Sabtu, 07 Agustus 2010

Halal, Toyyib, dan Mubarokah

Di Kudus ada perusahaan jenang dengan menggunakan bendera mubarok food. Perusahaan ini berkembang cukup pesat, mulanya perusahaan keluarga kemudian menjadi perusahaan yang terus berkibar dengan bermacam-macam varian produk. Dikomandani seorang yang masih muda.
Tulisan ini tidak bermaksud mengurai tentang perusahaan tersebut hanya saja pilihan namanya saja yang mirip dengan maksud tulisan ini. Halal identik dengan makanan dan minuman. Biasanya orang tua mewanti-wanti agar anak-anaknya makan dari yang halal. Halal dari jenis dan asalnya. Makanan yang halal dimakan dengan cara disembelih disertai asma Allah. Tidak dicekik atau mati ditusuk. Bukan juga bangkai, hewan ternak yang tidak disembelih tapi mati lalu dimakan. Ini juga tidak boleh. Tayyib lebih dimaknai sebagai kualitasnya yang bagus. Bukan makanan yang sudah kadaluarsa, sudah basi. Ada yang namanya daging gelonggongan. Biasanya ini terjadi pada daging sapi. Sebelum sapi disembelih, pedagang yang nakal memasukkan air sebanyak-banyaknya pada mulut sapi. Hingga tubuhnya membesar. Tujuannya agar berat sapi bertambah. Sehingga nilai jualnya lebih tinggi. Walaupun ini halal secara dhohir tapi sebenarnya hal ini menyiksa pada hewan dan dampaknya membohongi jumlah berat daging yang dibeli konsumen. Kualitas dagingnya sendiri juga kurang baik.
Makanan yang diberkahi apabila asalnya barang, proses dan tasharrufnya juga baik. Bukan dari hasil mencuri, korupsi, ngembat, dan penjarahan. Begitu juga bukan dari hasil menyakiti hati orang lain. Proses memasaknya pun melalui kriteria bersih dan tidak dicampur dengan bumbu yang mengandung zat, atau benda yang dilarang dan merusak tubuh secara langsung. Seperti minyak babi, formalin, borax, alkohol dan zat yang merusak sistem motabolisme tubuh. Juga dimakan cara yang baik. Tidak bermewah-mewah, tidak berlebihan dalam porsi makannya. Bila lebih tetangga bisa diberi.
Berkaitan dengan proses mendapatkan barang untuk konsumsi berarti harus dengan memakai uang. Uang di dapat dengan bekerja. Berarti juga mengeluarkan keringat, pikiran, tenaga dan waktu. Untuk mendapatkan pekerjaan sekarang ini sangat sulit. Jumlah lapanga pekerjaan terbatas. Sedang pencari kerja over load. Banyak orang bilang bila cari pekerjaan cari profesi yang halal. Sesuai dengan fitrah kemanusiaan. Sedang dilain tempat orang akan menjawab, mencari pekerjaan yang haram saja sulit apalagi yang halal.
Ada kata-kata bijak yang disampaikan orang tua ketika anaknya akan berangkat mencari kerja. Carilah pekerjaan yang halal. Bukan berprofesi sebagai pencuri, perompak, penggarong dan lainnya. Sebenarnya dikandung maksud agar membawa ketenangan si pelakunya dalam kehidupan. Bekerja dengan enjoy, tidak was-was diciduk pihak berwajib karena tidak ada peraturan yang dilanggar. Semuanya serba prosedural. Bila hal ini sudah didapatkan maka tinggal mencintai pekerjaan itu untuk meningkatkan kinerja. Sehingga hasilnya bisa maksimal. Baik kuantitas secara materi maupun kualitasnya.
Hasil dari bekerja bisa digunakan untuk menopang hidup sekeluarga dan beribadah kepada Allah SWT. Mengapa hal ini penting dikemukakan? Karena asal uang berpengaruh terhadap kehidupan keluarga dan anak keturunan. Walaupun ada keluarga yang kelihatan kekurangan namu ternyata setelah dewasa anaknya menjadi orang semua. Setelah ditelusuri karena barokah rizki dari orang tuanya. Sehingga ada korelasi antara rizki yang halal dengan pembentukan karakter Anak soleh solihah hanya didapat dari hasil kerja yang halal.
Wallahu a’lam bi al shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar