Selasa, 29 Juni 2010

Mujahadah

Sarana mendekatkan diri kepada Allah bermacam-macam. Bisa dengan amal ritual, amal sosial dan juga amal intelektual. Hanya saja ada juga yang merasa diri sebagai insan yang lemah jauh dari kesempurnaan lalu berusaha membiasakan diri dengan dzikir. Dzikir disini berbeda pengertiannya dengan wirid. Dzikir adalah bacaan kalimah tayyibah yang dipandu oleh guru. Dalam hal ini mursyid. Orang yang dipilih oleh gurunya untuk membimbing murid dengan pemberian ijazah dan mempunyai urutan silsilah yang bersambung dengan rasulullah. Silsilah ini jelas dan ijazah juga jelas tertulis. Maka untuk menjadi mursyid mempunyai kriteria tertentu bukan sembarang orang. Jadi mengamalkan dzikir disini bermakna mengikuti dzikir yang biasa dilakukan oleh jamaah thariqah. Kebetulan saya sedikit tahu masalah ini karena mengikuti thariqah qadiriah wa naqsabandiah di Kelutan Ngronggot dengan mursyid Dr. KH. Kharisuddin Aqib yang sehari-hari beliau adalah Dekan Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya dan Pengasuh Pondok Pesantren Daru Ulul Albab Kelutan. Beliau termasuk urutan ke-39 silsilah dari Rasulullah SAW. Sedangkan wirid tadi bisa juga berarti amalan yang tidak berguru dan bisa dilakukan oleh siapa saja. Ada wejangan yang menarik bahwa segala sesuatu amalan ibadah hendaknya mempunyai guru. Agar ada yang bertanggungjawab. Bila tidak berguru dikhawatirkan gurunya adalah setan. Maka upuya untuk mendekatkan diri kepada Allah juga digurukan agar jalannya bisa lurus tidak berbelok-belok.

Pengikut thoriqoh di Kelutan ini lumayan banyak. Biasa melakukan kegiatan bersama setiap hari ahad pekan terakhir setiap bulan. Ini kegiatan bulanannya. Ada juga mujahadah tiap pekan harinya kamis. Untuk memperlancar kegiatan rutinan ini dibentuk organisasi namanya majdzub singkatan dari majelis dzikir ulul albab. Majelis dzikir yang diikuti oleh orang-orang ulul albab. Ulul albab ada yang memberi ciri dengan kedalaman spiritual, kekokohan akidah, keagungan akhlak, keluasan ilmu dan kematangan profesional. Sosok manusia ulul albab adalah orang yang mengedepankan szikir, fikir dan amal soleh. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh murid thariqah yang sudah mempunyai empat cabang diantaranya di Nganjuk, Surabaya, Kalimantan dan Kediri. Acara dimulai pada pukul 14.30 sampai bakda magrib. Diawali dengan membaca manakib Syeh Abdul Qadir al-Jailani, membaca Ratibul Hadad, dilanjutkan sholat taubat dua rakaat, sholat tasbih empat rakaat dengan satu salam, lalu sholah hajat dua rakaat ditutup dengan sujud syukur.

Setelah sholat Ashar berjamaah yang dipimpin oleh Kiai dilanjutkan dzikir bersama bakda sholat ada pengajian untuk mengupdate keberagamaan jamaah. Disusul dengan talqin dan Khataman dengan duduk setengah lingkaran. Pelaksanaan kegiatan ini bisa sampai waktu magrib.

Sholat magrib dilakukan dengan berjamaah dan dzikir bakda sholat sebagaimana biasa. Dan acara penutup yang ditunggu-tunggu sebagian jamaah adalah makan bersama. Ada yang unik mengingatkan saya ketika masih di pondok dulu. Nasi dan lauk diletakkan di nampan. Satu nampan bisa cukup untuk makan 4-5 orang. Semuanya menikmatinya dengan tanpa sendok alias muluk. Para jamaah dimuliakan oleh para santri. Dengan dikucurkan air untuk cuci tangan. Tersanjung rasanya. Lalu saya terkadang terbersit di dalam hati. Pak Kiai termasuk orang yang baik sekali. Menyediakan makan bagi jamaah. Sudah menularkan ilmu, bertanggungjawab atas nasib murid di hadapan Allah dan masih menyediakan makanan lagi. Dari mana beliau menyediakan ini semua?
Semua kegiatan di atas dilakukan di masjid yang hampir selesai di pugar dengan menelan biaya sudah lebih dari satu milyar rupiah. Letak pondok ini sendiri sebenarnya terisolir. Di samping Sungai Brantas. Masih masuk ke selatan. Jalan saja belum beraspal masih bergelombang. Dari tambangan kelutan yang menghubungkan Papar Kediri ke selatan mungkin 400 meter. Listrik saja baru menyala pada tahun 2004an. Itu juga berkat lobi dari Pak Kiai. Insyaallah ke depan pondok ini akan semakin ramai karena jalur tambangan akan dibuatkan jembatan permanen oleh dua pemerintah kabupaten yakni kediri dan nganjuk. Dan ketika artikel ini ditulis proses pembangunan jembatan kelihatannya sudah di mulai.

Mengamalkan dzikir dengan media thariqah memang ada aturan tersendiri. Sebelumnya mengikuti talqin dulu. Dalam bahasa yang lain baiat dulu ke guru. Dan setelah diakui sebagai murid baru bisa mengamalkannya. Dzikir ini bisa dibilang ringan tapi juga sulit bila belum terbiasa dan belum memperoleh atsarnya dzikir. Namun oleh karena amalan, murid berusaha juga untuk mengamalkannya. Setelah selesai sholat fardhu mengamalkan dzikir tahlil la ilaha illah dengan jahr sebanyak 165 kali. Itupun ada tata caranya sendiri. Lalu diteruskan dengan membaca sirri atau pelan bacaan Allah sebanyak seribu kali. Jadi kalau sehari semalam bisa mencapai lima ribu kali. Dengan istiqomah membaca dzikir ini diharapkan melatih pikiran, hati, dan perilaku kita untuk senantiasa ingat kepada Allah. Dimanapun dan kapanpun. Bila ini sudah terjadi maka akan terjadi ketenangan dalam hidup. Bila sudah tenang maka kesuksesan akan diraih. Di dunia kesuksesan berada di genggaman. Ternyata ini adalah keutamaan dzikir. Seiring dengan perputaran roda kehidupan dengan orang bergelimang materi ada kekosongan hati dan nilai-nilai kehidupan. Maka obatnya hanya dengan mendekatkan diri dengan Sang Pencipta lewat pintu dzikir. Dan dzikir ini pintu masuknya melalui ikut jamaah thariqah.

Banyak orang beranggapan masuk thariqah kalau sudah berusia tua saja. Untuk persiapan mati. Padahal kita tidak tahu kapan kita mati. Mati muda, bayi, tua juga sama saja. Dan tetap pantas meninggal dengaan sakit terlebih dahulu atau tiba-tiba meninggal dalam keadaan sehat segar bugar. Oleh karena kita tidak tahu batas kontrak hidup maka ikut thariqah akan bermanfaat membiasakan kita untuk berdzikir di setiap saat dan kesempatan. Akan berbahagia bila diakhir hidup seseorang ketika Malaikat Izrail datang menjemput bibirnya senantiasa basah dengan kalimah tayyibah. Dan ini bisa terjadi bila seseorang itu sudah terbiasa membacanya. Ada pepatah yang mengatakan bila ada seseorang mencintai kekasihnya salah satu tandanya adalah sering menyebut namanya. Apa kita tidak ingin termasuk golongan ini? Salah satu caranya adalah dengan kita membiasakan diri berdzikir. Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar