Sabtu, 16 April 2016

Penghujung Waktu

Menggunakan judul di atas penghujung waktu, seakan waktu sudah tidak ada lagi. Mau kiamat. Seperti hiperbola, membesar-besarkan keadaan. Namun suatu saat mungkin kita akan menemuinya. Injury time mungkin kata yang sepadan. Bisa diartikan secara sederhana dengan di penghujung waktu. Namun ada yang mengartikan dengan tambahan waktu.
Hari-hari ini terasa begitu cepat. Bukan cepat harinya, namun terasa waktunya yang berlangsung cepat. Terasa saling berkejar-kejaran. Acara satu selesai acara selanjutnya harus segera dilakukan.
Memang inilah hidup. Hidup selalu dinamis. Terus bergerak, berputar, terus merangkak. Bila ingin terus hidup maka harus mengikuti ritmis kehidupan. Gusti Allah sudah memberi contoh adanya siang malam. Pergerakan matahari dan bulan terus berjalan. Tanpa menghiraukan apapun yang menghalanginya berputar.
Terkait dengan hal ini, ada kejadian playon. Playon dari bahasa Jawa. Bergerak kesana kemari hanya sebentar-sebentar. Menclok di sini lalu kabur ke sana. Oleh karena harus bergerak terkadang tidak menyalakan lampu sine. Wkwkwk.
Ke surabaya dalam pekan ini tercatat tiga kali. Bahkan direncakan hari ini juga akan kesana. Alhamdulillah, tidak jadi. Karena yang diantar ke sana ada uzur. Sehingga agenda di rumah, waktunya khutbah di masjid insyaallah bisa dilaksanakan.
Menggapai impian memang perlu berkorban. Bisa waktu, tenaga, pikiran, begitu juga materi. Ada anekdot yang sering terdengar di telinga. Bisa masuk tidak bisa keluar. Waduh, apa ini. bila dicerna betul-betul memang ada makhluk seperti ini. wuih.
Namun sangat disadari bahwa mencari ilmu itu wajib. Kapanpun dan dimanapun. Selama masih bernafas, ada kewajiban manusia untuk menuntut ilmu.
Bisa bernafas ini menjadi salah satu anugerah tersendiri. Tidak semua orang bisa menikmatinya. Orang yang dioksigen di rumah sakit sebagai contohnya. Berarti nikmatnya dikurangi. Bila sebelumnya tidak perlu bantuan oksigen. Lalu harus memakai oksigen lalu bayar lagi.
Terkait menyelesaikan tugas perkuliahan ada yang menarik dari perkataan teman. Bila ingin cepat selesai, ikuti saran dari pembimbing. Ada empat teman yang bilang seperti ini. bila tidak manut bisa saja nanti tidak selamet. Ada contoh teman yang model seperti ini. berarti dengan kalimat lain manut selamat. Kayak nama bus sumber selamat. Wkwkwk.
Merasa pandai terhadap suatu ilmu berani mendebat pembimbingnya. Akhirnya kuliahnya kepontal-pontal. Bahkan nyaris tidak selesai. Bila tidak ada suatu keajaiban.
Satu lagi berani daftar kuliah harus berani untuk menyelesaikan. Ternyata memang untuk melangkah kearah tersebut tidak ringan. Banyak aral melintang yang menghadang. Baik dari sisi waktu, tenaga, juga materi. Namun selain itu ada tantangan yang lain. Misalnya kesehatan menurun sehingga harus berurusan dengan dokter hampir tiap pekan. Tidak cukup itu saja juga berusaha mengobati dengan pengobatan alternatif.
Disisi immaterial atau tantangan hidup juga tidak kalah ringan. Ditinggal orang yang dikasihi karena takdir Tuhan, tidak hanya satu orang. Bahkan ada yang merasakan hingga tiga orang dalam tempo satu tahun. Belum lagi terlena dengan kesibukan bisnis, kegiatan sosial kemasyarakatan. Ada juga terkait dengan masalah keluarga. Satu persatu memang perlu diurai. Setelah semua itu disadari dikembalikan ke tujuan semula. Bermohon kepada Allah semoga diberi hidayah, kemampuan untuk melanjutkan tujuan dan cita-cita mulia ini. alhamdulillah, mendapat hidayah, support dari teman.
Mengikuti saran pembimbing memang seperti harga mati. Bila tidak dituruti bisa berakibat fatal. Paling tragis kuliah tidak sampai finis. Teringat dari Kitab Ta’lim Muta’allim, memang petunjuk guru hal yang utama. Dan menjadi pegangan murid. Berkah dan manfaat ilmu murid tergantung seberapa jauh murid melaksanakan petunjuk dari gurunya. Ternyata hal ini masih relevan sampai sekarang ini.
Berpegangan dari hal ini, ada hal menarik. Misalnya untuk fix satu judul yang disepakati antar dua pembimbing. Satu pembimbing memberi saran A. Sedang pembimbing satunya memberi saran B. Untuk bisa mengakomodasi atau saling bisa menerima memang butuh perjuangan tersendiri. Disamping dikejar waktu harus segera daftar ujian.
Suatu ketika konsultasi ke pembimbing 1 jam 15 di Surabaya tepatnya sih Sidoarjo. Di perjalanan sambil menghubungi pembimbing 2 bisanya ditemui jam 15.30 selepas mengajar di lantai 9 kampus A. Yani. Bisanya hari itu karena besok ke Jakarta selama 2 hari.
Jam 13 baru selesai revisi tulisan dan berangkat mencari bus. Jarak rumah ke Surabaya sekitar 2,5-3 jam naik bus. Alhamdulillah, bus melaju dengan kecepatan rata-rata. Sedikit nakal mengatur strategi agar bisa mendapatkan tanda tangan keduanya.
Bertemu pembimbing 1, bisa ditunda sebentar. Dengan pertimbangan beliau di rumah. Walau tidak menutup kemungkinan ada acara keluar. Namun bertemu pembimbing 2 juga tidak bisa dilewatkan begitu saja. Karena kalau tidak bisa sekarang, bisa bertemu tiga hari lagi. Ketika di Bungur masih ada waktu 10 menit.
Mau naik manual seperti biasa dengan naik bus hijau, jalan padat merayap. Mau naik bus kota sama juga. Ditambah naik jembatan penyebrangan. Butuh tenaga ekstra pula. Begitu juga naik taksi. Tidak bisa dalam tempo yang cepat. Alternatif murah dan cepat bisa membelah kemacetan, ojek. Akhirnya mencari ojek. Walau ongkosnya tidak kalah dengan taksi karena dikejar waktu. Mau apa lagi. Resiko.
Alhamdulillah, tiba di kampus. Pas jam 15.30. mohon menunggu sebentar, bertemu di lantai 2. Ada sedikit masukan mengenai tulisan dan saran perbaikan. Akhirnya mendapat tanda tangan. Karena ada acara lain, pembimbing segera bergeser tempat. Begitu juga saya.
Keluar menuju rumah pembimbing 1. Karena sudah janji terpaksa lagi dengan naik ojek. Tiba pukul 16. Ternyata beliau masih keluar. Akhirnya , kita masih menunggu. Dan ending bisa bertemu. Dan berhasil mendapatkan tanda tangan setelah sharing tentang tulisan.
Dari sisa waktu yang ada, walaupun masih sedikit kita masih bisa berikhtiar. Dengan segala potensi dan kemampuan, ternyata Allah memberi kemudahan. Putus asa adalah hal yang harus dihindari dalam kehidupan.
Begitu juga dalam hidup dan kehidupan. Kita tidak mengetahui berapa lama kontrak hidup setiap insan. Jangan-jangan malaikat maut datang dan berkata, “Mohon maaf, Bro. Waktu Anda sudah habis. Bersiap-siaplah menuju kehidupan berikutnya”. Bila sudah seperti ini lalu bagaimana? Apa yang dilakukan?

Senyampang masih ada waktu, mari berusaha memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Semoga semua yang dilakukan dicatat sebagai amal saleh. Amin. Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar