Selasa, 18 Februari 2014

Harta, Tahta dan Wanita

Sejahtera identik dengan kemapanan. Mapan dari segi sandang, pangan, dan papan. Ini adalah kebutuhan dasar manusia. sesuai dengan perkembangan kebutuhan hidup manusia maka tidak bisa dipungkiri lagi akan kebutuhan pendidikan, kesehatan, keamanan, kebebasan beragama, berpendapat, juga berpolitik. Ini adalah turunan dari ketiga hal di awal. Setelah semuanya diraih selanjutnya ingin mendapatkan identitas diri. Siapakah dirinya, seberapa jauh dirinya dalam status social di masyarakat. Begitulah seperti teori Maslow.
Dalam hal ini pada awalnya manusia ingin meraih kebutuhan dasar. Dimulai dari modal (0) nyaris tanpa modal. Bisa dimengerti manakala diingat manusia lahir ke dunia dalam keadaan tidak membawa apa-apa. Dengan alur kehidupan yang terus bergerak sedikit demi sedikit kebutuhan hidupnya semakin terpenuhi dan lengkap. Mulai dari pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan akan makan.
Semua pemenuhan kebutuhan pada dasarnya diperoleh sebagai hasil bekerja. Namun ada juga tidak menutup kemungkinan dari hibah, hadiah, warisan, pemberian dan lain sebagainya. Ada yang mengatakan beruntung bila orang tuanya berada. Ada peluang untuk mendapatkan harta warisan yang banyak. Cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. Namun manusia dilahirkan dengan sidik jari yang berbeda. Walau dilahirkan dari satu keturunan namun mempunyai nasib yang berbeda. Bahkan yang kembar sekalipun. Sama misterinya dengan makna sidik jari tiap orang. Perbedaan inilah yang disesuaikan dengan tingkat ikhtiar yang dilakukan.
Banyak orang berpikir bahwa segala sesuatu tergantung harta. Bahkan kebahagiaan pun tergantung harta. Atau bisa dibeli dengan harta. Ilustrasinya begini. Orang yang mempunyai harta banyak bisa memenuhi segala kebutuhannya tanpa susah payah. Mengirim anak belajar di luar negeri bisa. Rekreasi di luar kota mudah saja dilakukan. Ingin masuk surga dengan beribadah haji bisa saja dilakukan dengan mudah. Membeli kedudukan, menjadi wakil rakyat ataupun jabatan politis di partai atau pemerintahan bisa dengan mudah di dapat karena ada harta. Namun apakah benar hal ini? Jawabannya bisa ya, bisa tidak. Bila orang berharta kelihatan sumringah hidupnya, lalu orang yang belum berpunya tidak bisa senang, tertawa lepas? Ternyata bisa. Bahkan terkadang orang yang hidupnya pas-pasan nyenyak tidurnya karena tidak berpikir hutang, bisa makan seadanya, anaknya baik-baik soleh-solehah tidak banyak tingkah, keluarganya rukun. Apakah ini tidak juga kebahagiaan?
Orang yang berpikiran seperti hal yang pertama menginginkan memiliki harta sebanyak-banyaknya. Entah dengan membeli jabatan, atau dengan cara-cara sejenis. Pertimbangannya mungkin dengan memiliki posisi tertentu maka kekayaan akan datang dengan sendirinya karena bagian dari fasilitas. Maka budaya yang terasa akan sikut-sikutan, tidak bisa rukun dengan kawan sendiri. Bisa-bisa kawan menjadi lawan. Lawan menjadi kawan. Yang abadi adalah kepentingan. Kalau kepentingannya sama maka lawan, musuh bisa menjadi kawan. Kalau sudah seperti ini, yang kuat dan kayalah yang berkuasa. Rakyat yang menderita.
Berkaitan dengan harta adalah segala-galanya diantaranya juga banyak orang yang berduit yang menjajal peruntungan menjadi anggota dewan, dan kepala daerah (bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, gubernur/wakil gubernur). Di era demokrasi ini, seseorang akan terpilih bila perolehan suaranya banyak. Untuk memperole suara terbanyak maka perlu menyapa konstituennya. Untuk itu perlu pasang spanduk, baliho banyak tampil diacara-acara yang dihadiri banyak pihak, membuat berita yang sensasional sehingga dikenal masyarakat. Karena ada uang maka hal itu mudah saja dilakukan. Maka tidak heran banyak artis dan pengusaha yang terjun menjadi wakil rakyat. Karena memang berduit. Menurut penelitian dari Pramono Anung untuk menjadi anggota DPR RI seorang pengusaha bisa menghabiskan biaya 1-3 milyar.
Bila sudah mempunyai harta keinginan selanjutnya adalah tahta atau kedudukan. Ada yang menganggap bahwa kedudukan adalah segala-galanya. Hingga ingin menjadi penguasa selama-lamanya. Tidak heran ada presiden yang memerintah hingga 30 tahun. Oleh karena terlalu lama memerintah maka gaya pemerintahannya lalim, rakus, memaksakan kehendak dll.
Wanita dalam sanepa bahasa Jawa berarti “wani ditata” yang berarti mau diatur oleh laki-laki. Karena wanita identik dengan isteri. Bila menilik dari sisi ini wanita berada pada posisi inferior atau lemah yang tidak mempunyai daya tawar kepada pihak lain. Makanya para aktivis biasanya menggunakan istilah perempuan bagi wanita karena lebih identik dengan persamaan harkat dan martabat. Dengan mengacu pada dawuh Gusti Allah bahwa orang yang mulia disisi Allah adalah orang yang bertakwa. Bertakwa disini tidak berdasar salah satu jenis kelamin laki-laki. Sehingga bisa diartikan laki-laki dan perempuan mempunyai hak sama untuk memperoleh derajat ketakwaan. Bila sudah bertakwa maka derajatnya tinggi dalam pandangan Allah dan manusia. untuk selanjutnya untuk menyebut wanita dengan perempuan saja.
Perempuan identik dengan kelembutan, kecantikan, ketegaran, elok, menarik dan sebagainya. Namun dibalik itu semua ada juga kekuatan yang dahsat. Sebut saja Ibu Khadijah, isteri Rasulullah, Ibu Maryam ibunda Nabi Isa As. Ada juga Ratu Mesir Cleopatra, Ratu Bilqis di zaman Nabi Sulaiman As. Di Negara kita cukup tokoh perempuan yang mengagumkan seperti Cut Nyak Din dari Aceh, RA Kartini, Ibu Mega Presiden RI ke-5, ada lagi beberapa tokoh perempuan dari NU.

Yang jelas dalam kehidupan harta, kedudukan atau tahta, juga wanita/perempuan adalah penting dalam kehidupan. Dan bahkan sebagai penyempurna kebahagiaan hidup. Namun perlu ditempatkan sebagai wasilah atau alat bukan tujuan hidup. Wallahu a‘lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar