Selasa, 31 Agustus 2010

Egaliter

Pada dasarnya manusia lahir di dunia ini mempunyai fitrah (potensi) dan mempunyai derajat sama di hadapan Allah. Tidak ada ceritanya anak orang berpangkat lalu langsung mempunyai derajat lebih. Ini mungkin ada pada jaman kerajaan dulu. Yang memang dikenal sangat ekslusif. Namun sebenarnya hal itu tidak ada. Saya salut ketika mendengar di Jombang ada orang berpangkat dan menduduki jabatan kementerian setingkat Provinsi Jawa Timur dan pengasuh sebuah pondok pesantren ternama tetapi ketika memanggil putranya sama dengan anak orang kebanyakan. Cukup dipanggil Mas, atau Mbak. Tidak Gus atau Ning. Ketika ditanyakan mengapa seperti ini. Beliau menjawab jangan memberi keistimewaan pada anak karena bias membuat yang bersangkutan akan besar kepala. Bila orang lain tahu biarlah mereka sendiri memberi predikat. Dan tidak ada derajat gandul. Biarlah dicari sendiri kemampuan itu. Hal ini saya peroleh dari teman yang bias saya pegang kebenarannya.
Kalau kita menilik dari ajaran agama kita memang persamaan derajat manusia sama. Bias dilihat dari contoh sederhana. Dalam posisi shaf di masjid. Semua orang atau jamaah bebas menempati posisi terdepan. Tidak memandang ia itu kaya, miskin, ilmuwan atau orang awam, berpangkat dan tidak berpangkat, bahkan donator terbesar suatu masjid. Siapa yang paling dahulu tiba di masjid bebas meenempati tempat teristimewa di depan. Tidak boleh kiranya, merasa orang palaing kaya atau paling berpangkat lalu menyuruh orang lain pindah dari tempat semula di masjid. Ini contoh yang nyata bahwa Islam mengajarkan persamaan derajat di tempat ibadah.
Begitu juga ketika sholat. Posisi sujud semua orang dengan berbeda ras, warna kulit, warna rambut, beda bahasa dan dari benua mana sama posisinya bertempat di tempat pesujudan dimana sebelumnya kita injak dengan kaki kita. Sebenarnya kita di hadapan Allah semua sama. Sama rendahnya. Sama posisinya antara posisi kaki dan kepala kita yang kita paling hormati.
Ketika berpuasa. Allah memberi predikat muttaqin bagi orang yang berpuasa. Ternyata kalau diteliti predikat ini diberikan tidak hanya monopoli kelompok tertentu. Namun untuk semua orang yang beriman. Beriman di sini semua kelompok usia, semua warna kulit, semua bahasa, semua strata social dan lainnya. Baik itu ilmuwan hingga orang awam punya hak yang sama untuk memperoleh derajat tertinggi ini. Begitu pula kelompok usia tua muda atau kelompok jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Semua sama di hadapan Tuhan. Kemudian tinggal kita mau tidak berusaha sekuat tenaga untuk meraih derajat itu.
Begitu juga karena kasih sayang Allah kepada manusia, semua manusia diberi hak hidup, hak memiliki kekayaan, dan hak lain tanpa memandang manusia beragama apa, melakukan ibadah atau tidak? Itulah sifat rahman Allah. Sedang sifat rahim hanya diperuntukkan bagi orang yang khusus saja di akhirat kelak.
Suatu ketika Rasulullah kedatangan tamu-tamu penting di kediaman beliau. Karena asyiknya berbincang-bincang sehingga tamu yang pakaiannya biasa-biasa saja dan punya cacat tidak bisa melihat agak diacuhkan oleh beliau. Melihat hal seperti ini langsung saja Allah menegur Nabi. Agar Rasulullah memperlakukan sama para sahabatnya tidak membedakan kesempurnaan fisik dan strata sosial. Walau bagaimanapun manusia sama dihadapan Allah. Dalam al-Qur’an Allah sudah berfirman inna akramakum indallahi at qakum. Manusia yang mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.
Dalam era good governance, tata pemerintahan yang baik pada dasarnya aparatur negara adalah pelayan rakyat. Karena mereka digaji oleh pajak yang dibayar oleh rakyat. Merekalah yang harus melayani rakyat yang menggajinya bukan mereka yang minta dilayani. Terkadang masih saja rakyat yang minta dilayani masih pilih-pilih siapa yang datang. Orang biasa, jauh dari informasi masih banyak yang diacuhkan. Padahal orang-orang seperti ini yang paling taat membayar pajak. Beberapa waktu yang lalu, ditengarahi para pejabat termasuk para pejabat BUMN masih banyak yang belum melaporkan kekayaannya kepada KPK termasuk para wakil rakyat yang terhormat, anggota DPR.
Bidang pendidikan adalah tempat menyemai para generasi penerus bangsa. Disinilah para kader bangsa dididik. Oleh karena pentingnya madrasah, sekolah dan kampus maka posisi pemimpin menjadi sangat menentukan. Untuk memperoleh pemimpin terbaik, semua guru pada dasarnya mempunyai peluang sama untuk menduduki posisi kepala. Perlu dipilih guru yang mempunyai dedikasi, visioner, dan pemberani untuk mengadakan perubahan. Dari sinilah sebenarnya yang harus dipilih. Bukan orang yang pangkatnya tertinggi namun tidak punya kemampuan untuk membuat perubahan yang lebih baik. Sehingga banyak terjadi madrasah atau sekolah yang stagnan. Tidak berubah baik tapi tetap saja.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar