Dalam teori fungsional sosial mengatakan bahwa sesuatu akan tetap bertahan bila fungsinya masih bisa berjalan. Begitu juga. Nahdlatul ‘ulam sebagai ormas keagamaan sunni terbesar akan tergerus kapasitas dan fungsinya manakala melupakan tujuan utama berdirinya. Melupakan melayani kebutuhan umatnya (ngopeni), memberi manfaat kepada umat bukan malah meminta dilayani umatnya.
Ini tantangan bagi NU. Karena sudah lama terlena menjadi mayoritas dan memiliki hak-hak istimewa ketika ada hajatan di negeri ini. Karena di luar sana ada kelompok baru yang sangat rajin ngopeni umat NU. Katakanlah HTI, PKS, kelompok usroh, islam jamaah atau ldii, jamaah tablig. Yang lebih dominan dari para pendatang baru itu adalah PKS. Yang semula berembrio dari kampus lalu menyebar ke kantong-kantong nahdliyin. Dengan berpura-pura seperti orang ahlussunnah tapi sebagai live servise saja. Ketika ada hajatan pemilu saja. Namun sebenarnya membawa gerakan dari timur tengah yakni ajaran wahabi yang tektualis berseberangan dengan arus utama umat islam di indonesia. Yang bermula dari ormas, pks lalu menjelma menjadi partai keadilan pada pemilu 1999 dan menjadi partai keadilan sejahtera di pemilu 2004. perkembangan partai ini begitu pesat sehingga menggerahkan dua ormas islam terbesar di indonesia. Yakni Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
Tantangan NU kedepan akan bertambah berat karena ada partai Islam yang berganti paradigma menjadi partai tengah yakni PKS. Untuk target pemilu 2014 menjadi partai terbesar, PKS merubah paradigmanya menjadi partai nasionalis religius. Hal ini sebagai keputusan dari MUNASnya yang dilaksanakan pada pertengahan Juni 2010 di Jakarta. Sebagai konsekuensinya akan membentuk tim tersendiri untuk menggarap pemilih dari NU dan Muhammadiyah.
Hal di atas adalah tantangan di bidang politik. Lalu bagaimana partai politik yang berkultur NU?selama ini yang identik dengan hal ini adalah PKB dan PKNU. PKB sendiri masih belum solid. Suara hasil pemilu terus turun dalam perhelatan pemilu dari tahun 1999, 2004 dan 2009. sekarang saja hanya mendapat dalam kisaran 5%. Semoga saja partai-partai tersebut bisa solid dalam menghadapi pemilu mendatang dan lebih bermanfaat bagi nahdliyin.
Sesuai hasil muktamar di Asrama Haji Sudiang Makassar tahun ini semoga NU yang dinahkodai duet Dr. KH Sahal Mahfudz dan Prof. Dr. Said Aqiel Siraj bisa mengembalikan ruh NU untuk ngopeni umat, memperdayakan pesantren, sosial dan dakwah. Sehingga nahdliyyin lebih merasa diopeni. Daripada diopeni orang lain. Lebih baik diopeni oleh pengurusnya sendiri. Tentu saja tanpa mengurangi program NU yang sukses di kepengurusan sebelumnya.
Bila hal tersebut terealisasi maka nahdliyin tidak akan berpaling melirik organisasi lain yang kelihatan menjanjikan. Diakui memang banyak kader NU profesional yang berpindah haluan hanya karena tidak diperhatikan oleh bapaknya. Inilah sebenarnya potensi. Potensi mereka itu seharusnya diberdayakan untuk kemajuan NU di masa depan. Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar