Jumat, 14 Oktober 2011

Upacara Bendera


Lembaga pendidikan biasa mengerjakan upacara bendera pada hari senin. Pada momen ini diikuti oleh seluruh keluarga besar. Mulai dari kepala, wakil, guru dan staf kantor. Hal ini memang aturannya dari peraturan yang sudah ditetapkan lama.
Hal ini terbukti. Sejak saya masih di SD upacara ini tanpa jeda terus dilaksanakan. Mulai kelas 1 sampai kelas 6. Bahkan ketika di SMP dilaksanakan pada hari Senin dan hari Sabtu. Hari Sabtu karena pada waktu kelas 1 masuk sore. Karena ruangan kelas kurang. Sehingga masuknya bergantian. Di hari Sabtu itu diadakan upacara penurunan bendera pada jam terakhir. Namun sekarang ini sudah tidak ada lagi. Karena diharuskan sekolah negeri harus masuk pagi. Sehingga dibuatlah ruang kelas baru. Dengan memindahkan area parkir sepeda. Parkir sepeda harus diluar komplek sekolah. Sehingga harus bayar. Ini konsekuensi yang dipikul. Karena memang sekolah ini terkenal dengan sekolah favorit dan tertua. Favorit ini sebenarnya relatif. Atau mungkin juga oleh karena usianya sudah tua sehingga prestasinya sudah terkoleksi banyak. Sehingga masyarakat otomatis menganggap sekolah ini terbaik.
Akhir-akhir ini saya melihat bahwa yang mengikuti upacara bendera di sekolahku hanya beberapa gelintir saja. Dulu pernah ketika bergulir wacana pegawai harus bekerja selama 37,5 jam perminggu semuanya tanpa kecuali mengikuti upacara. Namun perlahan dan pasti jumlahnya menurun. Seiring dengan berkurangnya contoh dari pimpinan. Sekarang terlihat yang mengikuti upacara hanya beberapa orang saja. Terutama hanya unsur pimpinan. Dan inipun tidak lengkap. Itu dari bapak-bapak sedang dari ibu-ibu pegawai lumayan masih banyak. Walaupun jumlahnya belum pernah di hitung. Namun lumayan banyak. Masih pantas jumlahnya bila dilihat oleh peserta didik.
Mengenai upacara ini, saya teringat pada upacara memperingati Proklamasi Kemerdekaan RI pada tahun lalu dimana santri Pondok Pesantren Lirboyo Kediri mengadakan upacara juga. Seluruh santri yang berjumlah ribuan berpakaian sebagaimana santri pada umumnya memakai sarung, baju koko putih dan berkopiah dengan hikmah mengikuti jalannya upacara. Inspektur upacara langsung dipegang oleh Kiai Idris Marzuki. Sungguh suatu prestasi dan perlu apresiasi tersendiri. Ini memang bentuk rasa syukur atas anugerah kemerdekaan. Para kiai menyadari betul bahwa kemerdekaan yang diraih adalah andil dari keluarga besar pondok pesantren seluruh nusantara. Para kiai, santri dan keluarga bersama rakyat bahu-membahu merebut kemerdekaan. Tidak terhitung berapa besar pengorbanan yang diberikan untuk kemerdekaan ibu pertiwi. Nyawa, harta, materi dan semuanya diberikan demi terlepas dari penjajahan. Upacara bukan dimaknai untuk menyembah bendera. Namun untuk menghormati simbol negara yang berupa bendera merah putih. Dilaksanakan agar seluruh warga tidak lupa akan jati diri bangsanya. Bukankah hal tersebut bagian dari rasa cinta tanah air. Hubbul wathan minal iman.
Upacara bendera di sekolah pada hari Senin disamping untuk hal di atas juga melatih kedisiplinan seluruh keluarga besar lembaga. Baik guru, pegawai dan peserta didik. Juga bagian dari profesionalisme. Maka sangat perlu kiranya untuk diikuti.
Untuk memancing partisipasi dari pegawai ada beberapa yang bisa dikerjakan:
1.     Presensi. Dulu waktu saya di Lengkong mengisi presensi upacara dilakukan setelah mengikuti upacara. Hal ini merangsang untuk bersedia hadir.
2.    Menjadi pembina upacara bergantian. Ada pengalaman bahwa menjadi pembina upacara adalah hal yang sulit, menakutkan dan membuat grogi kurang PD. Apa bisa saya pidato? Lalu nerveus. Padahal yang dihadapi adalah peserta didik yang setiap hari dihadapi dan sesama kolega. Ternyata setelah dilalui ya bisa juga. Apalagi dilakukan secara bergantian. Semua wali kelas kebagian menjadi pembina upacara. Selain kepala dan fungsionaris. Hal ini juga menumbuhkan rasa handarbeni, rasa memiliki lembaga. Maka semua merasa memiliki dan berusaha memberikan dedikasi terbaik. Apalagi pembina upacara adalah wali kelas dan yang menjadi petugas upacara adalah kelas binaannya. Maka wali kelas berusaha menyiapkan peserta didik binaannya bisa tampil maksimal.
3.    Imbalan sebungkus sarapan. Bagi peserta upacara perlu disediakan sebungkus nasi untuk sarapan. Hal ini bisa dilakukan mengingat untuk upacara para pegawai harus berangkat lebih pagi dan biasanya belum sarapan di rumah. Sehingga tersedianya sarapan maka akan menambah gairah untuk mengikuti upacara. Tentu saja ini tergantung anggaran yang tersedia. Namun bila dirasa perlu mengapa tidak. Dari pengalaman yang ada ternyata membawa dampak angka partisipasi mengikuti upacara lebih tinggi di kalangan pegawai.
Wallahu a’lam bi al-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar