Senin, 25 Oktober 2010

Ekses Nagara Demokrasi

Saya ingat ketika masih sekolah ada pelajaran tentang demokrasi. Demokrasi dipahami dengan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Pengertian seperti itu dimengerti sampai memasuki dunia perguruan tinggi. Bentuk negara demokrasi seolah-olah menjadi bentuk negara ideal disamping bentuk-bentuk yang lain. Memang ada beberapa bentuk ada negara kerajaan seperti Brunei Darussalam, ada bentuk monarki konstitusional seperti Inggris dan Malaysia, negara republik seperti Indonesia, bentuk republik berdasar agama seperti Iran, bentuk kerajaan berdasar Islam seperti Saudi Arabia.

Di Indonesia sendiri bentuk negara republik yang demokratis. Maka diikenal ada demokrasi Pancasila, demokrasi terpimpin, lalu demokrasi Pancasila. Pengertian demokrasi tergantung oleh arah politik yang berkembang. Ada demokrasi Pancasila namun prakteknya demokrasi parlementer. Pemerintahan jatuh bangun atau gonta ganti tergantung pemenang partai. Lalu tahun 1959 kembali ke demokrasi Pancasila namun aplikasinya seperti demokrasi terpimpin. Presiden mempunyai otoritas mutlak. Sabda pandhita ratu. Sehingga dikenal presiden seumur hidup dan ditetapkan oleh MPRS. Setelah Orde Lama diganti Orde Baru dikenal lagi demokrasi Pancasila. Pemilu dilaksanakan lima tahun sekali. Hasil dari pemilu menjadi anggota DPR/MPR. Namun ada juga wakil rakyat yang berasal dari penunjukan. Dan juga ada wakil dari tentara. Karena tentara waktu itu mempunyai dwi fungsi ABRI. Satu sisi sebagai alat pertahanan negara dan sisi yang lain untuk menjaga stabilitas sosial politik. Di akhir orde baru ada difusi partai. Partai yang berjumlah besar disederhanakan. Menjadi dua partai politik dan satu golongan. Lucunya golongan ini juga berhak menjadi peserta pemilu. Dan menjadi pemenang.

Dirasa kurang sesuai dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat maka terjadilah reformasi dengan harapan demokrasi betul-betul sesuai dengan pakemnya. Terjadilah pergantian kepemimpinan yang telah berkuasa selama 32 tahun.

Di era reformasi yang dipilih secara langsung tidak hanya anggota DPR/DPRD namun juga presiden-wakil presiden, DPD, gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan walikota-wakil walikota. Pemilu menjadi pemilukada (pemilu kepala daerah) terjadi di mana-mana. Karena sejak awal sebagai Negara demokrasi dengan pilkada yang terjadi hampir setiap hari di seluruh wilayah Indonesia memang suatu keniscayaan. Dan Indonesia dikenal sebagai negara demokrasi. Buktinya ya pilkada tadi. Ada pemilihan langsung kepala daerah dengan segala pernik-pernik hasilnya. Diantaranya ada salah satu calon bupati di daerah Jawa Timur yang tidak jadi. Lalu karena menanggung hutang banyak sebagai modal pilkada lalu stress dengan berjalan di jalanan tanpa busana. Itulan diantaranya akibat lain pilkada. Modal pilkada sebagai penentu kemenangan. Dan ini merupakan hasil penelitian. Bahwasanya modal menjadi salah satu kesuksesan pemenangan pilkada. Sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk mendapat suara harus membeli yang punya hak suara atau rakyat.

Rakyat juga semakin cerdas mau datang ke tempat pemungutan suara bila ada uang. Karena alasan harus meninggalkan pekerjaan. Sehingga harus berkurang pendapatannya. Pola seperti ini memungkinkan terpilih pemimpin seperti membeli kucing dalam karung. Tidak tahu kualitasnya namun terpilih karena menang dalam pemilihan. Jadilah belum sejahtera karena selama lima tahun digunakan untuk mengembalikan modal pemilihan dan bersiap untuk macung pada periode kedua.

Kemudian juga dikenal cara mempopulerkan diri. Sebelumnya bila calon belum pernah di kenal oleh khalayak ramai namun dengan adanya pilkada memanteskan diri untuk dikenal. Dengan cara sering turun ke bawah. Mengadakan kegiatan sosial, mendekati kelompok-kelompok agama, mendatangi kegiatan keagamaan, dan memajang foto dirinya di media massa. Baik di media cetak, selebaran, atau media elektronik. Belum lagi yang dipasang di banner lalu dipasang di pinggir jalan, di rel kereta api, di bawah pohon, di sawah, dan di perkampungan. Sehingga ada anekdot para penghuni pohon di tempat-tempat sepi. Pokoknya bagaimana masyarakat bisa mengenal sang calon. Hal ini tentu membutuhkan biaya yang besar. Belum lagi tim kampanye sendiri. Juga butuh biaya yang banyak. Ada pihak yang panen dalam hal ini yakni perusahaan periklanan, reklame dan konsultan politik. Menurut hasil penelitian dengan adanya pemilu dan pemilukada ikut mendongkrak perekonomian.

Melihat ekses seperti itu belum lagi demonstrasi bagi yang kalah ada wacana pemilihan gubernur dan wakil gubernur diserahkan ke dprd.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar