Dalam menyikapi bencana yang bertubi-tubi di bumi pertiwi ada beberapa pendapat.
Mistis, kesadaran dibawah mistis. Larung sesaji ke laut atas ikan yang berhasil di didapat. Membuat sesaji ke pohon besar agar tidak terjadi banjir dan tanah longsor. Membuat sesaji ke pada dewi agar anak yang lahir bisa selamat. Seperti budaya yang terjadi di Yunani tempo dulu.
Ontologis. Ke arah pemikiran yang sejajar antara alam dan perilaku manusia. Agar tidak terjadi banjir maka dibuatlah waduk-waduk yang besar. Disamping digunakan untuk menampung luapan air hujan juga bisa digunakan untuk tempat wisata dan pembangkit listrik tenaga air. Disamping itu manusia juga diwajibkan menjaga perilaku agar tidak membuang sampah di sungai, selokan dan saluran air. Agar aliran air tidak tersumbat. Karena bisa menyebabkan banjir yang tidak terkendali. Begitu juga tidak berlaku fasad (kerusakan). Dengan menebang pohon dengan seenaknya. Tanpa rehabilitasi.
Fungsional. Pada tahap ini seakan-akan manusia berada di atas. Karena alam di bawah kendali manusia. Manusia yang diberi akal pikiran dan organ tubuh yang lengkap dapat didayagunakan untuk mengolah, memanfaatkan dan tentu saja memelihara alam ini. Sudah pasti, Tuhan memerintahkan manusia sebagai pemimpin di muka bumi tentu sudah disiapkan perangkat dan sarana prasarananya.
Lalu mengenai bencana alam yang bertubi-tubi di negeri tercinta ini ada apa? Mulai dari banjir Wasior, tsunami di Mentawai, lalu meletusnya gunung merapi dan gempat juga terjadi di Yogya. Apakah benar seperti yang dituturkan Gusti Mung, pejabat di Keraton Solo bahwasanya Raja Jogja sudah tidak mengindahkan lagi perjanjian nagari dengan para penguasa alam di bawah kekuasaannya? Sebagaimana di ketahui ada beberapa tempat mistis di Pulau Jawa ini dan masing-masing punya kuncen atau juru kunci yang merupakan abdi dalem dari keraton dengan kucah (gaji) sebesar Rp 5.000,00 tiap bulan. Namun sekarang sudah naik menjadi Rp 30.000,00. walau sebesar itu kucahnya namun sikap dan kinerja para kuncen tidak diragukan lagi. Seperti lakon yang sudah dilakukan oleh Mbah Marijan, kuncen gunung merapi. Oleh karena amanah yang sudah diemban dan berasal dari Raja Keraton Jogya, Sri Sultan Hamengkubuwono IX maka sampai ajal menjemput tempat bertahan di tempat tugas. Selain Gunung Merapi ada Gunung Lawu yang diyakini tempat yang paling mistis di Pulau Jawa. Mengenai Gunung Lawu ini menjadi tugas dari Keraton Solo untuk menjaga hubungannya. Sedangkan dua yang lain menjadi tugas dari Keraton Jogja sebagai penerus Kerajaan Mataram. Dan juga Pantai Selatan. Menurut penuturan Kuncen yang berdiam di Pantai Parangtritis bahwasanya yang berkuasa di Pantai Selatan ada tiga, Ratu Rarakidul, Mbok Rarakidul dan Nyai Rarakidul. Dia lah yang bertugas menyelaraskan hubungan keraton dengan penguasa alam di Pantai Selatan ini.
Jabatan kuncen ini juga sangat prestis. Tidak sembarang orang bisa menduduki jabatan ini. Tentulah mempunyai kemampuan linuwih dibanding rakyat biasa. Sehingga dalam memilih seorang kuncen pihak keraton memiliki parameter tersendiri. Seperti yang terjadi di Merapi, setelah Mbah Marijan meninggal maka segeralah dipilih kuncen pengganti. Ternyata dipilih dari salah seorang penduduk Merapi yang sebelumnya mendapat pemberitahuan bahwa akan Gunung Merapi akan meletus. Dan ketika terjadi letusan ia selamat walau tidak ikut mengungsi. Kuncen memang mempunyai kelebihan tersendiri. Seperti Mbah Marijan diceritakan bahwa beliau terbiasa untuk berkomunikasi dengan Sultan HB IX. Meskipun beliau sudah lama meninggal. Karena hubungan baik yang dijalankan kuncen ini sehingga pada tahun 2006 lalu ketika Gunung Merapi dinyatakan akan meletus ternyata tidak jadi. Maka Mbah Marijan dengan pendiriannya tidak mau turun menjadi terkenal. Padahal waktu itu tidak kurang Sultan HB X dan Presiden SBY juga mengajak beliau untuk turun mengungsi.
Sekarang tinggal kita, kejadian alam yang sudah tidak ramah lagi itu apa itu sebagai pertanda adzab, peringatan, atau cobaan bagi manusia. Tinggal kita mempraktekkan ayat afala ta’qilun, afala tatafakkarun?
Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar