Sudah satu bulan lebih kita tidak menjadi tamu bulan Ramadhan. Sekarang sudah memasuki bulan Dzulqa’dah. Berarti sudah lumayan lama kita meninggalkan bulan pendadaran. Bulan yang melatih kita untuk menjadi umat pilihan, muttaqin. Memang hanya orang yang beriman yang bisa meraih predikat ini. Berarti bila kita melakukan puasa di bulan Ramadhan lalu menjaga syarat, rukun dan ibadah sunah lainnya dengan ikhlas karena Allah maka balasan yang tiada terkira dari Allah akan diterima. Dan janji Allah pastilah benarnya.
Lalu apa yang bisa kita lakukan setelah Ramadhan lalu Syawal yang berarti peningkatan. Diantaranya adalah taqwiyatul alaqatit taqwa, mempertebal ketakwaan kepada Allah. Bila kita belum bisa melaksanakan sholat lima waktu dengan tertib maka perlu kita jaga sholat agar tidak bolong-bolong. Terkadang kita menunda-nunda mengerjakan sholat perlu diperbaiki agar waktu sholat tepat pada waktunya. Yang sudah tertib sholatnya perlu ditambah agar sholatnya bertambah khusu’ dan ditambahi pula dengan sholat rawatibnya. Setidak-tidaknya sebagai muslim kita berkewajiban untuk sowan atau menghadap kepada Allah lima kali sehari, selam 24 jam. Sekali dalam sepekan yakni sholat Jumat dan dua kali dalam setahun yakni sholat idul fitri dan idul adha. Sholat adalah ibadah yang sangat penting. Sehingga dijadikan patokan kebaikan seluruh amal manusia ketika sudah selesai kontrak hidupnya di dunia. Dan amalan ibadah yang dihitung pertama kali. Bila sholatnya baik maka digeneralisir amal ibadahnya juga baik. Begitu pula sebaliknya. Karena pentingnya sholat, bila ada anak akan pergi dari rumah orang tua yang sayang kepada putranya pastilah berpesan untuk mengerjakan sholat bila sudah waktunya ketika dalam perjalanan. Hal ini adalah bentuk kasih sayang orang tua pada anaknya dan berkewajiban pula menjaga anak keturunan dari siksa api neraka. Qu anfusakum waahlikum naara.
Kedua, tajdidu alaqatil akhlaq. Memperbarui akhlak. Diharapkan segala tingkah laku kita menjadi baik atau dikenal dengan akhlak mahmudah. Dan menghindari akhlak yang buruk, akhlak mazmumah. Sifat yang mudah kita lakukan tanpa kita sadari diantaranya adalah ghibah, ngrumpi. Dimanapun dan kapanpun bahkan dengan siapapun terkadang kita lupa bahwa yang kita bicarakan termasuk ghibah. Bisa mulai dari hal yang sepele hingga perkara besar. Tanda mudah bahwa yang kita bicarakan ghibah adalah bila yang bersangkutan mendengar hal tersebut akan sakit hatinya. Ada pengalaman ketika silaturahmi ke Pak Kiai. Tanpa disengaja pembicaraan mengarah pada karakter seorang tokoh yang disoroti masyarakat. Dengan bijak Pak Kiai membelokkan arah pembicaraan ke lain hal. Dan yang diajak bicara maklum dengan apa yang dimaksud. Lalu mohon maaf. Dan oleh karena tujuan bersilaturahmi telah tercapai selanjutnya mohon diri.
Ada satu lagi sifat temannya ghibah, yakni namimah. Adu-adu dalam bahasa Jawanya. Kemudian ada lagi sifat wan nadru bi syahwat. Melihat lain jenis dengan syahwat. Ini yang berbahaya. Makanya dianjurkan bila perempuan untuk menutup auratnya. Begitu juga yang laki-laki. Dengan hal tersebut akan menjaga kehormatannya. Dan akan dipandang sebagai orang baik-baik. Asal menutup aurat betulan. Bagi perempuan, tidak memakai busana tertutup tetapi street atau press body sehingga kelihatan lekuk-lekuk tubuhnya. Atau juga memakai kain tipis sehingga kelihatan warna kulitnya. Tentu hal ini juga belum cukup perlu diimbangi dengan akhlak yang baik.
Untuk menjaga agar tidak syahwat ada anjuran bagi kita untuk menundukkan pandangan. Menatap dengan lawan bicara ya harus. Agar tidak terkesan meremehkan atau menghina. Namun juga dalam kadar secukupnya. Dan bagi pemuda ada anjuran khusus bila belum berani untuk menikah yakni berpuasa. Dengan berpuasa keinginan syahwat terkekang. Karena diantara kesempurnaan berpuasa tidak boleh melakukan hal-hal yang membatalkan puasa diantaranya adalah melihat yang menyebabkan syahwat, berfikiran ke arah tersebut, apalagi melakukan aktivitas syahwat. Sehingga cara manjur adalah dengan berpuasa.
Ketiga, adalah tajdidu alaqatil Qur’an. Seberapa istiqamah kita membaca al-Qur’an setiap hari. Yang terjadi sekarang ini lebih banyak waktu untuk membaca koran daripada Qur’an. Dipandang dengan membaca koran lebih keren, lebih bergengsi. Namun sebenarnya lupa bahwa cara mencapai tujuan hidup sudah jelas semua ada di dalam al-Qur’an. Dan lupa bahwa al-Qur’an adalah bacaan terbaik yang dijaga keasliannya hingga akhir zaman. Tentu saja aktivitas membaca al-Qur’an tidak hanya terbatas dalam tilawah. Namun lebih dari itu memikirkan apa yang dikandung dalam kitab suci ini lalu dijabarkan dalam penelitian. Dari sinilah akan memperkokoh keimanan seseorang. Tanpa disadari kita mtua kita. Sehingga melaksanakan ajaran agama seperti yang dilakukan oleh orang tua tanpa menanyakan bagaimana maksud dan tujuannya. Beda dengan orang Barat. Memeluk agama Islam setelah melakukan sekian langkah eksperimen penelitian. Setelah membuktikan sendiri kebenaran al-Qur’an secara ilmiah. Sehingga betul-betul kokoh keislamannya.
Terakhir, tahsinu alaqatil bil muslimin. Memperbaiki hubungan dengan sesama saudara muslim. Acara halal bihalal tidak harus hanya di bulan Syawal. Masak kita berbuat salah lalu meminta maaf pada orang yang bersangkutan pada bulan Syawal tahun depan? Tentu saja tidak. Bila kita salah sebaiknya secepatnya meminta maaf. Dari sini akan memperkokoh persaudaraan seagama. Dan akan mempecepat usaha untuk mengurai bersama-sama problem umat. Bukankah al muslimu lil muslimi kal bunyan. Seorang muslim dengan muslim lainnya seperti satu bangunan yang saling menguatkan. Dan juga al muslimu lil muslimi kal jasadil wahid. Seorang muslim dengan muslim lainnya seperi satu tubuh. Bila salah satu organ tubuh sakit maka akan terasa sakitlah semuanya.
Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar