Souvenir atau buah tangan sudah biasa dalam kehidupan. Dan sudah berlangsung lama. Lama seusia manusia. Ada yang memberi dan ada yang diberi. Bentuk dan macamnya juga beragam. Dalam adat kebiasaan setiap suku, ras dan bangsa berbeda-beda. Bila ada orang punya hajat ketika tamu mau pulang ada yang memberi makanan ringan, sayatan (semacam nasi yang dibungkus dengan daun pisang atau daun jati), buah, kipas, atau juga cermin dan sisir. Di Korea Selatan memberi hadiah atau souvenir buah pisang adalah hal yang istimewa. Karena di sana buah pisang mahal harganya. Lagi-lagi tergantung adat dan kebiasaan yang berlaku di suatu daerah.
Bila yang diberikan berupa souvenir buku ini termasuk hal yang baru. Membagi buku hasil karya seseorang merupakan hal yang istimewa. Dengan maksud untuk menyebarkan ide-ide yang dipunya. Dan juga ikut meningkatkan gerakan cinta membaca buku yang berimplikasi dengan peningkatan sdm masyarakat. Yang saya tahu pertama seperti yang dilakukan Prof. Dr. Moh. Nuh ketika masih menjabat rektor ITS. Kedua, ketika upacara tanggal 17 Agustus 2010 di Istana Negara dimana peserta di beri souvenir berupa buku yang isinya hasil wawancara Agus Harimurti Yudhoyono. Dan ketiga waktu kemarin. Ketika silaturahim orang tua wali mahasiswa dengan pimpinan UIN Malang, juga diberi souvenir berupa buku dengan judul Imam Jamiah. Yang berisi pemikiran dan biograf Prof. Dr. H. Imam Suprayogo. Memang sudah waktunya seperti itu. Sebagai ikhtiar untuk turut memberi pencerahan berfikir.
Dulu ketika saya lulus madrasah Aliyah pernah juga saya mempraktekkan hal tersebut. Suatu ketika teman ada yang menikah. Lalu ketika memenuhi undangan saya bawakan buku. Tapi kayaknya tidak ada respon. Dalam arti masih hal yang tidak biasa. Dan tidak ada yang meniru. Setelah itu tidak saya lakukan lagi hingga sekarang.
Bila souvenir buku akan ada percepatan pola berfikir masyarakat. Seperti dimaklumi harga buku mahal. Kemudian tingkat membaca masyarakat Indonesia masih rendah. Kalau orang Jepang bisa membaca buku 25 buah sebulan, orang Arab bisa membaca 1 buku sebulan. Tapi rata-rata orang Indonesia masih membaca beberapa lembar sebulan. Ini sebenarnya hal yang memprihatinkan. Apalagi jumlah masyarakat muslim masih mayoritas. Dalam ajaran agama Islam wahyu pertama adalah iqra. Disuruh membaca. Namun dalam realitas ajaran tentang membaca ini masih belum dilaksanakan. Masih kalah dengan ajaran untuk beribadah ritual. Disamping tingkat melek huruf yang masih rendah. Bila souvenir buku sudah menjadi budaya dan tingkat membaca masyarakat meningkat maka tidak lama lagi akan terjadi peningkatan sdm kita. Semoga. Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar