Selasa, 16 September 2014

Tanda Hitam di Kening

Suatu saat saya berpapasan dengan orang yang mempunyai jidat hitam di kening. Selintas terbayang bahwa orang yang demikian suka salat tidak hanya salat wajib. Namun juga salat sunah. Termasuk didalamnya salat malam.
Orang yang suka salat ada korelasi dengan akhlak keseharian. Bisa menjadi teladan dalam keseharian. Apa yang diucapkan akan didengarkan oleh orang lain. Tidak ada yang sia-sia dalam perkataan. Berwibawa dalam segala tingkah. Orang yang berada di dekatnya terasa damai dan menyejukkan. Tidak ada yang tersakiti sehingga berpengaruh terhadap banyaknya jaringan. Dengan kata lain komunikasi dengan semua elemen masyarakat menjadi baik dan terjaga. Hal inilah yang dicontohkan oleh Nabi, para sahabat, para wali hingga orang-orang soleh termasuk para kiai pemangku pesantren.
Maka tidak ayal banyak kalangan yang datang berkunjung kepada kiai. Mulai dari kaum elit hingga orang alit, dari qari’ hingga korak. Banyak sowan untuk mengharap berkah. Orang saleh identik dengan terkabulnya doa. Dengan mendekat kepada mereka maka hajat kita semoga disampaikan kepada Allah sehingga apa yang menjadi cita-cita kita bisa terlaksana.
Namun tidak semua orang saleh, para kiai yang kelihatan hitam keningnya. Walau begitu sinar bersih yang memancar dari wajah beliau sangat menyejukkan. Sesejuk air bening dari pancuran di pegunungan. Mengapa demikian? Terlebih karena keikhlasan dalam beribadah. Beribadah tidak karena pamrih hanya ingin mendekat kepada Allah saja. Apa yang dilakukan tidak berharap balasan apapun. Namun pasti Allah yang akan menata kehidupan. Bukankah Allah Maha Sempurna pengatur segalanya di jagat raya ini.
Keikhlasan dalam teori Maslow dikenal dengan aktualisasi diri. Dirinya berbuat karena ingin mempunyai karya. Karyanya dipersembahkan kepada Allah saja. Dan inilah tahapan tertinggi dalam teori motivasi ini. Ingin berbuat karena ingin berbuat sesuatu. Dan yang dikerjakan tidak berharap apapun. Oleh karena keikhlasan yang tinggi inilah sehingga kewibaan, kemuliaan terpancar dari wajah para orang saleh.
Fenomena yang ada sekarang, banyak orang yang berjidat hitam. Kayaknya baru orang kemarin sore. Mungkin juga suka salat. Namun baru beberapa saat kok sudah punya tanda hitam. Jangan-jangan keningnya digosok-gosok ketika salat sehingga terjadi tanda hitam atau bagaimana. Jangan-jangan juga meletakkan batu di tempat salat sehingga ketika sujud batu itu menempel di kening. Karena berlangsung lama sehingga kening menjadi hitam dengan sendirinya.
Anehnya bila sudah hitam namun tidak ada atsar atas perilakunya. Dengan orang lain acuh apalagi dengan orang yang bukan kelompoknya. Perilaku yang ditampakkan seperti Islam yang ekstrem, Islam yang kasar nan garang. Apa salah memahami teks ayat bahwa orang saleh tandanya adalah jidatnya yang hitam. Sehingga harus menghitamkan jidat yang ada. Bahkan dengan segala cara. Memang terkadang kita agak segan dengan orang yang punya tanda hitam di jidat. Terlihat sebagai orang yang khusuk salatnya.
Pemahaman ayat bahwa orang yang saleh akan ada tanda hitam di jidat tidak perlu harus dimaknai demikian. Buktinya banyak kiai yang saya jumpai tidak selalu hitam di kening. Tanda hitam di jidat tidak harus dipaksakan adanya. Bila ada orang yang demikian maka diragukan ketulusannya dalam beribadah. Bisa saja hal ini akan menjadi trik untuk membohongi orang lain. Maka perlu hati-hati dalam bergaul.
Jadi atsar orang salat adalah perilakunya akan bertambah menjadi lebih baik. Kewibawaan dan kemuliaan akan memancar dengan sendirinya. Keramahan akan timbul bila bertemu dengan orang lain dari tingkat sosial manapun. Bertemu dengannya menimbulkan kedamaian. Walaupun begitu ada juga orang yang mempunyai tanda hitam di kening juga suka menolong kesusahan orang lain. Yang perlu diwaspadai adalah orang yang mempunyai tanda hitam di kening namun perilakunya tidak menunjukkan orang yang baik malah membuat keresahan dan kerusakan di masyarakat. Wallahul a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar