah pulang sekolah sudah membantu orang tua bekerja di toko. Walau membantu lambat laun ketrampilan mereka dalam berdagang terasah dengan sendirinya. Minimal diberi tanggungjawab sederhana. Ada juga cerita. Ada anak pengusaha Tionghoa di kuliahkan di luar negeri. Setelah selesai disuruh magang di perusahaan kompetitor orang tuanya. Tentunya menjadi karyawan. Setelah sekian lama bekerja dan mengetahui seluk beluk perusahaan lalu keluar dan bergabung di perusahaan orang tua untuk ikut membesarkan. Seperti itulah diantaranya. Kalau ada sindiran mengenai pengusaha Jawa “generasi pertama merintis generasi kedua jaya tiba di generasi ketiga gulung tikar” maka kelihatan di perusahaan warga keturunan tidak seperti ini. Karena generasi penerusnya sudah disiapkan jauh-jauh hari.
Diantara petuah orang tua ketika berdagang yakni buka dan tutup tepat waktu. Ini dikandung maksud agar pelanggan tidak ‘kecele’. Ketika barang dibutuhkan ternyata belum buka atau ketika datang ternyata sudah tutup. Pelanggan akan kecewa dan tidak akan mau datang lagi. Lalu pelayanan ramah. Bila menilik pepatah bahwa pembeli adalah orang istimewa. Maka pelayanan yang diberikan harus maksimal untuk kepuasan pelanggan/pembeli. Lalu ada pemilik usaha dagang beras “Rosita” bilang untuk kepuasan pelanggan quality control harus lolos tiga hal, yakni kebersihan, kualitas, dan kemasan. Maksudnya kebersihan produk harus dijaga. Jangan sampai konsumen merasakan ada hal yang kotor pada produk. Ini sangat dijaga. Contohnya tidak ada satu kerikilpun dalam karung. Atau warnanya tidak sama. Lalu kualitas harus tetap. Tidak dikurangi. Bahkan kalau bisa ditingkatkan. Maka suplay barang harus terjaga dan pilihan. Tidak sembarang penyuplay bisa masuk. Terakhir kemasan harus enak dipandang. Perlu didesain yang menarik sehingga konsumen bisa tetap fanatik. Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar