Senin, 13 Desember 2010

Suara Bedug di Masjid An-Nur Kota Kediri

Bila pergi ke Kediri biasanya saya mampir ke Masjid an-Nur Kota Kediri. Sudah beberapa kali sholat di masjid ini. Namun baru satu kali sholat jumat. Hari Jumat,10/12/2010 kebetulan saya ke Kediri. Dan oleh karena waktu mendekati sholat Jumat saya putuskan untuk sholat Jumat di sini. Ketika datang sudah banyak jamaah yang datang. Dilihat dari pakaian dan wajah yang hadir kelihatan bermacam-macam latar belakang suku, ras, daerah, profesi, status sosial dan lainnya. Memang disadari Kota Kediri sudah seperti menjadi kota besar. Karena semua suku dan etnis sudah bertemu di sini. Dan hal tersebut tidak menjadi masalah. Yang jelas masih tetap Indonesia. Dan akan menambah keragaman budaya dan mempererat tali silaturahim.
Lokasi masjid memang strategis. Karena berada di jalur perempatan dan sebelah Alun-alun. Bangunan masjid sangat indah perpaduan antara modern dan tradisional. Dan memang masjid ini baru saja dipugar. Waktu dulu saya kesini tahun sebelum 2000an masih berbentuk bangunan lama. Sekarang sudah begitu megah. Dengan tiga lantai dan ada juga bangunan pendukung. sepertinya makmur kegiatan di masjid ini. Karena ada kantor beberapa lembaga dan organisasi bertempat di sini. Diantaranya MUI, Dewan Kesejahteraan Masjid, Lembaga Takmir Masjid, Kantor Yayasan Masjid. Semoga saja seperti itu. Fasilitas toilet dan wudhu yang cukup memadai dan bersih. Sangat menyenangkan. Berbeda dengan Masjid Raya Ulul Albab Surabaya yang bangunanannya megah namun kekurangan fasilitas toiletnya. Ternyata perlu ada kesesuaian antara jumlah jamaah dengan fasilitas pendukungnya.
Keramiknya baik tentu harganya juga mahal. Begitu juga area parkirnya luas dan tertata rapi. Sebelum sholat di mulai banyak jamaah yang sudah duduk berjajar rapi, beriktikaf.
Pelaksanaan sholat jumat seperti dilaksanakan di desa-desa. Diawali dengan adzan. Namun sebelumnya ada suara bedug yang menggelegar bertalu-talu. Saya merasa heran. Kok masih ada di kota sebesar Kediri yang masih membunyikan bedug dan kentungan. Rasanya senang sekali. Dan membuat hati berdebar. Alunannya mengingatkan masa kecil di masjid desa. Bunyinya dibuat beriringan. Bedug dahulu lalu kentungan-bedug dan kentungan lagi. Dan bunyinya yang khas. Bunyi bedug yang khas rasanya mengusik jiwa. Inilah yang dipakai oleh para wali dalam menyebarkan Islam di Pulau Jawa. Membuat alat yang ada di daerah sekitar namun mempunyai nilai lebih untuk mengumpulkan orang. Bunyi bedug deng..deng bisa dimaknai sebagai jek sedeng..jek sedeng bahwa masjid masih cukup digunakan untuk sholat berjamaah. Lalu bunyi kentongan thong..thong jek kotong..jek kotong bahwasanya masjid masih kosong, jamaah diminta untuk segera datang agar masjid penuh orang untuk melaksanakan sholat berjamaah. Dan ini dipraktekkan di Masjid ini. Luar biasa bunyinya. Memang bedug dan kentongannya dari bahan pilihan sehingga bisa menghasilkan bunyi yang khas dan unik.
Setelah adzan pertama dikumandangkan lalu jamaah sholat qabliyah jumat. Bilal yang bertugas orangnya gendut namun yang masih teringat adalah suaranya yang merdu. Memang kelihatannya orang pilihan. Dengan lantunan suara yang merdu membuat yang mendengar merasa tenang dan bisa khusuk menjalani ritual ibadah ini. Dan satu lagi membuat jamaah merasa butuh untuk
datang dan beribadah. Karena merasa nyaman. Pernah suatu ketika ada seorang pendeta yang protes. Mendengar adzan dari rumahnya namun suaranya jelek dan asal-adalan. Ada perasaan yang kurang. Beda rasanya bila mendengar panggilan sholat namun dilantunkan dengan suara merdu. Orang non muslim pun merasa nyaman mendengarnya. Tugas yang dia emban selanjutnya adalah melantunkan adzan kedua dan mengantarkan khotib untuk khutbah. Memberitahukan kepada jamaah agar mendengarkan khutbah yang akan disampaikan. Karena hal tersebut adalah kesempurnaan sholat jumat.
Ada hal lain yang bisa dicermati yakni dalam berpakaian. Ada yang memakai celana panjang, sarung, berkopiah hitam bagi yang laki-laki. Sedang perempuan memakai mukena sebagaimana orang kebanyakan. Hal ini menandakan bahwa Islam yang ada adalah Islam Indonesia. Bukan Islam Arab Saudi. Memang Islam adalah ajaran universal. Bukan impor dari negeri Timur Tengah yang harus menyesuaikan budaya dari sana. Identitas keindonesiaan tidak luntur oleh budaya. Namun ajaran Islam sama. Dalam kaidah ushul fiqh ada al–adah muhakkamah. Bahwa adat bisa menjadi hukum. Ajaran aqidah tetap sama hanya saja dalam fiqh bisa menyesuaikan dengan adat istiadat yang berlaku pada suatu daerah. Itulah tawasuth dalam beragama. Prinsip inilah yang dipegangi para penyebar Islam di Tanah Jawa sehingga ajakan dakwahnya diterima orang pribumi. Akhirnya Islam menyebar luas hingga kita peluk sekarang ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar