Sabtu, 27 Maret 2010

Ngono Yo Ngono Tapi Ojo Ngono

Dalam budaya Jawa ada anggapan yang berkembang di Masyarakat bahwa bila salah satu anggota masyarakat yang melampaui batas kesusilaan maka akan di tegur oleh tetangganya atau orang yang lebih tua. Ini tampak ada kepedulian dari yang lain. Memang masyarakat Jawa masih memegang tradisinya. Karena bila sudah tidak ada yang berpegang teguh dengant tradisi tunggu saatnya saja untuk hilang dari peredaran. Tegurannya memang kelihatan sepele. Hanya ungkapan ngono yo ngono tapi ojo ngono.
Beberapa waktu yang lalu seingat saya hari Kamis. Waktu menunjukkan pukul 12.30 sudah waktunya bel pulang berbunyi. Seorang guru perempuan tergopoh-gopoh menuju ruang guru dan memberitahukan bahwa salah satu ruang kelas keadaan meja kursinya berserakan dan berantakan. Kejadian ini terjadi di suatu madrasah tsanawiyah negeri di kabupaten N. jumlah rombongan belajar ada 13. terdiri atas 4 rombel kelas 9, 4 rombel kelas 8 dan 5 rombel untuk kelas 7. kejadian itu dilatarbelakangi bahwa madrasah terutama guru-guru mata pelajaran Matematika, IPA, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia serta IPS mengikuti program MEDP. Setelah beberapa waktu para guru tersebut ngangsu kawruh di tempat pelatihan di bawah pengawasan instruktur yang ditunjuk maka tibalah dipraktekkan dalam kbm. Semua siswa yang diajar menggunakan metode baru yang lebih menarik. Siswa tertarik untuk belajar dan guru tekun juga untuk mengajar. Dengan pembelajaran berpusat pada siswa atau lebih dikenal dengan student centered. Pembelajaran di desain sedemikian rupa sehingga tampak joyfull. Dengan siswa menghasilkan produk sendiri-sendiri. Lalu dipajang di mading. Sehingga semuanya bias mengetahui hasilnya. Karya bias berbentuk individual atau juga kelompok. Masing-masing mempunyai nilai lebih.
Dari karya-karya itu ada yang dibawa ke pameran di sebuah hotel di kota. Namun karena keterbatasan tempat sehingga ada yang tidak terbawa. Kejadian ini yang menjadi mula permasalahan. Beberapa kelompok siswa terutama yang perempuan membuat ulah. Merasa tidak puas lalu meja kursi yang tertata rapi di porak porandakan sedemikian rupa. Kayak di sinetron remaja yang ada di tv saja. Sinetron itu ditanggapi banyak kalangan yang kurang mendidik. Karena setting memang sekolah dan remaja namun isinya berkisar percintaan dan kekerasan. Bagaimana nasib generasai muda ke depan kalau pemirsanya di cekoki hal-hal yang kurang mendidik. Hal ini diperparah dengan rating pemirsa tv yang terus naik. Dan ditayangkan pada prime time. Secara tidak sengaja saja mengadakan survey terhadap siswa dua kelas yang saya ajar. Survey tentang aktivitas harian atau yang biasa dikenal dengan daily activity. Sebagai implementasi sifat-sifat wajib para utusan Allah. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa rasul mempunyai sifat wajib sidiq, amanah, tabliq dan fatonah. Praksis dari amanah ini adalah manusia diberi waktu yang sama yakni 24 jam sehari. Dan dikaruniai dengan banyak hal salah satu diantaranya adalah kelenkapan anggota tubuh. Disbanding siswa yang bersekolah di slb atau sekolah inklusi, kita wajib bersyukur memanfaatkan karunia yang telah di berikan itu. Salah satunya dengan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Dari situ terlihat bahwa banyak siswa yang belum teratur manajemen waktu hariannya. Ada memang yang sudah teratur dalam melaksanakan ibadah harian terutama sholat fardhu. Tapi mengenai pengembangan kepribadian misalnya sholat sunah, tadarus al-Qur’an, mengaji kitab kuning tidak terlihat yang menonjol. Dalam arti sangat sedikit yang melakukannya. Yang diluar dari perkiraan semula adalah banyak yang menomorsekiankan membaca buku pelajaran atau yang biasa kita anggap sebagai belajar. Ada yang membaca buku tapi saya lihat porsinya hanya 30 menit. Itupun dilakukan setelah sholat magrib. Lalu melihat tv sampai pukul 21.00 bahkan ada yang sampai pukul 21.30 WIB.
Melihat kenyataan ini kita patut mengelus dada. Ini banyak pekerjaan rumah bagi orang tua dan guru-guru semua. Kembali lagi berkaitan dengan ketidakpuasan siswa tadi. Ada masukan bahwa di kelas itu ada dua kelompok perempuan atau gaulnya dinamai geng. Ya geng siswi. Kok sama dengan geng nero yang melakukan pengeroyokan siswi karena rebutan pacar lalu di abadikan dengan kamera hp yang terjadi di Jawa Tengah beberapa waktu yang lalu dan berlanjut di ranah hukum. dari hasil wawancara dan investigasi yang dilakukan memang ada dua kelompok yang bersaing namun masih dalam tahap wajar. Walaupun ada juga guru yang melihat bahwa kelompok ini kalau sore hari sepulang dari sekolah sering ada ketemuan dengan siswa dari sekolah lain dan tidak menggunakan jilbab sebagai identitas seorang siswi. Ini juga perlu perhatian semua pihak juga. Endingnya ada ketidak puasan siswa karena karya tidak bias mejeng di arena pameran di kota tapi ada keluhan siswa juga yang disampaikan yakni guru memberi penjelasan yang lebih utuh agar siswa paham akan tugasnya. Karena melaksanakan tugas itu ada alat rumah tangga yang baru dibeli dan digunakan untuk mengaduk kertas agar menjadi bubur rusak. Oleh karena kita tinggal di Jawa yang kaya akan norma dan tradisi, para guru hanya bias berujar ngono yo ngono ning ojo ngono. Karena masih ada saluran yang bias dilakukan untuk menunjukkan ketidakpuasan. Wallahu a’alm bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar