Sabtu, 19 Juni 2010

Masjid dan Penjara

Kita dalam keseharian sudah terbiasa mendengar suara adzan baik dari masjid atau mushola. Apalagi jumlah masjid dan mushola sudah tidak terhitung lagi jumlahnya di negara kita. Di desa terutama di Jawa biasanya minimal ada satu masjid bahkan ada dua. Bila dusun dari suatu desa itu besar bisa jadi jumlah masjidnya lebih dari dua. Belum lagi jumlah mushola atau langgar. Dari situ saja kita bisa melihat betapa suara adzan yang kita dengar akan bersahut-sahutan. Bagi yang menyadari hal tersebut akan bersiap-siap berangkat sholat jamaah. Karena dilihat dari iming-iming pahala yang besar dibanding dengan sholat munfarid. Dari adzan sendiri dari lafadhnya bisa membuat kita optimis. Allahu akbar. Allah Maha Besar. Tidak ada yang membandingi kebesaranNya. Bila kita mau menjalankan seruan adzan untuk melakukan sholat jamaah maka kita akan tergolong pada falah. Kebahagiaan. Di ambil dari kata hayya alal falah. Kebahagiaan baik di dunia maupun akhirat.
Di pagi buta. Ada seruan adzan subuh. Hari masih gelap. Umat muslim dibangunkan untuk segera menunaikan ibadah sholat subuh. Bila kita menyadari dan terbiasa melakukannya maka akan terasa ringan mengerjakannya. Apalagi mengajak anak isteri pergi sholat jamaah di masjid atau mushola. Terasa indah hidup ini. Di masjid bertemu dengan tetangga, saudara, kenalan. Bisa bersalaman, bertemu. Lalu melaksanakan sholat berjamaah. Membaca kalimah thoyyibah bersama-sama. Kehidupan di hari itu dimulai dengan lafadz-lafadz yang baik. Terkadang juga ada ceramah selama tujuh menit, untuk memberi motivasi arah kehidupan supaya bisa berjalan lurus menuju cita-cita. Hal itu sebenarnya membiasakan hidup kita untuk mengawali kehidupan di hari itu dengan hal yang baik sehingga selama sehari itu menuntun kita untuk melaksanakan hal-hal yang baik. Dengan kata lain kehidupan dalam sehari itu terinspirasi dari awal ibadah di pagi hari dari masjid.
Lalu jamaah sholat shubuh kembali kerumah masing-masing untuk menjalankan aktivitas. Kalau yang masih bersekolah bersiap diri ke sekolah atau ke kampus. Para orang tua bersiap berangkat ke sawah, ladang, kantor, pasar dan lainnya untuk mengais rizki atau bekerja.
Bekerja berarti menekuni suatu profesi. Profesi bentuknya bermacam-macam. Mulai dari ketrampilan tangan, olah otak, pekerja bangunan, penegak hukum, polisi, tentara dan masih banyak yang lain. Dalam menjalankan tugas ini, terkadang pekerja, karyawan, bahkan pejabat tersandung masalah. Dari sini lalu awal permasalahan hukum terjadi. Untuk menuntaskan permalahan ini, aparat hukum bertindak. Kasus yang bermasalahpun bermacam-macam. Penyalahgunaan wewenang, kekuasaan, keuangan dan lain-lain terjadi. Dan pelakunya rata-rata juga orang yang berpendidikan. Setelah diselidiki, dianalisa kasus perkasus lalu di mejahijaukan lalu ditetapkan hukuman. Biasanya hakim dalam amar putusannya memenjara seseorang karena salah. Maka makin hari banyak orang yang di penjara.
Penjara atau lembaga pemasyarakatan sendiri sebagai tempat orang yang bersalah sekarang ini penghuninya sudah melebihi kapasitas. Sebagai contoh lp cipinang tempat dulu artalyta suryani di tahan sebenarnya kapasitasnya hanya sekitar 600an orang. Tapi karena banyaknya orang yang dihukum, diisi dengan 1500an orang. Suatu jumlah yang sudah over. Lalu apa kira-kira dengan orang yang bersalah akan insaf setelah selesai masa hukumannya setelah menghuni lembaga pemasyarakatan?
Jumlah penduduk Indonesia yang muslim sekitar 80%. Kemungkinan yang menghuni lembaga pemasyarakatan terbanyak tentu saja juga beragama Islam. Lalu apa ada pengaruh ajaran agama dengan berbuat baik?
Islam sebagai agama dan peradaban berisi tentang kabar gembira dan peringatan. Kabar gembira bagi orang yang mau berbuat baik dan peringatan bagi yang menyalahi aturan-aturan yang telah ditetapkan. Berbahagialah seorang muslim yang masih di jalan yang di ridhoiNya. Dalam arti masih dalam naungan hidayah ilahi. Sedang orang yang berbuat salah dan khilaf disebabkan adanya niat dan kesempatan. Niat berbuat jelek ada namun bila kesempatan tidak ada tidak akan terjadi. Begitu juga bila kesempatan ada hanya niat sama sekali tidak ada maka juga tidak terjadi kejahatan.
Penjara sebagai tempat orang hukuman. Orang yang berbuat salah setelah melalui proses pengadilan akan akan ditempatkan di penjara. Sebagai balasan atas kesalahan yang diperbuatnya. Di sini diharapkan terhukum bisa mawas diri dan tidak akan mengulangi perbuatannya. Lalu apakah setelah di penjara orang akan menjadi baik atau akan bertambah cerdas tingkat kejahatannya? Jawabannya bisa ya bisa tidak. Ya, apabila di penjara bisa mengakui kesalahan dan khilaf yang diperbuat, memperbaiki diri dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat, mendekatkan diri Kepada Allah dengan menjalankan sholat dan ibadah yang lain. Tentunya dilaksanakan di masjid atau mushola penjara dengan ada pembimbing yang ikhlas untuk proses penyadarannya. Namun bisa juga sebaliknya, karena satu sel dengan satu profesi penjahat maka akan bertambah lihai dalam melakukan operasi kejahatannya. Sehingga selesai menjalani hukuman bukan bertambah baik malah meresahkan masyarakat. Jadi penjara belum bisa sebagai penyembuh mental, karakter, dan perilaku si terhukum. Lalu bagaimana caranya?
Menarik apa yang disampaikan Professor Imam Suprayogo mengenai penjara alternatif. Penjara di buat di tengah-tengah pulau atau di tengah hutan yang luasnya bisa berhektar-hektar dengan sarana pendukung pertanian, perkebunan, sarana profesi lain dan tentu saja ada sipir dan pembimbing khusus. Terhukum di minta bekerja sesuai keahliannya sehingga setelah keluar akan bisa sehat seperti orang keluar dari rumah sakit. Pembimbing rohani bertugas memperbaiki mental dan perilaku bisa dengan terapi sholat di masjid, dzikir dan lainnya. Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar