Rabu, 25 Mei 2011

Melatih Anak Jujur

Pendidikan membuat orang jujur. benar memang itu salah satu tujuan pendidikan. Namun sulit dalam pengetrapannya. Secara teori bisa. Dan itu harapan dari semua orang. Yang kelihatan nyata adalah hasil pendidikan pandai dalam akademik namun masih kurang dalam pembentukan karakter dan kepribadian.
Maksudnya adalah out put pendidikan berhasil dalam mencetak lulusan yang secara akademik mumpuni namun belum bisa digaransi akan kebenaran perilakunya. Nah, ini menjadi PR bagi semua pihak. Makanya pembentukan karakter sangat penting. Dan sebenarnya ini adalah hasil pembiasaan. Contoh kecil saja sebenarnya. Misalnya melaksanakan sholat berjamaah. Kelihatannya ini hal yang biasa dan lumrah. Dijanjikan pahala yang berlimpah bagi yang melaksanakannya. Namun apa yang terjadi? Hanya sedikit saja yang melakukannya. Padahal jumlah kaum muslim adalah mayoritas. Sehingga masjid mushola masih sepi tidak sepadan dengan kemegahan sarananya. Hal ini berbeda dengan pembiasaan di pondok pesantren. Dimaklumi, santri pesantren tidak semua inputnya baik. Namun semuanya bisa di terima dan dilayani. Ada satu kewajiban yang harus dilakukan semua santri yakni sholat berjamaah. Nyatanya semua bisa melaksanakan. Dimulai dari teladan Kiai yang senantiasa memimpin sholat begitu juga para ustadz-ustadznya. Dari hasil pembiasaan yang menjadi budaya maka out putnya juga baik. Ketika sudah kembali ke masyarakat bisa menjadi contoh yang baik dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Kehidupan santri menjadi tertata dengan sendirinya.
Menanamkan sifat jujur kepada anak menjadi obrolan yang tidak ada habisnya. Semua berusaha melaksanakannya. Di sekolah, jujur disampaikan oleh guru. Di masyarakat tidak henti-hentinya disampaikan para orang tetua. Ada anomali memang dalam hal ini. Ada anggapan yang berkembang bahwa guru dan kepala sekolah serta pejabatnya tidak jujur. Sehingga dalam ujian nasional harus mengeluarkan ratusan milyar rupiah untuk mendatangkan tim pengawas independen dari perguruan tinggi. Untuk pengamanan dibutuhkan polri. Karena aparat pendidikan sendiri tidak bisa dipercaya.
Lalu bagaimana mengatasinya. Dulu pernah digulirkan kantin kejujuran dibeberapa SMA di tanah air dengan modal dari Kejaksaan. Hanya saja tidak berlangsung lama karena selalu jeblok. Lalu apakah sudah parahkah sehingga siswa tidak berlaku jujur.
Jika ditelisik ini ada semacam benang merah yang terjadi. tidak jujur karena terpengaruh lingkungan. Lingkungan dibentuk oleh budaya yang ada. Budaya tidak jujur akan menular kemana-mana. Bisa saja guru mengatakan bahwa berkata dan berbuat jujur adalah perilaku Nabi dan wajib dicontoh dan diteladani. Namun ternyata guru sendiri juga berperilaku tidak jujur. Guru seperti itu karena meniru kepala sekolah. Kepala sekolah karena meniru pejabat pendidikan dan seterusnya.
Jika saja kalau kita sadari lembaga pendidikan adalah wahana pembentukan sikap dan karakter siswa. Siswa terbentuk attitudenya disini. Jadi lembaga pendidikan berperan sangat vital. Disini pula para kader bangsa disemai untuk menjadi pemimpin bangsa di masa depan. Kualitas bangsa masa depan dipertaruhkan.
Untuk menegakkan kejujuran diberbagai level didirikan pengawas. Bahkan di lembaga penegak hukumpun ada yang namanya pengawas. Sebagai contoh di DPR ada Badan Kehormatan, di peradilan ada komisi yudisial dan komisi kejaksaan. Di Polri ada pejabat irwasum. Di pemerintahan ada inspektorat, badan pengawas bahkan di level pendidikan terutama guru ada yang namanya pengawas. KPK pun dibentuk. Dengan tujuan agar terjadi keteraturan jalannya pemerintahan. Jadi sebenarnya aparat pemerintah sangat lengkap. Sebenarnya celah berbuat tidak jujur ditutup serapat-rapatnya. Namun apa yang terjadi? Perilaku tidak jujur tidak malah semakin selesai namun tambah banyak diketemukan indikasinya bahkan sudah divonis pengadilan.
Melihat fenomena seperti itu lalu apa yang bisa dilakukan? Berkaca dari sejarah. Nabi diutus ke dunia Arab dalam suasana jahiliah kebodohan. Keadaan bisa berubah 180 derajat karena ada teladan dan contoh dari Nabi. Bahkan dalam hadith disebutkan bila Fatimah mencuri maka dipotong sendiri tangannya oleh Nabi. Di lain hal Nabi mendapat julukan al-amin yang dapat dipercaya jauh sebelum Nabi diangkat menjadi Nabi. Ini bukti bahwa keteladanan sangat penting dalam menumbuhkan sikap jujur. tidak cukup kiranya hanya diseminarkan, diworkshopkan. Dalam lingkup kecil, dimulai dari kepala sekolah dan guru. Begitu juga di rumah, sifat jujur sangat perlu ditanamkan orang tua terhadap anak. Bila ini terus-menerus dibiasakan maka akan berimbas pada lingkup yang lebih luas. Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar