Sabtu, 25 September 2010

Menahan Memang Berat

Dalam suatu riwayat hadits menyebutkan bahwa bersilaturahmi bisa menambah rizki dan memperpanjang umur. Rizki bisa berupa uang, materi, relasi pertemanan, dan informasi. Memperpanjang umur ada yang memaknai sebagai bentuk keakraban dengan teman, sahabat, juga saudara. Biasanya bila bertemu hal pertama yang ditanyakan adalah kesehatan. Bila sehat maka pembicaraan akan terus mengalir ke hal lainnya. Namun bila ada keluhan sakit maka akan beralih pada proses pengobatan yang dilakukan dan selanjutnya bisa sharing pengalaman tentang kondisi kesehatan dimaksud. Bila hal ini terjadi maka permasalahan yang dihadapi terkadang bisa terpecahkan. Sehingga tentu saja bisa memperpanjang harapan hidup. Itulah kebenaran dari perkataan Nabi. Masih selalu kontekstual dalam berbagai keadaan dan waktu.
Padahal rentang waktu yang sangat lampau. Nabi sendiri hidup sekitar 1400 tahun lalu. Memang Nabi bukan manusia biasa. Beliau manusia pilihan Allah yang menjadi Nabi dan Rasul. Dan risalahnya akan terus digunakan hingga hari kiamat. Jadi beliau adalah manusia paripurna yang perkataan, perilaku, dan ketetapannya selalu dijadikan rujukan dalam kehidupan umat Islam. Memang disadari Nabi adalah manusia al-Qur’an. Artinya al-Qur’an berjalan. Apa yang ada dalam al-Qur’an sebagai pedoman dan rujukan hidup orang beriman maka Nabi sendiri contohnya. Hal ini bisa diketahui dari hadith Nabi yang diriwayatkan oleh Ibu Aisyah bahwasanya akhlak Nabi adalah al-Qur’an.
Dibalik terpilihnya Muhammad sebelum menjadi Nabi bisa karena by design Allah. Dan ini hak prerogratif Allah. Atas iradah Allah. Namun secara logika bisa dinalar memang Muhammad sudah melalui proses yang panjang. Jadi pengalaman yang panjang itulah yang membuat kematangan dalam berdakwah selanjutnya.
Bisa dilihat dari semenjak beliau kecil. Beliau lahir sudah dalam keadaan yatim. Dalam usia 6 tahun Ibu beliau, Ibu Aminah meninggal. Lalu diasuh oleh kakeknya Abdul Muthalib. Setelah sang kakek meninggal, pengasuhan beralih ke pamannya Abu Thalib juga yang tidak tergolong orang yang berada. Hanya saja termasuk dari keluarga terhormat kabilah Arab waktu itu. Sehingga turut serta menggembala kambing. Pada usia 12 tahun diajak berdagang ke Syam. Ditengah perjalanan bertemu dengan rahib Yahudi supaya mengurungkan niatnya untuk meneruskan perjalanan. Karena dilihat dari tanda-tanda yang ada dalam kita Taurot bahwasanya kemanapun Muhammad pergi senantiasa dinaungi oleh awan sehingga tidak merasa kepanasan dan pohon serta batu bersujud padanya. Ada rasa ketakutan akan diganggu oleh orang Yahudi yang tidak terima karena nabi terakhir bukan berasal dari kalangan mereka. Pastilah akan berbuat yang mengancam keselamatan jiwa Muhammad. Atas saran tersebut Abu Thalib kembali ke Mekkah. Dari tempaan hidup seperti itu membuat jiwa kepemimpinan, tanggungjawab terasah.
Pada usia 35 tahun, Muhammad mulai puasa dari keramaian dengan menyendiri dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Seperti risalah yang dibawa oleh Nabi Ibrahim. Waktu itu Ka’bah masih ramai dikunjungi oleh penduduk dari segala penjuru negeri. Hanya saja tidak untuk menyembah kepada Ka’bah namun menyembah kepada patung-patung atau berhala yang berada disekeliling Ka’bah yang berjumlah sampai 360 buah. Yang terbesar ada Hubal, Latta, Uzza dan Manat. Dan ini sudah tidak sesuai lagi dengan ajaran Nabi Ibrahim.
Proses bertahannuts atau menyepi ini bisa beberapa hari bahkan agak lama i Gua Hira’. Disebuah puncak bukit yang lubangnya bisa melihat dengan jelas keberadaan Ka’bah. Mencari jawab atas apa yang terjadi pada masyarakat Arab waktu itu. Dalam proses ini ada yang menyebutkan bahwa Nabi sudah melakukan puasa selama tiga hari dalam sebulan. Namun ada juga bilang Nabi juga berpuasa selama 40 hari. Wallahu a’lam. Yang jelas risalah puasa sudah ada sejak Nabi Adam dan dilanjutkan nabi-nabi setelahnya. Begitu juga jaman Nabi Musa juga melakukan puasa selama 40 hari. Hingga Nabi Isa. Hanya saja syariatnya yang berbeda. Begitulah cara para Nabi dan Rasul dalam bertaqarub kepada Allah.
Waktu saya bersilaturahim ke Pak Kiai di Ngronggot beliau juga dawuh hampir sama dengan hal di atas. Bahwasanya seseorang itu sukses maka tidak mungkin tanpa tirakat. Tirakat berasal dari bahasa Jawa yang artinya meninggalkan sesuatu atau bisa juga menahan terhadap sesuatu yang menyenangkan. Bisa saja berasal dari bahasa Arab taraka. Jaman dahulu para resi, para empu yang membuat keris atau senjata untuk kesaktian juga melakukan tirakat. Sehinga dikenal sebagai orang yang linuwih atau digdaya. Begitu juga para pejabat kerajaan dan anak para raja juga seperti itu. Sehingga mempunyai kemampuan lebih dan mempunyai kewibawaan. Artinya seseorang bisa sukses hidupnya harus ditambah dengan tirakat. Dan lebih baik lagi bila amalan itu tidak ada yang tahu. Kecuali Allah dan dirinya sendiri. Lha, amalan yang tidak diketahui oleh orang lain diantaranya adalah puasa. Mengapa puasa? Karena puasa adalah ibadah individual. Orang lain tidak tahu apakah seseorang itu puasa atau tidak. Hanya ia sendiri dan Allah yang mengetahuinya. Sehingga sifat yang seperti ini maka pahala puasa hanya Allah sendiri yang menilai.
Dibalik menahan diri dari makan, minum dan berhubungan sex juga menahan segala sesuatu yang menyebabkan puasa kurang sempurna. Puasa juga mata dari melihat hal yang melalaikan, hidung juga berpuasa atau menahan dari keinginan untuk membau makanan dan minuman sehingga ada keinginan untuk membatalkan puasa. Telinga juga menahan diri dari mendengar ghibah, atau perkataan yang bisa menyakitkan orang lain. Mulut juga disamping menahan diri dari makan dan minum juga menahan tidak sampai menggunjing orang lain. Dan menahan diri dari berkata yang bisa menyakitkan hati saudaranya atau ghibah, namimah (provokator), atau bahkan memfitnah orang lain. Hati juga diusahakan untuk senantiasa bersyukur atas nikmah yang diberikan oleh Allah. Fikiran digunakan untuk memikirkan segala ciptaan Allah, mulut diajak untuk berdzikir. Begitu juga tangan dan kaki diajak ke arah berbuat baik dan suka menolong.
Dilihat dari itu maka seseorang yang berpuasa diajak untuk berakhlak malaikati. Senantiasa berbuat yang baik. Melihat seperti itu maka tidak menambah berbuat dosa dan apa yang dilakukan menjadi amal ibadah. Bahkan tidurnyapun di nilai sebagai ibadah. Karena mau mendekat kepada Allah, apa yang diharapkan dalam doa peluangnya besar untuk dikabulkan. Jadilah ia orang sakti. Atau takwa dalam term ajaran Islam. Suatu kualitas derajat yang diusahakan atau diikhtiarkan oleh manusia untuk mendekat kepada Allah. Dan ini semua orang bisa menggapainya tidak memandang ras, suku, tingkat usia, status sosial, kekayaan dan jabatan dalam negara, masyarakat maupun agama.
Dan beliau juga menyitir hadith Nabi bahwa sebaik-baik puasa adalah puasa Daud. Yakni satu hari puasa satu hari berbuka. Secara bergantian. Ini adalah dawuhnya Kanjeng Nabi dan bisa dipercaya 100% pasti benarnya. Berdasar hal tersebut dianjurkan bila seseorang mempunyai cita-cita luhur hendaknya juga diiringi dengan berpuasa.
Niatnya tentu saja mengharap ridha Allah. insyaAllah atsar akan datang dengan sendirinya. Bila tidak pelakunya, bisa anak atau cucunya yang akan memanen hasilnya. Siapa mau?

Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar