Sabtu, 25 September 2010

Sakho-luman

Sakho ada yang mengartikan dengan mudah memberi atau luman dalam bahasa Jawa. Dalam asmaul husna juga ada namanya ar-Rozaq yang memberi rizki. Oleh Karena kasih sayang Allah kepada semua makhluk maka tidak ada yang kelaparan. Semua diberi kemampuan untuk bisa bertahan hidup. Contoh kecil saja burung. Untuk mempertahankan hidupnya dan meneruskan keturunan harus mencari makan setiap hari. Maka sejak pagi hari keluar dari sarangnya untuk mencari makanan. Entah kemana, ke tanah pertanian yang dekat dengan sarang atau jauh. Yang jelas sejak pagi keluar untuk mencari makan. Oleh karena ulah burung ini maka padi yang sudah menguning lalu dijaga oleh pemiliknya agar tidak dimakan oleh burung. Oleh karena keluar dari sarang, burung bisa kenyang perutnya. Dan bisa membawa makanan untuk anaknya.
Begitu juga dengan hewan yang lain. Ular misalnya dengan berjalan melata juga bisa mempertahankan hidupnya. Ikan dengan hidup di air juga bisa terus hidup. Bahkan nyamukpun bisa hidup dan bahkan bisa memberi penghidupan kepada manusia karena adanya nyamuk. Dengan banyak karyawan yang bekerja di pabrik nyamuk bakar, dan pabrik-pabrik yang menghasilkan produk anti nyamuk. Berapa ribuan orang yang bekerja di sini. Sehingga berkat nyamuk ada yang menjadi direktur hingga cleaning servise. Subhanallah. Ternyata Allah tidak sia-sia mencipta segala sesuatu. Ma khalaqta hadza bathila.
Untuk bisa mudah memberi memang sulit. Apalagi dalam keadaan tidak ada. Dalam keadaan berlebihpun terkadang juga sulit untuk mengangkat tangan di atas. Karena sulitnya sehingga ada yang mengatakan bahwa sakho menjadi salah satu maqam taqarrub ilallah. Saya tertarik dengan apa yang dilakukan oleh salah seorang Pak Kiai di Ngronggot yang membiasakan tiap hari memberi uang jajan kepada anak yatim. Dengan cara menitipkan pada dua putrinya yang bersekolah di MI. Setiap pagi Pak Kiai memberi uang saku sebesar Rp 5.000,00 atau beberapa ribu dengan berpesan agar ada sebagaian diberikan kepada anak yatim A, B, dan C. Dan ini dilakukan di kala lapang dan sempit. Ketika saya tanya mengapa seperti ini? Beliau menjawab untuk membiasakan luman kedua putrinya. Bahwa anak yatim juga saudara kita. Sungguh mulia. Kebiasaan baik ini sudah ditanamkan sejak dini.
Setelah saya telusuri ternyata beliau abul yatim. Bapaknya anak yatim. Beliau diserahi amanah untuk mengurus yayasan anak yatim sejak tahun 1995. mulai dari anak yatim 15 anak hingga sekarang berjumlah sekitar 50an anak. Dari jumlah donatur sebesar ratusan ribu hingga sekarang bisa menjadi beberapa puluh juta. Ada yang mondok di pesantren beliau ada juga yang ikut ibunya dirumah. Sedangkan kebutuhan pendidikan di suplai dari lembaga ini.
Di lihat dari kediaman beliau, menurut ukuran dosen PTS di kota tergolong sederhana. Begitu juga asrama pondoknya. Sederhana seperti orang desa kebanyakan. Namun hal inilah yang membedakan dengan orang lain. Di ruang tamu sekaligus teras rumah berjajar kitab kuning dan referensi ilmu yang banyak. Di tempat ini pula menerima tamu mulai dari professor, doktor, calon doktor, kiai, hingga H. Saifullah Yusuf dan Hj. Khofifah Indar Parawansa. Santai saja beliau. Semuanya diterima dengan baik. Tanpa merasa rendah diri. Hingga beliau bercerita suatu ketika Gus Ipul berkunjung berkelakar melihat rumah yang sederhana ini menyatakan termasuk rumah kiai kampung. Entah apa maksudnya.
Walau dengan begitu aktivitasnya padat dari pagi hingga pagi lagi. Selain menjadi pengasuh pondok pesantren dengan rutinitas yang cukup padat, masih juga bisa membagi waktu menjadi dosen di PTS di kota, dan menghadiri undangan ceramah kemana-mana. Selain juga menjadi pengurus NU tingkat kabupaten.
Dari sekilas profil di atas ternyata dikaruniai nikmat yang tidak kalah dengan orang yang cukup lainnya. Diantaranya bisa menunaikan ibadah haji sarimbit, membeli tanah dan rumah, dan aktivitas keagamaan yang lain. Yang mungkin orang lain dengan materi yang ada namun tidak bisa melakukan aktivitas seperti itu.
Ada hikmah yang bisa dipetik bahwa energi memberi tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Dan perlu ditanamkan hal ini kepada anak. Biar juga bisa mewarisi sifat baik ini. Dan balasannya ternyata lebih banyak. Dan dikaruniai kecukupan dalam hidup. Apa yang dibutuhkan bisa dicukupi. Bila butuh sesuatu ada jalan untuk meraihnya.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar