Orang yang suka salat ada
korelasi dengan akhlak keseharian. Bisa menjadi teladan dalam keseharian. Apa
yang diucapkan akan didengarkan oleh orang lain. Tidak ada yang sia-sia dalam
perkataan. Berwibawa dalam segala tingkah. Orang yang berada di dekatnya terasa
damai dan menyejukkan. Tidak ada yang tersakiti sehingga berpengaruh terhadap
banyaknya jaringan. Dengan kata lain komunikasi dengan semua elemen masyarakat
menjadi baik dan terjaga. Hal inilah yang dicontohkan oleh Nabi, para sahabat,
para wali hingga orang-orang soleh termasuk para kiai pemangku pesantren.
Maka tidak ayal banyak
kalangan yang datang berkunjung kepada kiai. Mulai dari kaum elit hingga orang
alit, dari qari’ hingga korak. Banyak sowan untuk mengharap berkah. Orang saleh
identik dengan terkabulnya doa. Dengan mendekat kepada mereka maka hajat kita
semoga disampaikan kepada Allah sehingga apa yang menjadi cita-cita kita bisa
terlaksana.
Namun tidak semua orang
saleh, para kiai yang kelihatan hitam keningnya. Walau begitu sinar bersih yang
memancar dari wajah beliau sangat menyejukkan. Sesejuk air bening dari pancuran
di pegunungan. Mengapa demikian? Terlebih karena keikhlasan dalam beribadah.
Beribadah tidak karena pamrih hanya ingin mendekat kepada Allah saja. Apa yang
dilakukan tidak berharap balasan apapun. Namun pasti Allah yang akan menata
kehidupan. Bukankah Allah Maha Sempurna pengatur segalanya di jagat raya ini.
Keikhlasan dalam teori
Maslow dikenal dengan aktualisasi diri. Dirinya berbuat karena ingin mempunyai
karya. Karyanya dipersembahkan kepada Allah saja. Dan inilah tahapan tertinggi
dalam teori motivasi ini. Ingin berbuat karena ingin berbuat sesuatu. Dan yang
dikerjakan tidak berharap apapun. Oleh karena keikhlasan yang tinggi inilah
sehingga kewibaan, kemuliaan terpancar dari wajah para orang saleh.
Fenomena yang ada
sekarang, banyak orang yang berjidat hitam. Kayaknya baru orang kemarin sore.
Mungkin juga suka salat. Namun baru beberapa saat kok sudah punya tanda hitam.
Jangan-jangan keningnya digosok-gosok ketika salat sehingga terjadi tanda hitam
atau bagaimana. Jangan-jangan juga meletakkan batu di tempat salat sehingga
ketika sujud batu itu menempel di kening. Karena berlangsung lama sehingga
kening menjadi hitam dengan sendirinya.
Anehnya bila sudah hitam
namun tidak ada atsar atas perilakunya. Dengan orang lain acuh apalagi dengan
orang yang bukan kelompoknya. Perilaku yang ditampakkan seperti Islam yang
ekstrem, Islam yang kasar nan garang. Apa salah memahami teks ayat bahwa orang
saleh tandanya adalah jidatnya yang hitam. Sehingga harus menghitamkan jidat
yang ada. Bahkan dengan segala cara. Memang terkadang kita agak segan dengan
orang yang punya tanda hitam di jidat. Terlihat sebagai orang yang khusuk
salatnya.
Pemahaman ayat bahwa
orang yang saleh akan ada tanda hitam di jidat tidak perlu harus dimaknai
demikian. Buktinya banyak kiai yang saya jumpai tidak selalu hitam di kening.
Tanda hitam di jidat tidak harus dipaksakan adanya. Bila ada orang yang
demikian maka diragukan ketulusannya dalam beribadah. Bisa saja hal ini akan
menjadi trik untuk membohongi orang lain. Maka perlu hati-hati dalam bergaul.
Jadi atsar orang salat
adalah perilakunya akan bertambah menjadi lebih baik. Kewibawaan dan kemuliaan
akan memancar dengan sendirinya. Keramahan akan timbul bila bertemu dengan
orang lain dari tingkat sosial manapun. Bertemu dengannya menimbulkan
kedamaian. Walaupun begitu ada juga orang yang mempunyai tanda hitam di kening
juga suka menolong kesusahan orang lain. Yang perlu diwaspadai adalah orang
yang mempunyai tanda hitam di kening namun perilakunya tidak menunjukkan orang
yang baik malah membuat keresahan dan kerusakan di masyarakat. Wallahul a’lam
bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar