Sejahtera identik dengan
kemapanan. Mapan dari segi sandang, pangan, dan papan. Ini adalah kebutuhan
dasar manusia. sesuai dengan perkembangan kebutuhan hidup manusia maka tidak
bisa dipungkiri lagi akan kebutuhan pendidikan, kesehatan, keamanan, kebebasan
beragama, berpendapat, juga berpolitik. Ini adalah turunan dari ketiga hal di
awal. Setelah semuanya diraih selanjutnya ingin mendapatkan identitas diri.
Siapakah dirinya, seberapa jauh dirinya dalam status social di masyarakat.
Begitulah seperti teori Maslow.
Dalam hal ini pada awalnya
manusia ingin meraih kebutuhan dasar. Dimulai dari modal (0) nyaris tanpa
modal. Bisa dimengerti manakala diingat manusia lahir ke dunia dalam keadaan
tidak membawa apa-apa. Dengan alur kehidupan yang terus bergerak sedikit demi
sedikit kebutuhan hidupnya semakin terpenuhi dan lengkap. Mulai dari pakaian,
tempat tinggal, dan kebutuhan akan makan.
Semua pemenuhan kebutuhan pada
dasarnya diperoleh sebagai hasil bekerja. Namun ada juga tidak menutup
kemungkinan dari hibah, hadiah, warisan, pemberian dan lain sebagainya. Ada
yang mengatakan beruntung bila orang tuanya berada. Ada peluang untuk
mendapatkan harta warisan yang banyak. Cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar
keluarganya. Namun manusia dilahirkan dengan sidik jari yang berbeda. Walau
dilahirkan dari satu keturunan namun mempunyai nasib yang berbeda. Bahkan yang
kembar sekalipun. Sama misterinya dengan makna sidik jari tiap orang. Perbedaan
inilah yang disesuaikan dengan tingkat ikhtiar yang dilakukan.
Banyak orang berpikir bahwa
segala sesuatu tergantung harta. Bahkan kebahagiaan pun tergantung harta. Atau
bisa dibeli dengan harta. Ilustrasinya begini. Orang yang mempunyai harta
banyak bisa memenuhi segala kebutuhannya tanpa susah payah. Mengirim anak
belajar di luar negeri bisa. Rekreasi di luar kota mudah saja dilakukan. Ingin
masuk surga dengan beribadah haji bisa saja dilakukan dengan mudah. Membeli kedudukan,
menjadi wakil rakyat ataupun jabatan politis di partai atau pemerintahan bisa
dengan mudah di dapat karena ada harta. Namun apakah benar hal ini? Jawabannya
bisa ya, bisa tidak. Bila orang berharta kelihatan sumringah hidupnya, lalu
orang yang belum berpunya tidak bisa senang, tertawa lepas? Ternyata bisa.
Bahkan terkadang orang yang hidupnya pas-pasan nyenyak tidurnya karena tidak
berpikir hutang, bisa makan seadanya, anaknya baik-baik soleh-solehah tidak
banyak tingkah, keluarganya rukun. Apakah ini tidak juga kebahagiaan?
Orang yang berpikiran seperti hal
yang pertama menginginkan memiliki harta sebanyak-banyaknya. Entah dengan
membeli jabatan, atau dengan cara-cara sejenis. Pertimbangannya mungkin dengan
memiliki posisi tertentu maka kekayaan akan datang dengan sendirinya karena
bagian dari fasilitas. Maka budaya yang terasa akan sikut-sikutan, tidak bisa
rukun dengan kawan sendiri. Bisa-bisa kawan menjadi lawan. Lawan menjadi kawan.
Yang abadi adalah kepentingan. Kalau kepentingannya sama maka lawan, musuh bisa
menjadi kawan. Kalau sudah seperti ini, yang kuat dan kayalah yang berkuasa.
Rakyat yang menderita.
Berkaitan dengan harta adalah
segala-galanya diantaranya juga banyak orang yang berduit yang menjajal
peruntungan menjadi anggota dewan, dan kepala daerah (bupati/wakil bupati,
walikota/wakil walikota, gubernur/wakil gubernur). Di era demokrasi ini, seseorang
akan terpilih bila perolehan suaranya banyak. Untuk memperole suara terbanyak
maka perlu menyapa konstituennya. Untuk itu perlu pasang spanduk, baliho banyak
tampil diacara-acara yang dihadiri banyak pihak, membuat berita yang
sensasional sehingga dikenal masyarakat. Karena ada uang maka hal itu mudah
saja dilakukan. Maka tidak heran banyak artis dan pengusaha yang terjun menjadi
wakil rakyat. Karena memang berduit. Menurut penelitian dari Pramono Anung
untuk menjadi anggota DPR RI seorang pengusaha bisa menghabiskan biaya 1-3
milyar.
Bila sudah mempunyai harta
keinginan selanjutnya adalah tahta atau kedudukan. Ada yang menganggap bahwa
kedudukan adalah segala-galanya. Hingga ingin menjadi penguasa selama-lamanya.
Tidak heran ada presiden yang memerintah hingga 30 tahun. Oleh karena terlalu
lama memerintah maka gaya pemerintahannya lalim, rakus, memaksakan kehendak
dll.
Wanita dalam sanepa bahasa Jawa
berarti “wani ditata” yang berarti mau diatur oleh laki-laki. Karena wanita
identik dengan isteri. Bila menilik dari sisi ini wanita berada pada posisi
inferior atau lemah yang tidak mempunyai daya tawar kepada pihak lain. Makanya
para aktivis biasanya menggunakan istilah perempuan bagi wanita karena lebih
identik dengan persamaan harkat dan martabat. Dengan mengacu pada dawuh Gusti
Allah bahwa orang yang mulia disisi Allah adalah orang yang bertakwa. Bertakwa
disini tidak berdasar salah satu jenis kelamin laki-laki. Sehingga bisa
diartikan laki-laki dan perempuan mempunyai hak sama untuk memperoleh derajat ketakwaan.
Bila sudah bertakwa maka derajatnya tinggi dalam pandangan Allah dan manusia. untuk
selanjutnya untuk menyebut wanita dengan perempuan saja.
Perempuan identik dengan
kelembutan, kecantikan, ketegaran, elok, menarik dan sebagainya. Namun dibalik itu
semua ada juga kekuatan yang dahsat. Sebut saja Ibu Khadijah, isteri
Rasulullah, Ibu Maryam ibunda Nabi Isa As. Ada juga Ratu Mesir Cleopatra, Ratu
Bilqis di zaman Nabi Sulaiman As. Di Negara kita cukup tokoh perempuan yang
mengagumkan seperti Cut Nyak Din dari Aceh, RA Kartini, Ibu Mega Presiden RI
ke-5, ada lagi beberapa tokoh perempuan dari NU.
Yang jelas dalam kehidupan harta,
kedudukan atau tahta, juga wanita/perempuan adalah penting dalam kehidupan. Dan
bahkan sebagai penyempurna kebahagiaan hidup. Namun perlu ditempatkan sebagai
wasilah atau alat bukan tujuan hidup. Wallahu a‘lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar