Jumat, 14 Oktober 2011

Rasa syukur dan Kesuksesan hidup


Tujuan hidup manusia sebenarnya sudah jelas seperti dalam doa yang kita panjatkan setiap hari dan waktu. Yakni rabbana atina fiddunnya hasanah wafil akhiroti hasanah waqina adza bannar. Ya Allah berilah kami kehidupan dunia yang baik begitu juga di akhirat. Dan jauhkanlah dari siksa api neraka.
Nikmat yang kita terima sangat banyak. Karena banyaknya kita tidak bisa menghitungnya. Dan sebenarnya tidak ada waktu sedetikpun tanpa nikmat yang kita terima. Sekarang misalnya. Kita beraktivitas apapun ternyata masih bisa bernafas sebagai tanda kehidupan, masih bisa melihat, masih bisa menggerakkan tangan dan kaki dan tentu saja organ tubuh kita masih bekerja sesuai dengan tupoksinya. Maka sudah selayaknya dan seharusnya bila kita bersyukur. Bukankah kalau kita mau bersyukur kepada Allah pastilah Allah akan menambah nikmat yang kita terima.
Diantara bukti rasa syukur kita kepada Allah yang bisa kita lakukan adalah:
Sholat berjamaah tepat waktu. Sholat adalah tiang agama. Ashsholatu imadduddin. Oleh karena pentingnya perintah sholat ini sehingga proses memberi perintahnyapun juga tidak biasa-biasa. Tapi luar biasa. Sampai Kanjeng Nabi dipanggil sendiri ke Sidratul Muntaha. Melihat seperti ini pastilah ada hal dahsyat di balik perintah ini.
Kanjeng Nabi sendiri senantiasa melaksanakan sholat berjamaah. Tidak pernah Nabi sholat di rumah. Hal ini juga dilakukan para sahabat dan sholih sholihin hingga kini. Bahkan Pak Kiai saya juga seperti itu. Bila pergi ke suatu tempat biasanya mengajak santri. Diantaranya juga diajak sholat berjamaah bila sudah tiba waktunya. Tepat waktu di sini maksudnya bila sudah waktunya sholat ya sholat tidak menunda-nunda lagi. Bahkan lebih baik lagi bila sudah menyanggong di masjid atau mushola. Jadi ketika adzan dikumandangkan sudah siap di atas sajadah untuk menjawab adzan. Hal ini berarti kita bersungguh-sungguh melaksanakan pengabdian kepada Allah. Mengabdi dan menyembah. Sekaligus sebagai kebutuhan. Bila hal tersebut seperti yang dicontohkan para salafus sholih dilakukan insyaallah pertolongan Allah akan dekat. Bukankah Allah telah menjelaskan hal tersebut dalam surat al-Fatihah.
Mengapa tidak sholat sendirian atau pokoknya sholat? Karena ada beberapa kelemahan. Sholat sendirian atau munfarid belum tentu sholat kita diterima. Logikanya karena kelemahan kemampuan khusu’ kita. Kita maqomnya belum bisa khusu’. Bila sholat berjamaah peluang diterimanya sholat kita lebih besar. Disamping dijanjikan pahala yang berlipat 27 kali. Bila dalam sholat berjamaah terkadang imamnya orang alim sehingga sholatnya diterima. Atau mungkin juga ada salah seorang jamaah yang khusu’ sholatnya. Atau bila misalnya keduanya tidak memenuhi syarat bisa juga karena mau sholat berjamaah akan diterima oleh Allah. Memang yang berhak menilai Allah. Namun kita sebagai manusia bisa berikhtiar. Dan mengingat besarnya kabar gembira bila mau sholat berjamaah mengapa kita tidak saja mencoba.
Memperbanyak sedekah. Kalau kita mengeluarkan uang rasanya berat sekali. Ya memang berat. Hasil dari kerja keras masak ya hanya diberikan begitu saja. Eman rasanya. Bila ada kotak jariyah berjalan ketika sholat jumat biasanya kita memasukkan koin saja. Sehingga terdengar jelas waktu jatuhnya. Kalau kita masih seperti ini maka rasanya perubahan hidup kita akan lama. Atau bahkan tidak berubah. Bukankah Allah tidak akan merubah nasib kita
Ibadah yang kita lakukan sebenarnya semata-mata karena Allah. Sudah menjadi kewajiban sebagai hamba dan sekaligus sebagai kebutuhan. Bukankah inna sholati wanusuki wamahyaya wama mati. Sesungguhnya sholatku ibadahku hidup dan matiku untuk Allah. Disisi lain ada konsep iyyaka na’budu waiyyaka kanasta’in. Kita menyembah kepada Allah dan kepada Allah pula kita bermohon pertolongan. Jadi kalau ingin mendapat pertolongan Allah perlu kita benahi dahulu ibadah kita.
Wallahu a’lam bi al-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar