Kamis, 04 November 2010

Bebek, telur dan sdm

Saya sering ketemu dengan penggembala bebek. Biasanya seminggu sekali dolan ke rumahnya. Untuk membeli telur bebek. Kebetulan anak-anak suka dengan telur daripada daging. Sehingga sangat jarang untuk membeli daging. Membeli daging hanya bila ada hajatan yang agak besar saja. Untuk konsumsi harian biasanya seperti itu. Begitu juga orang-orang desa, lebih suka konsumsi protein nabati daripada hewani. Tentu saja ini menyesuaikan dengan penghasilan. Walau sekarang sudah banyak warga yang mengkonsumsi daging. Karena penghasilannya sekarang sudah lumayan mapan.

Kalau dolan ke rumah penggembala bebek memang sekitar semingguan. Padahal sebenarnya sering ketemu. Kebetulan Pak Sampun- begitu orang memanggil- adalah jamaah tetap di masjid desa. Bahkan dengan ikhlas sebagai marbot masjid. Jam tiga pagi sudah datang di masjid untuk sholat malam dan menyapu masjid. Bila muadzin belum datang, beliau juga yang sebagai muadzin pengganti. Begitulah kegiatan kesehariannya. Di samping di rumah memelihara bebek. Saya ingat, sejak kecil keluarga Pak Sampun sudah memelihara bebek. Kebetulan bila ke sekolah SD dulu saya jalan kaki dan melewati rumahnya. Namun keakraban dengan beliau baru-baru saja. Ketika beliau sudah pensiun dari pegawai PJKA sehingga sering ketemu di masjid dan di rutinan malam jumat. Dan setelah saya menikah dan tingga kembali di desa.

Di desa saya masih ada beberapa saja yang berternak bebek. Yang saya tahu masih ada dalam kisaran kurang dari sepuluh jari. Mengenai ternak bebek yang saya tahu ada dua model. Ada yang digembala di sawah. Dan seperti Pak Sampun bebek peliharaannya hanya tinggal di rumah dan sungai di belakang rumahnya. Tidak pernah dibawa keluar rumah. Memelihara bebek sekarang ini agak susah. Karena biaya produksinya yang lumayan tinggi. Bila mengandalkan dari makanan alami akan berpengaruh pada jumlah produk. Maka sekarang sudah dicampur dari makanan pabrikan. Sehingga berakibat harga jual yang lumayan mahal.

Biasanya orang bertanya tentang jumlah telur yang dihasilkan bebek. Di mulai dari berapa jumlah bebeknya? Baru berapa telur yang dihasilkan. karena jumlah bebek berpengaruh terhadap jumlah telur yang dihasilkan maka pemilik bebek sangat memelihara bebek-bebeknya bahkan melebihi dirinya sendiri.

Di lihat dari sini jumlah bebek lebih utama daripada produk telurnya. Mengingatkan bahwa dalam lembaga pendidikan faktor sdm lebih utama dari faktor yang lain. Kualitas sdm, out put dari lembaga tertentu, dedikasi, loyalitas, kreativitas sdm sangat menentukan kesuksesan suatu lembaga pendidikan. Maka keberadaan mereka sangat diperlukan. Perlu dibina, ditingkatkan kemampuan dan disalurkan kemampuannya untuk keberhasilan program pendidikan lembaga.

Bukan lantas hubungan antara pihak manajemen dengan sdm tenaga pendidikan like and dislike. Mengutamakan teman dekat, keluarga dekat, dan kedekatan-kedekatan yang lain. Dan tidak memakai atau mengeluarkan sdm yang dirasa tidak disukai. Bila hal ini dipilih maka akan menimbulkan rasa tidak nyaman bekerja, dan menimbulkan disharmoni sosial. Dan masih banyak akibat yang ditimbulkan. Padahal sdm tersebut punya potensi untuk berkembang.

Sdm adalah aset. Dengan sdm yang mumpuni akan mempercepat pengembangan lembaga. Kalau mau menghitung. Bila ada satu sdm yang berkualitas dan moncer di luar maka secara tidak langsung akan mengerek pamor lembaga. Namun bila hal ini disadari oleh pimpinan.

Dalam aturan sbi misalnya. Suatu sekolah bisa melenggang ke status itu bila mempunyai sdm berupa 30 persen tenaga guru sudah menyandang gelar s2/s3 dengan kualifikasi kepala sekolah harus sudah mengenyam pendidikan strata dua dan bisa berbahasa Inggris aktif. Selain itu juga punya sister school di negara lain yang juga maju pendidikannya.

Semoga para pemegang kendali pendidikan menyadari hal ini. Sdm yang mumpuni akan mempercepat tercapainya tujuan pendidikan. Hubungan kolegial menjadi keniscayaan dalam hal ini.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar