Selasa, 12 Januari 2010

Santri ke Harvard?

Ada seorang santri dari Pondok Tremas Pacitan yang menjadi mahasiswa di Harvard Law School. Ya, dari Tremas Pacitan. Saya tahun 2004 pernah ke sana. Ketika itu ada program yang saya jalankan di sana. Jadi kebetulan saja ke sana. Dan ketika itu saya punya teman yang rumahnya dekat pondok Tremas. Saya melihat sepintas dari luar, pondok Tremas seperti pondok yang lain. Dan kalau tidak salah juga pengasuh pondok, Gus Lukman lebih suka menggunakan nama pondoknya dengan perguruan Islam bukan pondok pesantren. Dan pengasuhnya dipanggil Mbah Guru. Tapi ini perlu diteliti lagi.
Saya tahu nama Prof. K. Yudian Wahyudi, Ph.D dari hasil membaca tulisan di blognya Prof. Dr. Imam Suprayogo. Prof. Imam menyebutnya sebagai teman dekat, dan sangat bangga sebagai santri dari pondok Tremas. Karena dari menjadi santri bisa mengantarkannya menembus Harvard University. Sunggu luar biasa. Dan ini masih jarang seorang santri bisa menembus kesana. Subhanallah. Memang pondok tremas, namanya tidak diragukan lagi. Menelurkan banyak kiai besar di negeri ini. Seperti kiai munawwir krapyak jogya, kiai maksum lasem, kiai hamid pasuruan. Juga yang menjadi pejabat seperti prof. Mukti ali menjadi menteri agama, yang sekarang menjadi guru besar di uin jogja adalah yudian wahyudi dan musa asy’ari. Dan masih banyak yang lain. Bahkan salah satu pengasuhnya ada yang mukim di Mekkah menjadi ulama di sana dan menjadi guru dari beberapa kiai besar di negeri ini. Tercatat kiai hasyim asy’ari, kiai bisri syansuri, kiai wahab hasbullah dan juga kiai ahmad dahlan pendiri muhammadiyah juga pernah berguru kepada beliau.
Dilihat dari letak Tremas Arjosari memang daerah terpencil. Pacitan adalah kabupaten paling ujung dari propinsi jawa timur. Orang pacitan sendiri dalam hal pendidikan, perdagangan dan tidak menutup hal yan lain lebih dekat ke solo atau ke jogja. Juga dilihat dari bentuk bangunan pondok tidak ada yang terlalu istimewa sama seperti pondok-pondok yang lain. Tapi mengapa bisa menelurkan banyak santri yang istimewa. Ternyata dipondok ini menyimpan kedalaman batin yang luar biasa. Dan dari sisi ini pula bisa mementahkan anggapan masyarakat bahwa tujuan menyekolahkan anak di tempat yang punya gedung yang representatif, sarana dan prasarana yang memadai, biayanya murah dll. Disini ternyata banyak orang dari tempat yang jauh menimba ilmu karena kedalaman ilmu para pengasuh. Hampir sama ceritanya dengan pondok darul mustofa di Tarim Hadramaut Yaman.
Kebanggaan Prof. Yudian Wahyudi bukan isapan jempol belaka. Memang beliau merasa dibesarkan dari pondok ini. Masuk ke Tremas pada usia 12 tahun dari Balikpapan Kalimantan Timur. Mondok selama kurang lebih 6 tahun. Dari sini beliau mendapatkan kemampuan sebagaimana santri pondok lainnya. Namun menurut beliau kemampuan bahasa arab yang diperoleh dari Tremas bisa menjadi modal dasar penguasaan bahasa lainnya. Dan benar memang bahasa arab tiap hari diajarkan mulai dari pagi, siang malam dan biasanya ngaji selesai jam 23.00an. jadi tiap hari bergelut dengan bahasa arab. Dengan berbekal bahasa arab beliau juga mengusai bahasa Jerman dan Perancis.
Diceritakan liku-liku beliau selama menempuh S2 dan S3 di MicGill Montreal Canada. Pernah beliau didemo oleh teman mahasiswanya dan bahkan dosennya karena rendahnya kemampuan beliau dalam berbahasa inggris. Namun hal ini ditanggapinya dengan positif. Dijawab dengan karya nyata. Menulis artikel di jurnal internasional, menjadi narasumber diberbagai seminar internasional. Ketika presentasi di berbagai perguruan tinggi bergengsi di berbagai negara barat dan berbagai benua. Menjadi narasumber bersama para pakar tingkat dunia seperti hassan hanafi, ahmad abid al-jabiri, farid essak dll. Sehingga mengantarkannya bisa melanjutkan ke Harvard Law School. Salah satu prestasi tertinggi yang dimiliki dosen ptain di Indonesia. Dan baru kali ini ada satu-satunya di Indonesia.
Lalu bagaimana caranya?
Beliau melakukan jihad ilmiah. Ini salah satu cara yang beliau lakukan. Dan ternyata ini sangat manjur. Dari beberapa pilihan untuk menjawab demo dari teman-temannya. Jihad berasal dari kata jahada artinya kerja keras, bersungguh-sungguh. Tahajud sendiri juga berasal dari kata jahada. Jadi beliau mengerjakan sholat tahajud setiap hari lalu setelah itu tidak terus tidur tetapi membaca buku 100-200 halaman lalu dari itu diringkas menjadi satu sampai 2 halaman. Kalau ini dikerjakan setahun akan menjadi 720 halaman. Betapa tidak bertambah kemampuan kita bila bisa melakukan seperti itu. Jadi mungkin juga sebenarnya yang para kiai pesantren yang bisa menghasilkan ratusan karya monumental seperti hasil karya Kiai Ihsan Jampes Kediri yang monumental sampai sekarang. Bahkan menjadi referensi wajib tidak saja di pesantren di Indonesia tetapi juga menjadi referensi wajib di al-Azhar Mesir. Subhanallah.
Setelah beliau menyelesaiakn di Harvard Law School dan menjadi anggota profesor perguruan tinggi di Amerika dan menjadi dosen Islamic Studies disana beliau kembali ke UIN Jogya diberi amanah menjadi dekan fakultas syariah dan mendirikan pesantren nawesea yang santrinya terdiri atas mahasiswa pascasarjana. Latarbelakang berdirinya diantaranya untuk menumbuhkan para orientalis plus. Plus artinya beriman atau seorang muslim yang menguasai empat macam bahasa, lulusan islamic studies di negara barat, menjadi dosen di sana dan bahkan bisa di harvard law school. Itulah obsesi beliau dan beliau berdoa semoga ada salah satu dari para santrinya yang bisa memecahkan rekor seperti beliau dan berharap bisa terjadi sebelum tutup usianya. Sehingga dengan kata lain beliau sudah memenuhi kriteria minimal seorang orientalis.
Ada tanda-tanda keberhasilan dari para santri pondoknya. Sebelum milad pondok yang ketiga sudah ada santrinya yang menyelesaikan magister di Leiden sejumlah dua santri. Satu sedang menempuh dan tiga bersiap-siap menempuh di Leiden. Suatu prestasi tersendiri. Beliau telah berhasil menerjemahkan 53 buku bahasa arab, menerbitkan beberapa buku diantaranya jihad ilmiah dll. Menulis di jurnal internasional. Semoga bisa memberi inspirasi para generasi bangsa ini dalam berkarya.amin.

Wallahu a’lam bi al shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar