Jumat, 14 Mei 2010

Pemimpin

Ada perbedaan antara pejabat dan pemimpin. Dalam kehidupan sehari-hari, anggota masyarakat akan bias mengenali dengan mudah perbedaan ini. Contoh saja kepala desa. Sebelum memangku jabatan kepala desa harus ada surat keputusan dulu dari atasan. Misalnya dari bupati pada kabupaten atau kota tempat ia tinggal. Setelah sk turun maka dipersiapkan untuk upacara pelantikan. Yang melantikpun bukan orang sembarangan tetapi pejabat di atasnya juga. Dengan memakai baju kebesaran atau pakaian khusus. Oleh karena pelantikan adalah acara resmi maka pejabat yang melantik, yang dilantik dan undangan juga memakai pakaian khusus. Bisa juga menggunakan baju safari. Setelah dilantik pejabat baru ini menjalankan tugas, pokok dan fungsi yang kaku. Karena sudah banyak aturan yang harus dipahami dan dilaksanakan. Bila tidak sesuai maka dikatakan melanggar. Sehingga praktis apa yang dikerjakan selama menjabat kering akan kreativitas, inovasi dan pengembangan. Tidak ada keberanian yang berarti untuk keluar dari situasi ini. Alih-alih untuk kesejahteraan stakeholder, pengembangan lembaga yang menjadi tanggungjawabnya. Mungkin yang bisa dilakukan adalah menghabiskan anggaran dipa tanpa memberi nilai tambah yang berarti. Sehingga pak imam suprayogo menilai hal tersebut sebagai pejabat yang kaku, rigid dan tidak maju. Tipe seperti ini tidak akan memberi kemajuan pada lembaga. Sehingga ketika beliau memimpin stain malang lalu uiis lalu uin maliki malang maka beliau mengambil langkah menerabas, memotong, bergerak secepat burung terbang. Dengan mengesampingkan aturan kaku yang membelenggu. Hal ini dilakukan karena situasi diharuskan seperti itu. Dianalogkan dengan situasi perang. Karena situasi seperti itu maka dibutuhkan strategi yang luar biasa untuk menyelamatkan diri dan menang. Akhirnya dalam tempo 4-5 tahun stain malang langsung bisa berubah menjadi uin pada tahun 2004.presetasi yang luar biasa. Dan mulai tahun ini sudah menerima menerima mahasiswa dari luar negeri yang berarti uin maliki sudah menjadi perguruan tinggi internasional. Turut bangga kita sebagai insan departemen agama bahwa ada perguruan tinggi islam di sekitar kita yang bisa mencapai prestasi seperti itu. Dan satu lagi ciri pejabat adalah biasa memakai baju safari. Kemana-kemana memakai pakaian itu. Lha kalau ada orang biasa yang memakai baju safari berarti sok seperti pejabat.
Terus bagaimana pemimpin. Terkadang pemimpin tidak perlu sk apalagi dilantik. Ya, alamiah saja. Yang mentasbihkan dirinya menjadi pemimpin ya anggota karena merasa di ayomi, dicerahkan, disejahterakan dll. Seperti pak kiai. Untuk menjadi pemimpin tidak butuh pengakuan dari orang lain tetapi yang dibutuhkan adalah pengorbanan dan perjuangan. Kita tengok dari contoh kasus pondok pesantren. Pak kiai dalam mendirikan dan mengelola pondok pesantren tidak menerima bantuan dari siapapun. Atau pemerintah sekalipun. Tapi dari kocek beliau sendiri. Harta beliau disisihkan untuk membesarkan lembaga tanpa pamrih. Untuk bisa bermanfaat bagi orang lain, mencerdaskan generasi anak bangsa tanpa berfikir mau dapat imbalan apapun. Kalau semua lembaga pendidikan mempunyai pemimpin tipe seperti ini maka akan besarlah lembaga itu. Tanpa menggantungkan dari besarnya dipa yang diperoleh. Anggaran habis tanpa memberi nilai tambah.
Wallahu a’lam bi al-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar