Menggunakan judul di atas
penghujung waktu, seakan waktu sudah tidak ada lagi. Mau kiamat. Seperti
hiperbola, membesar-besarkan keadaan. Namun suatu saat mungkin kita akan
menemuinya. Injury time mungkin kata yang sepadan. Bisa diartikan secara
sederhana dengan di penghujung waktu. Namun ada yang mengartikan dengan
tambahan waktu.
Hari-hari ini terasa
begitu cepat. Bukan cepat harinya, namun terasa waktunya yang berlangsung
cepat. Terasa saling berkejar-kejaran. Acara satu selesai acara selanjutnya
harus segera dilakukan.
Memang inilah hidup.
Hidup selalu dinamis. Terus bergerak, berputar, terus merangkak. Bila ingin
terus hidup maka harus mengikuti ritmis kehidupan. Gusti Allah sudah memberi
contoh adanya siang malam. Pergerakan matahari dan bulan terus berjalan. Tanpa
menghiraukan apapun yang menghalanginya berputar.
Terkait dengan hal ini,
ada kejadian playon. Playon dari bahasa Jawa. Bergerak kesana kemari hanya
sebentar-sebentar. Menclok di sini lalu kabur ke sana. Oleh karena harus
bergerak terkadang tidak menyalakan lampu sine. Wkwkwk.
Ke surabaya dalam pekan
ini tercatat tiga kali. Bahkan direncakan hari ini juga akan kesana.
Alhamdulillah, tidak jadi. Karena yang diantar ke sana ada uzur. Sehingga
agenda di rumah, waktunya khutbah di masjid insyaallah bisa dilaksanakan.
Menggapai impian memang
perlu berkorban. Bisa waktu, tenaga, pikiran, begitu juga materi. Ada anekdot
yang sering terdengar di telinga. Bisa masuk tidak bisa keluar. Waduh, apa ini.
bila dicerna betul-betul memang ada makhluk seperti ini. wuih.
Namun sangat disadari
bahwa mencari ilmu itu wajib. Kapanpun dan dimanapun. Selama masih bernafas,
ada kewajiban manusia untuk menuntut ilmu.
Bisa bernafas ini menjadi
salah satu anugerah tersendiri. Tidak semua orang bisa menikmatinya. Orang yang
dioksigen di rumah sakit sebagai contohnya. Berarti nikmatnya dikurangi. Bila
sebelumnya tidak perlu bantuan oksigen. Lalu harus memakai oksigen lalu bayar
lagi.
Terkait menyelesaikan
tugas perkuliahan ada yang menarik dari perkataan teman. Bila ingin cepat
selesai, ikuti saran dari pembimbing. Ada empat teman yang bilang seperti ini.
bila tidak manut bisa saja nanti tidak selamet. Ada contoh teman yang model
seperti ini. berarti dengan kalimat lain manut selamat. Kayak nama bus sumber
selamat. Wkwkwk.
Merasa pandai terhadap
suatu ilmu berani mendebat pembimbingnya. Akhirnya kuliahnya kepontal-pontal.
Bahkan nyaris tidak selesai. Bila tidak ada suatu keajaiban.
Satu lagi berani daftar
kuliah harus berani untuk menyelesaikan. Ternyata memang untuk melangkah kearah
tersebut tidak ringan. Banyak aral melintang yang menghadang. Baik dari sisi
waktu, tenaga, juga materi. Namun selain itu ada tantangan yang lain. Misalnya
kesehatan menurun sehingga harus berurusan dengan dokter hampir tiap pekan.
Tidak cukup itu saja juga berusaha mengobati dengan pengobatan alternatif.
Disisi immaterial atau
tantangan hidup juga tidak kalah ringan. Ditinggal orang yang dikasihi karena
takdir Tuhan, tidak hanya satu orang. Bahkan ada yang merasakan hingga tiga
orang dalam tempo satu tahun. Belum lagi terlena dengan kesibukan bisnis,
kegiatan sosial kemasyarakatan. Ada juga terkait dengan masalah keluarga. Satu
persatu memang perlu diurai. Setelah semua itu disadari dikembalikan ke tujuan
semula. Bermohon kepada Allah semoga diberi hidayah, kemampuan untuk
melanjutkan tujuan dan cita-cita mulia ini. alhamdulillah, mendapat hidayah,
support dari teman.
Mengikuti saran pembimbing
memang seperti harga mati. Bila tidak dituruti bisa berakibat fatal. Paling
tragis kuliah tidak sampai finis. Teringat dari Kitab Ta’lim Muta’allim, memang
petunjuk guru hal yang utama. Dan menjadi pegangan murid. Berkah dan manfaat
ilmu murid tergantung seberapa jauh murid melaksanakan petunjuk dari gurunya.
Ternyata hal ini masih relevan sampai sekarang ini.
Berpegangan dari hal ini,
ada hal menarik. Misalnya untuk fix satu judul yang disepakati antar dua
pembimbing. Satu pembimbing memberi saran A. Sedang pembimbing satunya memberi
saran B. Untuk bisa mengakomodasi atau saling bisa menerima memang butuh
perjuangan tersendiri. Disamping dikejar waktu harus segera daftar ujian.
Suatu ketika konsultasi
ke pembimbing 1 jam 15 di Surabaya tepatnya sih Sidoarjo. Di perjalanan sambil
menghubungi pembimbing 2 bisanya ditemui jam 15.30 selepas mengajar di lantai 9
kampus A. Yani. Bisanya hari itu karena besok ke Jakarta selama 2 hari.
Jam 13 baru selesai
revisi tulisan dan berangkat mencari bus. Jarak rumah ke Surabaya sekitar 2,5-3
jam naik bus. Alhamdulillah, bus melaju dengan kecepatan rata-rata. Sedikit
nakal mengatur strategi agar bisa mendapatkan tanda tangan keduanya.
Bertemu pembimbing 1,
bisa ditunda sebentar. Dengan pertimbangan beliau di rumah. Walau tidak menutup
kemungkinan ada acara keluar. Namun bertemu pembimbing 2 juga tidak bisa
dilewatkan begitu saja. Karena kalau tidak bisa sekarang, bisa bertemu tiga
hari lagi. Ketika di Bungur masih ada waktu 10 menit.
Mau naik manual seperti
biasa dengan naik bus hijau, jalan padat merayap. Mau naik bus kota sama juga. Ditambah
naik jembatan penyebrangan. Butuh tenaga ekstra pula. Begitu juga naik taksi. Tidak
bisa dalam tempo yang cepat. Alternatif murah dan cepat bisa membelah
kemacetan, ojek. Akhirnya mencari ojek. Walau ongkosnya tidak kalah dengan
taksi karena dikejar waktu. Mau apa lagi. Resiko.
Alhamdulillah, tiba di
kampus. Pas jam 15.30. mohon menunggu sebentar, bertemu di lantai 2. Ada sedikit
masukan mengenai tulisan dan saran perbaikan. Akhirnya mendapat tanda tangan. Karena
ada acara lain, pembimbing segera bergeser tempat. Begitu juga saya.
Keluar menuju rumah
pembimbing 1. Karena sudah janji terpaksa lagi dengan naik ojek. Tiba pukul 16.
Ternyata beliau masih keluar. Akhirnya , kita masih menunggu. Dan ending bisa
bertemu. Dan berhasil mendapatkan tanda tangan setelah sharing tentang tulisan.
Dari sisa waktu yang ada,
walaupun masih sedikit kita masih bisa berikhtiar. Dengan segala potensi dan
kemampuan, ternyata Allah memberi kemudahan. Putus asa adalah hal yang harus
dihindari dalam kehidupan.
Begitu juga dalam hidup
dan kehidupan. Kita tidak mengetahui berapa lama kontrak hidup setiap insan. Jangan-jangan
malaikat maut datang dan berkata, “Mohon maaf, Bro. Waktu Anda sudah habis. Bersiap-siaplah
menuju kehidupan berikutnya”. Bila sudah seperti ini lalu bagaimana? Apa yang
dilakukan?
Senyampang masih ada
waktu, mari berusaha memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Semoga semua yang
dilakukan dicatat sebagai amal saleh. Amin. Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar