
Karunia ilmu juga merupakan nikmat. Untuk membuktikannya mudah saja. Singkong yang harganya murah, mungkin sekilo hanya seribu rupiah. Orang desa bahkan anak-anak sekarang bila ditawari singkong rebus tidak mau. Memegang saja tidak mau apalagi memakannya. Kalah dengan snack pabrik yang harganya lima ratusan. Padahal belum tentu sehat untuk dikonsumsi. Bila singkong diberi sentuhan ilmu yang berupa teknologi pabrikan, dikemas yang bagus apalagi diiklankan di media maka singkong yang bahan bakunya murah bisa menghasilkan laba ratusan persen. Itulah mulianya ilmu. Maka umat Islam diharuskan berilmu agar bisa beribadah dengan ilmu dan memakmurkan bumi ini.
Dari nikmat yang dilimpahkan Allah lalu apa yang harus kita perbuat? Apakah hanya cukup mengucapkan hamdalah saja? Tentunya kita harus mensyukurinya diantaranya dengan membaca hamdalah, puji syukur kepada Allah. Karena apabila tidak mau bersyukur bisa saja nikmat yang tiada terkira itu akan berubah menjadi adzab. Dan itu bisa saja terjadi dalam sekejab. Coba kita ingat dalam tragedi tsunami di Aceh penghujung tahun 2006. Dalam hitungan menit melululantakkan kota Banda Aceh dan Pulau Nias, lalu gempa bumi di Yogja. Belum lagi bencana banjir yang sekarang ini mendera di Jakarta dan Wasior-sebuah kota Kecamatan di Manokwari Papua Barat. Sebelumnya kita belum pernah mengenal mana itu Wasior. Dan masih banyak lagi kejadian yang tidak bisa kita sebutkan satu persatu. Tanah Papua yang kaya akan hasil hutan dan tambang ternyata menyimpan angkara murka bagi penguasanya. Untuk senantiasa dikeruk hasilnya tanpa bisa memakmurkan warganya. Ada sinyalemen bahwa adanya bencana tanah longsor Wasior karena pembalakan hutan yang sudah berlangsung lama. Tanpa penanaman hutan lagi. Kejahatan ini bisa saja terjadi di awali dari gedung pemerintah tempat di mana para penguasa daerah berkantor. Karena kesepakatan beberapa orang saja pembalakan hutan bisa berlangsung dengan aman dengan dalih pembangunan dan lainnya.
Nilai kehidupan yang dihisab bukan hidupnya. Hidup dengan kekayaan berlimpah disyukuri. Bila hidup seadanya juga disyukuri. Sehat disyukuri. Ketika kena musibah, bersabar. Karena bila mau bersabar maka pahalanya tiada terkira banyaknya. Hanya Allah sendiri yang tahu. Namun tentu saja ini berat. Musibah bermacam-macam. Ada musibah dunia seperti bencana alam, lalu musibah badaniah berupa sakit, lalu yang sebangsa maliah seperti tanaman sawah yang terkena hama, bulai dll. Lalu terkadang menyalahkan Tuhan. Mengapa Tuhan seperti ini. Berarti Tuhan tidak sayang kepada manusia. Ia lupa bahwa organ tubuh kita juga milik Tuhan. Sawah yang kita punya pada dasarnya hanyalah titipan. Terserah Tuhan mau berkehendak apa. Hanya saja yang wajib kita lakukan adalah berikhtiar dalam kehidupan ini.
Musibah bersabar membaca tarjik. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Bila berbuat maksiyat lalu taubat dan istigfar. Tidak ingin mengulanginya lagi. Membaca La haula wal quwata illa billahil aliyil adhim. La wala kuwato. Orang kaya perlu mencari bekal untuk mati.
Bila pejabat tidak pernah mengaji memperbarui energi positifnya dalam hal agama maka akan tidak pro rakyat. Kebijakannya akan menyengsarakan rakyat dengan cara lebih sistematis. Dalam bentuk UU, Perda yang membuat rakyat lebih miskin secara struktural dan terencana. Bisa dilihat dari pencabutan subsidi dan lainnya.
Maka rugi hidup ini bila tidak diisi dengan kegiatan yang bermanfaat. Sehari semalam dikaruniai waktu 24 jam. Untuk apa saja waktu sebanyak itu? Bila kita hitung yang mudah saja, berapa lamakah kita tidur dalam sehari? Jangan-jangan waktu untuk tidur lebih banyak daripada waktu untuk beramal saleh? Contoh mudah bila tidur di malam hari di mulai jam 22 lalu bangun jam 4 saja berarti sudah tidur selama 6 jam. Belum lagi bila siang bisa tidur selama satu sampai dua jam. Jadi sehari kita bisa tidak beramal saleh sudah 6-8 jam. Waktu yang kosong? Bila diumpamakan waktu dengan gudang maka gudang kita akan kosong selama waktu itu. Sungguh mengenaskan. Bila saja kita bisa menghiasi waktu istirahat itu dengan hidangan surga, sungguh akan sangat mengasyikkan. Hidangannya berupa apa? Bisa membaca istighfar, membaca sholawat atau juga dengan dzikir yang lain. Sehingga waktu yang berlalu tidak sia-sia.
Setelah mengetahui hal itu lalu berbuat apa? Diantaranya bermuhasabah, menghitung amal saleh kita apakah sudah banyak atau sebaliknya sedikit. Yang tahu pastilah diri kita sendiri. Diceritakan bahwa wajah kita nanti ketika di hari kiamat menjadi 12 macam wajah. Diantaranya ada yang berupa babi, monyet, ada yang mulutnya terpotong, ada juga yang kepalanya terputus jadi hanya tinggal badannya saja, ada yang matanya mau keluar dan sebagainya. Lalu ada yang berwajah berseri-seri seperti bulan purnama dan berjalan di jembatan shiratal mustaqim secepat kilat. Inilah yang seharusnya kita harapkan. Bila saja ada yang ingin lebih tampan dari sekarang ini atau lebih cantik dari keadaan sekarang ini maka mau tak mau harus berusaha berbuat amal saleh. Hanya itu yang bisa dilakukan. Itu yang pertama. Kedua, menjauhi perbuatan maksiyat. Ketiga, menjaga sholat lima waktu. Hal ini bisa dilakukan dengan berjamaah. Dan ini yang lebih utama. Ada salah satu anjuran dan ini baik untuk kita jalani. Yakni barang siapa yang istikomah sholat berjamaah maka tidak akan diberi hidup dalam kefakiran. Maksudnya bila benar-benar diberi fakir misalnya tetapi itu memang rizki yang menjadi bagiannya. Dan ia tetap mensyukurinya. Karena hal itu dianggap sebagai materi dunia saja. Namun hatinya kaya. Kekayaan yang diraih disyukuri. Sebenarnya inilah yang namanya kaya. Kaya hati. Kaya ukurannya bukan banyaknya materi yang dimiliki tetapi hatinya merasa kaya dengan apa yang dimiliki. Malah sebaliknya orang kaya kok masih korupsi maka sebenarnya dialah yang miskin. Sudah mempunyai kekayaan namun masih merasa kurang. Maka melakukan hal-hal yang kurang patut. Dan membuat ia masuk “hotel prodeo”.
Lebih tenang orang yang jualan kangkung di pasar. Apa yang dijual milik endiri. Hasilnya dinikmati sekeluarga. Sudah tidak berurusan dengan pihak lain. Selesai, sudah hati tenang. Bisa beribadah dengan kekayaan yang dipunyai. Keempat, dengan membiasakan taubat. Taubat di sini maksudnya bahwa bila berbuat dosa maka berusaha tidak mengulanginya lagi di waktu yang akan datang. Bila mengulangi berarti itu kapok lombok. Hanya di bibir saja.
Ad dunnya mazroatul akhirah bahwa dunia ini adalah ladangnya akhirat. Memang kita hidup di dunia ini untuk mengumpulkan pahala dari amal saleh yang kita lakukan untuk persiapan atau bekal untuk hidup setelah mati yakni kehidupan akhirat. Makanya ada petuah yang baik dalam hal ini urip nang donya aja sak karep udele dewe. Luwih becik manut karepe sing gawe urip.
Bila sekarang ini musim berangkat ibadah haji, kita doakan semoga selamat ketika berangkat, selama di tanah Haram sehat begitu juga selamat sampai di rumah masing-masing. Sehingga bisa menyandang haji mabrur. Bukan mabur. Salah satu tanda haji mabrur adalah lebih banyak berbuat baik daripada sebelumnya. Yang lebih penting dan mudah adalah ketika berniat untuk ibadah haji untuk menggugurkan kewajiban atau melaksanakan kewajiban yang diperintahkan Allah. Bukan dengan niat yang lain.
Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar