Seseorang jika ingin meraih
kesuksesan maka perlu mengikatkan diri dengan sesuatu. Bila ingin menjadi guru
yang baik maka harus menjalani pendidikan keguruan dan mengajar di suatu
lembaga pendidikan. Ini dikandung maksud agar mempermudah pembinaan
selanjutnya. Bila ingin menjadi seorang pengusaha agar terus terasah jiwa
bisnisnya maka perlu menggabungkan diri dengan komunitas pengusaha. Begitu juga
seorang ahli ilmu atau para pencari ilmu harus mempunyai komunitas sepadan agar
ada sharing dan target-target yang harus dicapai sesuai dengan jadwal yang
sudah ditetapkan. Komunitas ini penting untuk saling mengingatkan.
Kelompok orang sufi juga begitu.
Agar wirid dan ibadahnya terjaga maka perlu mengikatkan diri –rabithah- dengan
kelompok yang sama. Diantaranya yaitu mengikuti thariqah. Sebagaimana disitir
dalam al-Qur’an:
وَأَلَّوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لأسْقَيْنَاهُمْ مَاءً
غَدَقًا (١٦)
16. dan
bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan Lurus di atas jalan itu (agama
Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki
yang banyak).
Mengenai thariqah ada mufassir
yang memaknai dengan jalan Islam. Namun bagi ulama tasawuf thariqah disini
bermakna istikomah dengan thariqahnya masing-masing. Tentu saja dalam hal
ibadah. Balasan bagi yang berthariqah adalah laasqainaahum. La-nya adalah lam
tauhid. Yang berarti adalah pasti akan diberi air yang segar (rizki yang
banyak). Memang ada hubungan yang signifikan antara dzikir dan rizki. Semakin banyak
dzikir akan berpengaruh dengan berlimpahnya rizki.
Thariqah disini ada manfaat
banyak yang bisa diperoleh. Ada guru yang disebut dengan mursyid yang bertanggungjawab
atas murid –jamaah thariqah. Baik mengenai ibadahnya di dunia ini hingga di
akhirat. Pembinaan terus dilakukan. Diantaranya ada kegiatan rutin bersama tiap
pekan sekali juga ritual selapanan. Dalam keseharian biasanya setelah sholat
maktubah biasanya jamaah tidak langsung pulang. Namun wiridan terlebih dahulu. Wirid
disini Diartikan dari kata wirdu yang artinya keluar. Dilaksanakan secara
berulang-ulang dengan istikomah.
Istikomah sepadan dengan kata
konsisten dan komitmen. Konsisten berarti ‘ajek’. Misalnya orang berwudhu. Maka
rukun dan syaratnya tetap seperti itu dan akan dilakukan lagi selanjutnya
seperti ketentuan yang ada. Jadi bermakna tetap. Lalu komitmen mengarah pada
keinginan hati. Para ahli sufi mengatakan bahwa al-istiqomatu khoirun min alfi
karomah. Bahwa istikomah itu lebih baik dari seribu keramat.
Bila mengikuti thariqah ada
ritual yang dijalankan tiap bakda shalat maktubah. Contoh seperti thariqah
qadiriah wa naqsabandiyah membaca la ilaha illallah sebanyak 165x dengan jahr.
Lalu dilanjutkan membaca Allah sebanyak 1000x dengan sirri. Tentu saja ada cara
tersendiri. Mengenai hal ini mungkin akan ada yang bertanya mengapa untuk
berdzikir harus ditentukan jumlah dan waktunya? Bukankah dengan sebanyak
mungkin dan kapanpun bisa tanpa harus dibatasi bahkan mungkin ini menjadi lebih
baik. Hal tersebut memang benar dan tidak salah. Dalam arti berdzikir sarana
untuk mendekatkan diri kepada Allah -taqaruban ilallah. Semakin banyak semakin
baik. Maka akan bisa menuntun pribadi yang melakukannya menjadi lebih baik.
Ternyata hidup ini perlu
keteraturan. Dengan teratur itu maka target yang diraih akan lebih pasti
tergapai. Dengan jumlah bacaan yang sudah ditentukan dan metode yang pakem
diharapkan akan sampai wushul. Akan sampai tujuan yang diharapkan. Karena ini
sudah terjadi dan sudah terbukti pula. Dengan kata lain sudah teruji
keampuhannya. Dengan hal tersebut berlangsung ajek dan konsisten maka akan
terpancar karomah dengan sendirinya.
Secara metafisika atau mistis
bahwasanya istikomah itu ibarat cahaya. Yang akan menerangi manusia di area
kegelapan. Di alam barzah juga di akhirat. Dan manusia pasti akan membutuhkan
cahaya itu. Ilustrasi mudahnya adalah sebagai berikut. Listrik dihasilkan oleh
generator. Bila kumparan generator dengan ajek berputar dan dalam tempo yang
konstan maka akan menghasilkan listrik yang stabil. Bila ini terjadi maka
listrik akan menerangi desa-desa yang selama ini masih gelap.
Lalu bagaimana hubungan antara
istikomah dengan medan magnet? Buah dari istikomah hasilnya luar biasa. Bila seorang
pengusaha maka ia menjadi jujugan dari para konglomerat. Strategi pemasaran dan
bisnisnya menjadi yang ditunggu di kalangannya. Bila ia seorang ahli tasawuf
maka banyak murid yang berbaiat kepadanya. Jika menjadi seorang dai maka
perkataanya bisa menghipnotis jamaah untuk larut dari setiap ucapannya dan akan
mengikuti fatwa yang telah disampaikan. Maka semakin istikomah seseorang
berdzikir -dengan hitungan yang telah ditetapkan- maka akan memperjelas seberapa
luas medan magnet dirinya. Dengan kata lain seberapa besar karomahnya bisa menarik
orang dalam dakwah Islam. Wallahu a’lam bi al shawab.
Inti sari dari pengajian Dr. KH.
Harisudin Aqib pada acara selapan hari Ahad tanggal 25 Nopember 2011 di Pondok
Pesantren Daru Ulul Albab kelutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar