Selasa, 29 Juni 2010

Hamba yang Senantiasa Bersyukur

Adanya hubungan guru – murid dalam thariqah sebagai wahana untuk bertemu dengan Allah (liqaa rabbihi). Satu sisi guru bertanggungjawab untuk membimbing murid sedangkan murid menerima nasehat guru dan mengamalkannya. Dalam kitab Ta’lim Muta’allim menerangkan bila murid ingin agar ilmunya bisa bermanfaat dan barokah maka harus menjaga adab atau tatakrama dengan guru. Begitu juga dalam pola hubungan dalam persaudaraan di thariqah.

Dalam usaha untuk bertemu dengan Allah juga ada tata kramanya. Diantaranya adalah bersyukur. Bersyukur disini bisa dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, bersyukur dengan lisan. Dengan membaca hamdalah, alhamdulillah. Untuk membiasakan bacaan ini bisa dicoba dan dibaca sehabis sholat fardhu dan ketika mendapat nikmat dari Allah. Sebenarnya segala nikmat dari Allah. Baik yang kelihatan seperti kesehatan maupun yang tidak kelihatan. Nikmat sehat bisa dirasakan ketika sedang sakit. Ternyata sehat itu anugerah yang luar biasa. Sakit gigi saja, orang lain yang tidak tahu sakitnya rasanya minta ampun. Sehat nyatanya memang enak. Sedang nikmat yang tidak nampak diantaranya bisa menghirup oksigen yang tiada henti dan gratis lagi diberikan Allah kepada kita. Kalau dihitung kita tidak mungkin bisa membelinya. Bisa dibayangkan orang yang yang mengidap gangguan pernafasan dibantu dengan alat pernafasan di rumah sakit sudah berapa harganya kalau dihitung dengan harga perjam. Misalnya harganya Rp 100.000,00/jam. Sedang kita sehari semalam ada dua puluh empat jam. Sehari berarti kita mengeluarkan Rp 2.400.000,00 bila sebulan bisa 30 hari X Rp 2.400.000,0 bila setahun sudah berapa apalagi selama kontrak hidup kita. Subhanallah. Ternyata sangat banyak nikmat yang kita terima dan tentu kita tidak bisa menghitungnya.

Cara bersyukur kedua dengan hati. Dengan hati kita meyakini dan tidak mengingkari bahwa nikmat yang diterima datangnya dari Allah bukan dari yang lain. Hati memang perlu ditata agar tidak goyah. Caranya bisa diawali dengan lisan. Makanya para ulama kita menganjurkan niat wudhu, niat sholat diutarakan atau dibaca. Tujuannya untuk menuntun hati kita bahwa kita niat menuju kesana. Walaupun niat sendiri adanya dalam hati. Sehingga mengucapkan niat dengan diucapkan sebagai sarana untuk memantapkan niat di dalam hati.

Ketiga, bersyukur dengan anggota badan. Ada beberapa contoh mensyukurinya. Nabi Nuh AS, Nabi Isa AS dan Nabi Muhammad SAW melakukan puasa di hari kelahiran beliau sebagai ungkapan rasa syukur. Dengan dilahirkan di dunia bisa melakukan kebaikan di bumi dengan menjadi khalifah fil ardh. Maka puasa di hari kelahiran ada contohnya dari Junjungan kita. Dan ini dihukumi sunnah melakukannya. Kemudian mensyukuri nikmat iman dengan senantiasa mencari hidayah dengan bergaul dengan orang soleh, mengikuti pengajian datang di majelis ilmu dll. Yang terakhir mensyukuri nikmat sehat dengan menjaga kesehatan dengan berolahraga teratur, istirahat secukupnya, pola makan yang sehat dan mendayagunakan nikmat sehat dengan kegiatan yang bermanfaat sebagai sarana mengabdi di hadapan Allah baik beribadah secara vertikal maupun horisontal dengan sesama manusia. Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar