Kamis, 12 Mei 2016

Corat-coret Baju, Keren!

Pada hari Senin (9/5/2016) sepulang dari monitoring UN di MTs Darul Ulum Gondang saya menemui siswa SMK/SMA di jalan. Jumlahnya tidak sedikit, banyak tentunya. Sambil berboncengan dengan temannya. Ada yang laki-laki perempuan. Bajunya seragam yang kelihatan masih baru, dicat warna-warni. Berarak-arak dari arah barat menuju ke timur.
Tampak dari raut wajahnya kegembiraan. Seperti burung lepas dari sangkar. Diluapkan dengan sebebas-bebasnya. Yang dicat tidak hanya baju, celana panjang, meksi bagi perempuan hingga rambut, dan jilbab tak luput dari coretan. Ada tulisan tanda tangan segala.
Kebetulan pada hari itu pengumuman hasil UN tingkat MA/SMA/SMK secara serentak. Harap-harap cemas atas hasil ujian, ketika mau berangkat ke sekolah. Setelah ternyata lulus, lalu diungkapkan dengan penuh bahagia.
Hidup tidak hanya sehari. Masih ada hari-hari yang lebih panjang. Dan keadaannyapun tidak bisa diprediksi sekarang. Apakah bisa menyembulkan senyum, tawa dan gembira. Apa sebaliknya guratan cemberut, tangis dan keharuan.

Baju masih bisa dimanfaatkan.

Baju yang kelihatan masih bagus, eman bila hanya dicoret-coret. Sebagai ungkapan syukur atas keberhasilan menyelesaikan ujian, akan lebih baik bajunya diberikan kepada adik kelas atau orang yang membutuhkan. Masih banyak yang butuh. Perbuatan mubazir bila baju yang baik dirusak. Dan perbuatan mubazir, temannya setan.

Budaya apa ini turun-menurun?

Tidak bisa dipungkiri bahwa budaya corat-coret warisan dari kakak kelasnya dulu. Atau bisa juga dari melihat di jalan, melihat video, atau juga inisiatip pribadi agar lebih heboh. Alatnya juga bermacam-macam. Bisa spidol untuk tanda tangan atau menulis sesuatu, pilok warna-warni.

Bimbingan merayakan kemenangan.

Kemenangan atas ujian memang perlu dirayakan. Ini manusiawi. Sebagai bentuk atas jerih payah menaklukkan tantangan. Namun tetap dalam koridor positif. Dalam bahasa agamanya syukur. Bersyukur dengan lesan, hati dan perbuatan. Dengan lesan mengucap hamdalah. Menyadari bahwa keberhasilan ini semata-mata berasal dari Allah. Bukan hasil jerih payahnya semata. Anggota badan digerakkan sesuai peruntukannya. Tangan untuk berbuat kebaikan, begitu juga kaki, mata, telinga, mulut dan anggota badan yang lain.
Bukan dirayakan dengan minum-minuman keras, begadang yang tidak ada artinya, konvoi di jalan. Hal tersebut merusak diri sendiri dan mengganggu ketertiban umum.
Bisa dicontoh ada siswa madrasah merayakan kelulusan dengan khataman alquran bersama-sama, memberi nasi bungkus pada tukang becak, memberi sembako kepada kanan kiri madrasah, sujud syukur berjamaah di masjid madrasah, tumpengan dengan mengundang wali kelas dan sebagainya. Bentuk syukurnya bisa bermacam-macam. Dengan catatan bisa memberi manfaat bukan mafsadat.

Siswa madrasah kok tidak ada.

Pembelajaran di madrasah ditekankan pembiasaan. Dari pembiasaan yang baik ini akan menjadi habit/kebiasaan yang terpatri dilakukan tanpa disuruh lagi. Ditopang dengan keteladanan dari bapak/ibu guru. Dan tidak lupa, adanya doa dari guru. Disamping guru berdoa untuk diri dan keluarganya juga tidak melupakan berdoa untuk para siswanya. Ada kepuasan tersendiri, bila siswanya menjadi mapan dan sukses hidupnya. Bahkan bisa melebihi diri gurunya. Ini menjadi sebuah kebanggaan tersediri.
Namun akan terasa tersiksa merasa bersalah, bila mendapati siswanya belum ada perubahan, hidupnya tergantung pada orang lain. Apalagi belum bisa memberi manfaat.
Inilah kelebihan pendidikan di madrasah yang belum dimiliki sekolah. Walaupun bisa juga sarana prasarana madrasah apa adanya, terbatas, dan sederhana. Namun outputnya bisa dibanggakan oleh masyarakat. Outcomnya bisa dirasakan manfaatnya oleh umat. 

Saran ke depan

Guru sebagai orang tua di sekolah/madrasah bisa memberi pemahaman kepada siswa bagaimana bentuk rasa syukur yang bermanfaat. Tidak lupa untuk memberi contoh langsung. Begitu juga orang tua, teladan orang tua sangat membekas dalam ingatan anak. Mari kita bersama berdoa semoga siswa-siswa kita selalu diberi hidayah Allah dalam menjalani hidup yang tidak bertepi ini. wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar