Hari Jumat kemarin, 26 Pebruari 2010 saya mengantar isteri ke rumah teman sekaligus senior waktu di pesantren darul muta’allimin kertosono di Wilangan Nganjuk. Ia di minta untuk memberikan ceramah maulid di sana. Setelah melihat jadwal ada waktu saya berangkat bakda sholat jumat di masjid sebelah rumah. Ini saya lakukan sebagai bentuk penghargaan bagi isteri karena memang dunia aktivis adalah dunianya sejak di pondok diteruskan hingga kuliah S1 dulu. Menurut referensi yang saya baca, suami tidak boleh menghentikan aktivitas isteri sebelum menikah. Misalnya bekerja atau melanjutkan kuliah. Senyampang itu tidak menyalahi adat dan ajaran agama yang dianut bahkan dianjurkan untuk mendukungnya. Alangkah indahnya pendapat imam hanafi ini. Suami dan isteri dianjurkan seperti hal di atas. Isteri mendukung aktivitas suami begitu juga sebaliknya. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa dibelakang seorang tokoh pastilah ada seseorang yang berada dibelakangnya. Hal ini dicontohkan oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW, beliau bisa melaksanakan dakwah dengan berhasil karena dibelakang beliau ada Ibu Khodijah yang dengan setia mendukung perjuangan beliau. Dengan harta, kasih sayang, motivasi dan bahkan hidup beliau dicurahkan untuk keberhasilan dakwah sang suami. Tercatatlah dalam sejarah bahwa Ibu Khodijah adalah sahabat perempuan pertama yang masuk islam dan Nabi sendiri dawuh bahwa isteri beliau yang sangat beliau cintai dan tidak ada yang bisa menggantikan kedudukannya. Sebagai bentuk penghargaan, Beliau tidak menikah dengan perempuan lain selama menikah dengan Ibu Khadijah. Berdasarkan hal tersebut Habib Lutfi Pekalongan senantiasa mengadakan haul Ibu Khodijah Ummul Mukminin setiap tahun.
Proses mengantar isteri tadi juga karena merasa saya merasa berhutang banyak dengannya. Sekarang kami di karuniai putra 3 yang lucu-lucu. Dan ia sudah mendampingi saya ketika dulu belum punya apa-apa hingga sekarang ini. Sekedar yang bisa saya lakukan untuknya.
Sebelum sholat jumat, saya membaca novelnya Habiburraman el syirazy, pudarnya pesona cleopatra. Disana ada kisah menarik seorang suami yang mengacuhkan isterinya, Raihana seorang lulusan terbaik dari kampusnya, cantik dan hafal al-Qur’an. Ia melayani suami dengan pengabdian dan pengorbanan. Si suami tidak merasakan cinta karena merasa pernikahannya adalah perjodohan ibunya ketika ia masih di kandungan akan dijodohkan dengan anak temannya satu pesantren dengannya. Setelah pernikahan sekian lama ternyata keadaan tidak berubah. Tapi si isteri, Raihana tetap memberikan pengabdian yang tulus kepada sang suami. Tibalah saatnya, setelah hamil 6 bulan ia pamit untuk tinggal di rumah ibunya. Dan sang suami dengan senang mengantarnya dan merasa ia telah bebas karena tidak bertemu lagi dengan orang yang membuatnya kesal. Sudah dua bulan ia tinggal sendirian di rumah kontrakan. Waktu mengikuti pelatihan dosen, ia bertemu dengan teman alumni dari mesir. Ia menceritakan betapa sengsaranya ia beristeri gadis mesir. Gadis titisan cleopatra memang cantik namun tidak memberikan kebahagiaan hidup. Ia memilihnya karena pertimbangan cantik saja bukan ilmu dan agamanya. Ternyata isterinya yang telah memberinya tiga anak meninggalkannya di Medan setelah berselingkuh dengan temannya di Mesir dan menggugat cerai dirinya. Lalu ia memberi selamat kepadanya karena ia telah memilih gadis jawa yang salehah dan hafal al-Qur’an. Meledaklah keharuan dalam hatinya. Betapa isterinya sangat mencintainya walau ia mengacuhkannya dan tidak imemuliakannya. Ia merasa berdosa dan secepatnya ingin menemuinya. Ketika pulang ditemukannya diary harian isterinya yang menunjukkan bahwa isterinya begitu sayang pada suaminya. Dan merasa bersalah atas pernikahan ini. Dan memohonkan doa kepada Allah semoga suaminya sadar dengan cara Allah sendiri. Namun nasi sudah menjadi bubur. Ketika ia tiba di rumah mertua dikabari bahwa isteri dan bayinya tidak bisa diselamatkan lagi. Telah meninggal karena terjatuh di kamar mandi. Hancurlah hatinya. Ketika cinta telah bersemi dan akan menebus dosa karena perlakuannya ternyata Allah berkehendak lain.
Cerita novel ini sangat baik. Sebagai pembangun jiwa bagi pembacanya yang muslim bahwa isteri adalah bagian dari kehidupan. Maka tidak boleh mengacuhkannya, harus memuliakan dan menghormatinya. Maka sebagai rasa hormat kepadanya, saya mengantarkan isteri naik sepeda ke Wilangan yang jaraknya lumayan jauh perjalanan selama satu jam lebih. Apalagi ibu mertua memintaku untuk mengantarkannya.
Alhamdulillah tiba di lokasi dengan selamat dan di sambut tuan rumah dengan ramah dan diajak bincang-bincang dengan enak sambil makan hidangan yang disediakan dan diletakkan di meja. Juga bertemu dengan takmir masjid setempat. Orangnya sudah sepuh tapi saya lihat punya pendirian yang kuat. ia memperkenalkan diri sebagai santri K Zainuddin Mojosari, salah seorang waliyullah. Pembicaraan menjadi nyambung, setelah saya memperkenalkan diri juga termasuk cucu santri dari K Zainuddin. Karena saya termasuk santri dari K Ghozali Pandanasri yang menjadi santri kinasih Pondok Mojosari. Ketika saya dipersilahkan untuk menyantap makananan saya bilang mohon maaf saya libur. Lalu dengan santun beliau bilang kalau ada sesuatu yang baik tidak usah diberitahukan kepada orang lain karena akan hilang barokahnya. Maksud hati mengatakan seperti itu dengan harapan agar tuan rumah tidak tersinggung tapi ternyata kurang benar. Mungkin beliau juga benar karena beliau sudah banyak makan asam garam kehidupan. Dan bahkan saya dianjurkan untuk berpindah tempat karena makanan sudah dihidangkan lalu saya menurutinya juga untuk keluar ruangan. Ternyata tuan rumah paham lalu mengikuti dan diajak ngobrol. Subhanallah. Saya menemukan hal yang baik dalam kehidupan ini. Setelah tugas isteri selesai, kami pamit kepada semuanya dan merasa banyak hikmah bisa kami ambil sehari kemarin.
Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar