Senin, 01 Februari 2010

BERKHAYAL

Madrasah yang baik dan layak memang sebaiknya menyediakan sarana dan prasarana yang memadai. Labolatorium bahasa, labolatorium IPA, labolatorium TIK, perpustakaan yang memadai baik buku dan mekanisme peminjaman yang baik, toilet bagi siswa dengan rasio 1 toilet berbanding 40 siswa begitu juga toilet untuk guru dan karyawan, kantin yang sehat, ruang pertemuan yang memadai, media pembelajaran yang memungkinkan siswa mendapatkan pelajaran dengan menyenangkan. Rasio ruang kelas yang memadai. Menurut aturan rasio siswa MI/SD perkelas 28 siswa, siswa MTs/SMP 32 siswa perkelas. Lapangan olahraga yang memadai begitu juga Hal tersebut juga menjadi sarana dan prasarana minimal yang perlu disediakan mengingat peraturan juga mengharuskan demikian. Lalu mungkinkan madrasah kita seperti yang diangankan?

Kebersihan
Masalah kebersihan sangat dianjurkan dalam agama kita. Dalam kajian kitab kuning atau kitabus shofro’ dinamai thoharoh. Dan biasanya menjadi bab awal dari kitab fiqh. Ada kemungkinan dalam benak para mualif kitab bahwa masalah kebersihan ini harus diketahui terlebih dahulu oleh umat sehingga menjadi sah dan diterimanya ibadah yang kita lakukan. Penulisan kitab mu’tabaroh ini dilatarbelakangi dari dalil-dalil nash yang terdapat dalam al-Qur’an misalnya dalam surat 9: 108 dan hadith nabi yang menyebutkan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Jadi perilaku kebersihan tidak hanya sebaggai tanda keimanan seseorang namun lebih dari itu bahwa perilaku bersih atau hidup bersih termasuk bagian iman itu sendiri. Sehingga ada yang membagi kebersihan menjadi dua yakni kebersihan pribadi dan masyarakat.
Lalu apa kaitannya antara kebersihan dan lembaga pendidikan seperti madrasah?seperti diketahui pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk meningkatkan potensi yang ada pada dirinya sebagai anugerah yang diberikan Allah SWT. Bila potensi ini dikembangkan sedemikian rupa maka terbentuklah budaya lalu meningkat lagi menjadi peradaban. Sangat diharapkan output dari madrasah adalah lulusan yang menjadi dirinya sendiri dan mengerti bahwa dirinya juga manusia yang harus memanusiakan juga orang lain. Dengan pembiasaan hidup bersih di madrasah diharapkan terpatri dalam diri siswa bahwa kebersihan menjadi bagian dari kehidupan sehingga tidak canggung lagi atau acuh untuk mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pernah dulu ketika menjadi siswa, toilet madrasah jorok. Air di bak tinggal sepertiga itupun sudah sekian lama tidak dikuras, keadaan toilet tidak enak dipandang sehingga tidak nyaman bila masuk ke dalamnya. Mau masuk karena terpaksa. Setelah diangan-angan mungkin pada waktu itu anggaran untuk menjaga kebersihan minim atau tidak ada karena guru gttnya sangat banyak bahkan hampir 2/3 dari keseluruhan guru sehingga anggaran tersedot untuk hal tersebut. Namun sekarang kelihatannya sudah berubah. Banyak guru yang sudah diangkat menjadi pns, akankah nasib kebersihan madrasah masih seperti 15 tahun lalu?
Ada kekhawatiran yang terpatri dalam benak siswa bahwa ajaran Islam itu mulia, baik tentang kebersihan. Namun dalam implementasinya madrasah sebagai wahana implementasi sendiri tidak membudayakan hal seperti itu? Maka akan terjadi kontradiksi dalam diri siswa. Lalu yang ditakutkan, ya seperti itu yang namanya Islam. Dan memori tersebut dibawa si siswa sampai dewasa. Kalau itu yang terjadi maka gagallah tujuan adanya madrasah.
Sangat perlu kiranya, difikirkan bagaimana menghilangkan anggapan yang sudah terpatri di benak masyarakat kalau madrasah itu masih seperti itu. Perlu diluruskan bahwa madrasah juga bisa menyamai dengan sekolah bonafid bahkan lebih unggul.
Masalah pembiasaan kebersihan di madrasah seharusnya menjadi agenda mendesak. Semua civitas akademik perlu bahu membahu untuk menjalankan tugas ini. Mulai dari pembiasaan menyapu kelas bagi piket siswa, lalu membuang kotoran pada tempatnya. Tidak seperti sekarang, sampah masih menumpuk di depan pintu masuk kelas. Dan baknya terbuka lagi. Kayaknya kok tidak pantas. Hal semacam itu semoga tidak terjadi lagi di semua tempat termasuk di ruang guru. Maka perlu kepedulian dari guru. Misalnya kalau mau masuk kelas, ada sampah yang menumpuk lalu meminta siswa yang piket untuk membereskan sampah ke pembuangan. Apalagi pembuangan sudah disiapkan.

sarana prasarana
Kalau gedung untuk proses pembelajaran sudah terpenuhi maka perlu difikirkan peralatan pendukung. Misalnya jumlah ketersediaan meja, kursi siswa. Dan peralatan yang lain. Bila kurang mungkin bisa memperbaiki meja dan kursi yang ada di gudang. Daripada kurang akan mengganggu kenyamanan siswa dalam belajar, menunggu pesan baru mungkin anggaran juga terbatas. Bisa memesan tapi masih dalam tempo yang lama padahal kebutuhannya sekarang dan sudah tidak bisa ditunda lagi.
Bila ada tempat tapi belum maksimal fungsinya maka perlu dicarikan jalan keluar. Misalnya, labolatorium komputer hanya bisa menampung dua puluh siswa padahal tiap kelas jumlahnya 40 maka perlu ditambah kapasitasnya agar proses pembelajaran bisa maksimal. Begitu juga ruang media. Peralatan komputer, lcd, ohp sudah ada. Hanya saja kurang meja dan kursi. Maka perlu juga difikirkan bagaimana mendapatkan peralatannya. Bila labolatorium fisika, biologi jarang dipakai maka perlu sekali di sambangi siswa. Biar ayat-ayat yang sudah dihafal mengenai ilmu pengetahuan tidak melangit tetapi perlu dibuktikan dengan percobaan-percobaan empiris di labolatorium.
Ada pengalaman yang mengasyikkan ketika dulu masih di madrasah aliyah. ada pelajaran di labolatorium tentang membuktikan zat hijau daun atau clorofil. Ada rasa ingin tahu, bagaimana menggunakan alat-alat laborat, ada yang diteliti ada kerjasama dengan teman dll. Sayangnya hanya sekali itu terjadi, lalu gedung laborat dibuat ruang kelas karena siswa membludak, gurunya mutasi ke surabaya ya sudah. Tinggal kenangan. Semoga hal itu tidak terjadi lagi pada madrasah sekarang. Semoga.
Wallahu a’alm bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar