Di dalam negara demokrasi
untuk memilih calon pemimpin menggunakan logika pemilihan. Untuk menjadi wakil
rakyat harus dipilih langsung oleh rakyat. Begitu juga pemimpin daerah. Mulai dari
kepala desa, bupati, walikota, gubernur, dan presiden.
Karena yang mendaftar
ikut kompetisi banyak maka logika yang dipakai adalah persaingan. Tidak cukup
hanya mengandalkan profil baik, jujur, kreatif, benar, cakap. Namun juga
strategi, siasat, dan juga uang. Bila hanya mengandalkan apa adanya maka akan
disebut politisi lugu. Dan apabila kalah maka politisi jenis ini dianggap
sebagai politisi hebat.
Memang pada dasarnya
dalam pemilihan pemimpin diharapkan terpilih orang yang baik dan membawa kebaikan
bagi rakyat yang dipimpinnya. Sehingga siapapun berhak maju, dipilih dan jadi. Namun
lagi-lagi strategi yang dipilih juga turut menentukan keberhasilannya.
Disisi yang lain bentuk
pemilihan juga menghindari politik dinasti. Dimana bila orang tua mangkat maka
otomatis akan digantikan oleh putra mahkota. Walaupun hal ini sudah tidak
terjadi namun dalam beberapa kasus tertentu masih saja terjadi.
Ada gubernur lalu ada
anak, menantu, sepupu, ibu tiri yang menjadi bupati atau wakil bupati di
provinsi yang sama. Setelah turun jabatan dengan mekanisme pemilihan bisa juga
isteri, anak yang menggantikan jabatannya. Hal ini terjadi karena strategi yang
memungkinkan karena sudah menguasai jaringan, birokrasi dan sebagainya. Sehingga
bisa jadi yang terpilih bukanlah orang yang benar. Namun orang yang menang
karena strategi. Hasilnyapun bisa kita rasakan sendiri.
Logika bersaing memang
ada dimana-mana. Bila orang baik tidak bersaing lalu bagaimana cara mengubah
kondisi ke arah yang baik. Diam tidak berbuat saja bisa saja hak milik saja
bisa berpindah ke tangan orang lain. Sehingga logika yang bisa dipakai orang
baik harus berani bersaing untuk turut merubah kehidupan. Tentu saja dengan
cara benar. Segala daya upaya dikerahkan untuk meraihnya. Dengan tetap dalam
koridor mengharap ridaNya.
Orang baik disini bisa
berarti orang yang suka bekerja keras, kreatif, inovatif, komunikatif, ikhlas. Orang
semacam ini pasti dibutuhkan dan diterima dimanapun hidup dan kapanpun. Namun
lagi-lagi terkadang belum tentu berani dan mampu untuk tampil untuk merubah
keadaan. Memang dorongan agar orang baik untuk berbuat baik perlu sekali
dilakukan dan terus-menerus. Wallahul a’lam bi alshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar