I’tikaf adalah ibadah
dengan cara berdiam diri. Dan tempatnya di masjid. Memang i’tikaf hanya bisa
dikerjakan di masjid. Bisa melakukan dzikiran, membaca salawat, dan tadarus
Alquran. Lalu bila mengerjakan hal tersebut di rumah, apa dinamakan i’tikaf?
Tidak. Ini khusus di masjid. Seperti salat tahiyatul masjid hanya dikerjakan di
masjid. Tidak ada salat tahiyatul bait, atau tahiyatul musalla, tahiyatul
langgar.
Bisa saja satu dusun
didirikan 2 masjid. Namun yang digunakan untuk salat jumat hanya satu. Karena
masih memungkinkan. Kedua masjid bisa digunakan untuk i’tikaf.
Suatu saat Nabi Musa
bertanya kepada Allah ketika beribadah di Gunung Tursina. “Apa Jenengan masih
akan menciptakan makhluk yang lebih baik daripada saya, Gusti?”, tanya Nabi
Musa As. Ada hatib, suara tanpa rupa
yang menjawab. “Ya, Aku akan menciptakan makhluk yang lebih baik dan lebih
dekat denganku. Namanya Muhammad”.
Ini adalah salah satu
bukti keistimewaan Nabi Muhammad Saw. diantara makhlukNya. Jarak antara Nabi Musa As. dengan Allah ada
hijab 70 ribu. Sedang umat Muhammad tanpa hijab sebab puasa Ramadan. Bahkan
umat terakhir ini mendapat keistimewaan akan bertemu dengan Allah di akhirat.
Puasa adalah ibadah yang
lumayan berat. Apalagi bagi orang yang kesehariannya sebagai pekerja lapangan.
Di sawah, sopir, kuli angkut, bekerja yang mengandalkan otot dan semacamnya.
Namun namanya berat bisa melanda semua orang. Makanya perintah puasa hanya
ditujukan kepada orang yang beriman saja. Dari ibadah puasa ini akan diketahui
seberapa jauh iman seseorang.
Berpuasa di cuaca yang
panas, lapangan pekerjaan yang sulit dan persaingan yang ketat, jalanan macet
adalah suasana yang bisa menimbulkan
emosi memuncak. Namun bila disadari hidup adalah pilihan. Ingin selamat
atau tidak. Bila ingin hidup dan selamat haruslah mencari bekal. Bekal di dunia
dan di akhirat.
Mencari bekal agar
selamat bukanlah pekerjaan yang ringan, berat. Gusti Allah melalui utusanNya
memberi tahu jalan keselamatan hidup. Diantaranya dengan berpuasa di bulan
Ramadan.
Bulan Ramadan hanya
dimiliki oleh umat Nabi terakhir saja. Jadi ini hal yang istimewa. Sehingga
perlu disyukuri dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi segala yang
dilarang. Imbalannya juga tidak bisa dihitung dengan logika. Karena hasilnya
bisa tidak terhingga.
Seperti dawuhnya Allah,
berpuasa adalah untukKu (Allah). Maka Aku sendiri yang menghitungnya. Belum
lagi amalan seperti salat tarawih di malam hari bulan Ramadan. Imbalannya juga
tidak sedikit yakni diampuni dosa-dosa yang telah berlalu. Tentu saja dengan
dikerjakan untuk mengharap rida Allah semata. Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar