Kampus STAIM, 15 Mei 2010
Pada hari Sabtu, 15 Mei 2010 jam 08.00 WIB saya di bel dari Kampus STAIM bahwa saya diminta datang secepatnya ke kampus untuk mengikuti acara diklat metodologi penelitian yang diberikan oleh Prof. Dr. H. Sunarto, M.Sc. beliau adalah guru besar Universitas Negeri Surabaya mengajar saya mata kuliah metodologi penelitian dulu ketika menempuh S2 di kampus ini. Jadi kali ini bertemu lagi dengan beliau. Beliau masih saja energik walau sudah berusia 71 tahun. Pendidikan beliau ditempuh di Amerika Serikat ketika mengambil magister dan di Universitas Negeri Yogyakarta ketika menempuh program doktor.
Di kampus memang masih terasa bahwa budaya akademik masih kurang diperhatikan. Budaya disini merujuk dari tri dharma perguruan tinggi. Dimana kampus berada dan dibangun dari tiga hal yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakata. Ini bisa juga disebabkan karena tidak ada anggaran untuk penelitian. Ataupun kalau ada masih sangat minim. Pihak lembaga bila ditanya tentang hal ini karena anggaran masih digunakan untuk melengkapi sarana prasarana atau gedung perkuliahan. Atau juga keinginan dosen untuk meneliti masih kurang. Intinya masih banyak hal untuk menumbuhkan semangat untuk meneliti. Padahal sekarang ini ada program sertifikasi dosen swasta. Dosen diberi tunjangan untuk meningkatkan kesejahteraannya dengan harapan kinerjanya meningkat. Parameter ini diantaranya rajin mengajarnya, meneliti, menulis buku dan jurnal, dan menyampaikan gagasannya di media. Jadi kalau meminjam bahasanya Pak Nur Syam bahwa dosen harus rajin menulis. Makanya dosen diharapkan belajar menulis sejak sekarang. Begitu juga bagi pendidik lainnya, guru. Guru juga ada program sertifikasi. Maka perlu juga dibudayakan kegiatan menulis. Menulis apa saja, bisa buku ajar, lembar kerja siswa, modul, bahan ajar, penelitian tindakan kelas atau meresensi buku. Apakah hal ini sudah terjadi di lingkungan madrasah kita? Kita sendiri yang tahu jawabannya. Sebenarnya diam-diam di negeri kita ini ada revolusi. Ya revolusi pendidikan. Guru, dosen, guru besar dan pengawas mendapatkan tunjangan satu kali gaji. Sedangkan untuk guru besar mendapat tunjangan kehormatan sebesar tiga kali gaji. Dengan harapan kualitas pembelajaran dan kinerja bisa meningkat. Karena merekalah yang berada di garda depan di depan siswa dan mahasiswa. Kualitas peserta didik secara tidak langsung di tangan mereka. Makanya perlu intervensi agar kesejahteraan mereka meningkat. Bila sudah meningkat maka dalam bekerja bisa fokus tidak nyambi ngajar di mana-mana. Pembelajaran akan berkualitas. Siswa betah belajar begitu juga gurunya. Sehingga dimungkinkan dapat menambah wawasan dengan membeli buku, studi lanjut, langganan jurnal profesi, sehingga secara berkelanjutan karier akan meningkat. Karena wawasan dan jaringannya meningkat.
Pemberian tunjangan profesi sebagai konsekuensi kedudukan guru diakui sebagai profesi sebagaimana pengacara, dokter, akuntan dan lainnya sebenarnya telat dibanding adanya undang-undang perlindungan binatang langka. Walau terlambat, alhamdulillah masih ada perhatian. Berkaitan antara budaya dan peningkatan kinerja memang ada hubungannya. Menumbuhkan rasa kebersamaan antar civitas akademik mulai dari pimpinan sampai tukang sapu, menumbuhkan budaya religius juga perlu pembiasaan. Dan ini di mulai dari pimpinan. Budaya religius bisa berupa sholat berjamaah setiap waktu sholat fardhu. Ketika kegiatan pembelajaran berjalan. Misalnya ketika sholat dhuhur dan ashar. Begitu juga puasa senin kamis seluruh civitas akademik, khataman qur’an di akhir bulan, ataupun riyadhah akbar yang secara bersama-sama melakukan hal itu untuk mencapai cita-cita bersama. Kalau budaya sudah terbentuk maka akan mudah dalam mencapai visi dan misi lembaga. Serta hal itu menjadi harapan yang diidam-idamkan semua pihak. Lalu siapa yang akan memulai ke arah sana? Pimpinan lembaga pendidikan mana yang mau memulai hal tersebut? Daripada menyalahkan siapa-siapa, ya dosen sendiri yang masih punya hati nurani untuk memulai belajar meneliti.
Penelitian kualitatif ini adalah suatu pendekatan. Dengan ciri setting alami tidak merubah keadaan. Maksudnya bahwa keadaannya tidak dibuat-buat. Kondisinya wajar, suatu yang kompleks. Peneliti sebagai instrumen kunci, induktif, deskriptif, meaning (pemaknaan) dan ditekankan pada proses. Proses untuk memperolehnya. Bukan hasilnya.
Bila pendekatan kuantitatif memiliki ciri numerikal, variabel sebagai subjek, penelitian pada sampel dan generalisasi ke populasi.
Misalanya ada Surat kertonegoro IV dianalisa oleh ahli ekonomi, maka jadinya dilihat dari sisi ekonomi.
Kualitas penelitian bahkan disertasipun tidak tergantung jenis ukurannya. Ini tergantung toolnya. Bila cukup menggunakan prosentase ya prosentase saja, tidak harus menggunakan multivariat, anova dan lainnya. Ada buku yang menurut beliau jarang dipakai pendapatnya tentang besarnya jumlah sampel. Yakni buku penelitian dengan judul Penelitian ilmiah ditulis oleh winarno surahmat dan suharsimi arikunto. Tidak harus sampelnya ditentukan jumlah berapa persen namun perlu disampling sesuai dengan besarnya peluang yang ada.
Penelitian di Indonsia masih berkutat pada penelitian terapan. Yang termasuk penelitian Non eksperimen: studi kasus, penelitian tindakan, penelitian pustaka, penelitian pengembangan, penelitian kebijakan, penelitian evaluatif (evaluasi program rsbi, fulday school)
Kajian teoritik kurang, bacaan referensi kurang. Sehingga untuk penelitian setingkat disertasi pps iain sunan ampel mengharuskan referensi minimal 250 judul.
Mengatasi masalah:
- penetapan masalah, tawarkan ke calon pengguna melalui seminar
penelitian belum dapat dilaksanakan sebelum disetujui pembimbing.
Inti proposal:
-pendahuluan
- kajian pustaka
- metode penelitian
Analisis data penelitian kualitatif perlu mempelajari content analysis.
Kajian terdahulu diletakkan di latar belakang. Kajian yang belum maka penelitian ini akan meneruskan. Deretan ilmu yang sejenis.
Kajian pustaka, konsep teori pendapat pengalaman. Literal review. Bisa berupa undang-undang, konsep, teori, kebijakan, teoritical framework.
Landasan teori: literature of review, kajian pustaka.
Pendekatan campuran: buku murai thomas, blanding
Referensi internet: www........
Manajemen atau strategi: moving class.
Rumusan masalah: akar masalah, pertanyaan harus berkaitan dengan akar masalahnya. Bila dijawab akan menjawab akar masalah.
Desain harus jelas, harus fix.
Paparan dan analisis digabung. Lalu ada namanya pembahasan menggiring ke arah kesimpulan. Berdasarkan analisis data. Ada temuan sampingan, bahwa ditemukan beberapa pendapat.....lalu dikomentari.
Diskusi pada disertasi pendapat 1,2, 3 sedang penulis mengikuti pendapat 2 dengan alasan.....
Penelitian s3, harus universal. Tidak boleh plagiat. Kekurangan doktor indonesia adalah kemampuan komunikasi yang kurang. Kemampuan berbahasa dikembangkan. Dalam arti kebanyakan doktor kita hanya fasih dalam bahasa Indonesia. Sebenarnya referensi kita ada di bahasa Inggris dan Arab. Pengalaman studi di Amerika seperti disampaikan Pak Syafiq Mughni, bila mahasiswa mengambil program doktor harus mempelajari 3 bahasa asing selain bahasa ibu. Sehingga beliau ketika itu mengambil bahasa Inggris, Arab dan Rusia. Kebetulan kajian yang diambil banyak referensinya dari bahasa Rusia. Hasil penelitian disertasi ditentukan dari keakuratan, dan keaslian sangat dituntut. Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa semua penelitian dalam kategori signifikan hanya saja ada toleransi kesalahan di bidang sosial sebesar 5% dan di bidang eksak sebesar 1% karena ada hitungannya. Mungkin ini dulu, waktunya tidur. Besok waktunya kerja.
Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar