Islam datang dengan membawa rahmat bagi manusia. Dan bukan sebagai momok yang harus ditakuti. Dalam perjalanan dakwah mengambil langkah yang mudah dan bisa dicerna serta diikuti oleh umat.
Elestisas ajaran Islam ini bukan karena untuk mencari umat sebanyak-banyak dengan berbagai cara yang salah. Namun memang dalam proses penerapan hukum disesuaikan dengan tingkat pemahaman masyarakat. Untuk apa suatu hukum langsung diterapkan tetapi akan merubah secara frontal tatanan kehidupan yang sudah ada. Ini akan menimbulkan gejolak sosial. Pada akhirnya akan merusak dakwah itu sendiri.
Sehingga dalam dakwah ada organisasi massa keagamaan yang mengambil jalan tengah-tengah, tawasuth. Yang berarti tidak keras juga tidak lembek. Tidak terlalu condong kearah fundementalis, ke kanan. Juga tidak terlalu condong ke arah kiri atau liberalis. Ormas ini adalah NU. Dan ini sesuai dengan watak orang Indonesia yang mengikuti adat ketimuran. Model inilah yang dijalankan oleh para penyebar Islam pertama di Jawa yakni para Wali Sanga. Betapa mereka yang berasal dari luar nusantara namun dalam penyebaran Islam tidak merubah tatanan yang sudah ada. Dalam arti Islam diajarkan dengan bil hikmah. Tidak melalui kekerasan. Sehingga apa yang diajarkan mudah diterima oleh penduduk asli Jawa. Kemudia dalam rentang waktu selanjutnya, masyarakat Islam Jawa dalam masalah hukum agama banyak yang menganut madzab fiqih Syafi’iyah.
Dalam tradisi fiqh Syafi’iyah ini sendiri berasal dari dua qaul. Pertama qaul qadim ketika Imam Syafi’i- pendiri madzab ini- bermukim di Baghdad. Kemudian pendapatnya ini dirubah ketika beliau bermukim di Mesir. Yang lebih dikenal dengan qaul jadid.
Dalam sejarah ada contoh dalam kehidupan. Rasulullah juga menerapkannya dalam berdakwah. Munsyib- salah seorang sahabat Nabi- pada waktu itu di kenal sebagai ahli judi, suka bermabuk-mabukan. Sama dengan tradisi orang-orang Mekkah kebanyakan. Namun beda dengan Musyib ini ada keinginan untuk masuk Islam. Beda dengan teman-temannya yang lain. Karena pada waktu itu sangat anti dakwah Islam. Bahkan akan membunuh Nabi segala. Karena keinginan masuk Islam sudah tidak terbendung, Munsyib lalu menemui Nabi dan menyatakan keinginannya. “Nabi saya mengakui engkau menjadi utusan Allah hanya saja saya belum bisa meninggalkan kebiasaan judi dan mabuk-mabukan. Apakah saya menunda dulu syahadat saya?” tanya Munshib. Lalu Nabi menjawab, segeralah membaca syahadat. Walaupun belum bisa meninggalkan kebiasaanmu itu. Senanglah hati Munshib. Lalu benar, Munshib mengucap dua kalimah syahadat dihadapan Nabi. Hanya pesan Nabi tidak boleh berbohong. Oleh karena dirasa hal yang mudah, Munshib mengiyakan saja permintaan ini.
Hari terus berlalu, dan berganti bulan. Munshib juga rutin berjamaah sholat di Masjid. Suatu saat lupa tidak berjamaah di masjid, lalu Nabi mendatangi Munshib. Dan dijawab tertidur karena tadi malamnya mabuk-mabukan.
Di hari yang lain Munsyib tidak kelihatan sholat berjamaah. Lalu ada sahabat yang bertandang kerumahnya untuk menanyakan kabarnya. Oleh karena berjanji tidak akan berbohong maka Munsyib memberitahukan apa adanya. Bahwa ia tidak ke masjid karena ada pesta judi dan minum. Oleh karena begitu perhatiannya Nabi dan para sahabat sehingga timbul rasa malu pada diri Munsyib. Ternyata berkata jujur itu kelihatan hal yang sepele namun ternyata berat juga melakukannya. Sehingga lambat laun ditinggalkannya kebiasaan mabuk dan berjudi. Sehingga akhirnya Munsyib menjadi sahabat sebagaimana sahabat-sahabat Nabi yang lain.
Ketika memulai dakwah Islam di Kudus, Sunan Kudus ingin menjaga harmoni sosial masyarakat waktu itu. Di sana banyak yang menganut agama Hindu. Seperti dari tanah asalnya India menjauhi memakan daging sapi. Cara dakwah yang dilakukan Sunan Kudus diantaranya adalah menjauhi konsumsi daging sapi seperti masyarakat pada umumnya. Sapi juga diperlakukan dengan baik. Tidak disembelih namun juga diikat dekat masjid Kudus. Sebagai bukti bahwa agama Islam juga memuliakan hewan sebagaimana makhluk Allah yang lain. Sebagai ganti daging sapi maka yang konsumsi adalah daging kerbau. Sehingga sampai sekarang ada bakso yang terkenal karena dagingnya dari kerbau. Dengan cara dakwah seperti ini banyak masyarakat yang tertarik dengan dakwah Islam.
Begitu juga yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga, Sunan Bonang dan yang lainnya. Sunan Kalijaga membuat tembang-tembang yang disukai oleh masyarakat. Begitu juga membuat media wayang kulit yang ceritanya seperti alur cerita Ramayana dan Mahabharata di India. Banyak adat istiadat yang masyarakat yang tetap lestari seperti ritual menghormati orang yang meninggal dengan nama telungdinanan, pitungdinanan, patangpuluhan, satusan, dan sewunan. Namun semuanya itu dimasuki nilai-nilai ketauhidan sehingga tujuan memelihara adat dan harmoni sosialnya tetap utuh namun ruhnya tetap sesuai dengan nilai-nilai ketauhidan mengesakan Allah. Begitu luhurnya cara dakwah yang digunakan para penyebar Islam.
Yang agak terbaru adalah cerita seperti artikel yang ditulis oleh Pak Imam Suprayogo. Suatu ketika Pak Imam tinggal ditempat yang baru. Dimana di daerah ini terkenal dengan kebiasaan mo limonya. Ada madon, madat, maling dan pokoknya lengkaplah masyarakat yang tinggal dengan berlatar belakang yang bermacam-macam. Melihat keadaan seperti ini tergeraklah keinginan untuk merubah lingkungan yang kurang kondusif untuk perkembangan agama menjadi lingkungan yang kondusif diberkahi oleh Allah. Pendekatan yang dilakukan adalah mengajak warga untuk mendirikan masjid sebagai pusat kegiatan dakwah. Memang sebelumnya belum ada tempat ibadah. Tentu saja melibatkan semua warga yang ada. Tanpa diprediksi sebelumnya ternyata semua antusias. Walau pekerjaan harian warga yang jauh dari nilai-nilai agama dengan adanya lokalisasi namun ketika diajak membangun masjid juga antusias. Ini berarti menandakan masih ada di hati warga nilai-nilai ketauhidan. Bila ada yang merangsang untuk tumbuh bisa saja akan mekar dan terus tumbuh subur. Melihat panitia pembangunan masjid yang bersungguh-sungguh apalagi mengadakan evaluasi tiap pekan akhirnya masjid berdiri lebih cepat dari perkiraan semula. Sumbangan tidak hanya dari warga sendiri namun juga dari desa sebelah. Mungkin yang ada dibenak meraka desa yang ada lokalisasinya kok bisa membangun masjid. Maka warga sekitar berduyun-duyun membantu sesuai kemampuannya.
Walhasil, masjid berdiri dan siap diresmikan. Kegiatan keagamaan mulai tumbuh dan berangsur-angsur lingkungan menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Mungkin karena agak sungkan dengan adanya masjid sebagai pusat kegiatan keagamaan. Bila ada adzan yang berkumandang maka berduyun-duyun menghadiri panggilan Allah bersama-sama.
Yang membuat saya salut adalah ketika ada salah seorang warga menghadap Pak Imam sehari sebelum peresmian masjid. Jawaban dari pertanyaan warga ini yang menurut saya sangat pas. Yaitu ketika warga tersebut mengutarakan untuk diberi ijin memasak daging babi kali terakhir untuk dihidangkan sekeluarga sebelum masjid diresmikan. Karena ada dari anak-anaknya yang meminta hal tersebut. Mengingat bahwa Islam adalah agama yang mudah dan fleksibel serta bukan agama yang memaksa keyakinan maka Pak Imam mengiyakan hal tersebut dengan catatan bahwa memakan daging babi tersebut benar-benar konsumsi terakhir kalinya. Senang benar warga tadi. Dengan menyungging senyum lalu pamit untuk merayakan makan bersama dengan keluarga.
Melihat cerita di atas terbuktilah bahwa Islam adalah agama rahmat. Agama kasih sayang. Islam disebarkan dan didakwahkan dengan menebar kasih sayang bukan pemaksaan agama kepada orang lain. Apalagi kepada orang yang sudah memeluk suatu agama. Sangat elok kiranya bahwa tahapan dakwah Islam dengan memulai dengan lisan lalu bil hikmah selanjutnya bil mauidhotil hasanah. Bila perlu sesuai dengan kemampuan yang diajak bicara yakni wajadilhum billati hiya ahsan.
Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar