Pada hari Senin
(9/5/2016) sepulang dari monitoring UN di MTs Darul Ulum Gondang saya menemui
siswa SMK/SMA di jalan. Jumlahnya tidak sedikit, banyak tentunya. Sambil
berboncengan dengan temannya. Ada yang laki-laki perempuan. Bajunya seragam
yang kelihatan masih baru, dicat warna-warni. Berarak-arak dari arah barat
menuju ke timur.
Tampak dari raut wajahnya
kegembiraan. Seperti burung lepas dari sangkar. Diluapkan dengan
sebebas-bebasnya. Yang dicat tidak hanya baju, celana panjang, meksi bagi
perempuan hingga rambut, dan jilbab tak luput dari coretan. Ada tulisan tanda
tangan segala.
Kebetulan pada hari itu
pengumuman hasil UN tingkat MA/SMA/SMK secara serentak. Harap-harap cemas atas
hasil ujian, ketika mau berangkat ke sekolah. Setelah ternyata lulus, lalu
diungkapkan dengan penuh bahagia.
Hidup tidak hanya sehari.
Masih ada hari-hari yang lebih panjang. Dan keadaannyapun tidak bisa diprediksi
sekarang. Apakah bisa menyembulkan senyum, tawa dan gembira. Apa sebaliknya
guratan cemberut, tangis dan keharuan.
Baju masih bisa
dimanfaatkan.
Baju yang kelihatan masih
bagus, eman bila hanya dicoret-coret. Sebagai ungkapan syukur atas keberhasilan
menyelesaikan ujian, akan lebih baik bajunya diberikan kepada adik kelas atau
orang yang membutuhkan. Masih banyak yang butuh. Perbuatan mubazir bila baju
yang baik dirusak. Dan perbuatan mubazir, temannya setan.
Budaya apa ini turun-menurun?
Tidak bisa dipungkiri
bahwa budaya corat-coret warisan dari kakak kelasnya dulu. Atau bisa juga dari
melihat di jalan, melihat video, atau juga inisiatip pribadi agar lebih heboh.
Alatnya juga bermacam-macam. Bisa spidol untuk tanda tangan atau menulis
sesuatu, pilok warna-warni.
Bimbingan merayakan
kemenangan.
Kemenangan atas ujian
memang perlu dirayakan. Ini manusiawi. Sebagai bentuk atas jerih payah
menaklukkan tantangan. Namun tetap dalam koridor positif. Dalam bahasa agamanya
syukur. Bersyukur dengan lesan, hati dan perbuatan. Dengan lesan mengucap
hamdalah. Menyadari bahwa keberhasilan ini semata-mata berasal dari Allah.
Bukan hasil jerih payahnya semata. Anggota badan digerakkan sesuai
peruntukannya. Tangan untuk berbuat kebaikan, begitu juga kaki, mata, telinga,
mulut dan anggota badan yang lain.
Bukan dirayakan dengan
minum-minuman keras, begadang yang tidak ada artinya, konvoi di jalan. Hal
tersebut merusak diri sendiri dan mengganggu ketertiban umum.
Bisa dicontoh ada siswa
madrasah merayakan kelulusan dengan khataman alquran bersama-sama, memberi nasi
bungkus pada tukang becak, memberi sembako kepada kanan kiri madrasah, sujud
syukur berjamaah di masjid madrasah, tumpengan dengan mengundang wali kelas dan
sebagainya. Bentuk syukurnya bisa bermacam-macam. Dengan catatan bisa memberi
manfaat bukan mafsadat.
Siswa madrasah kok tidak
ada.
Pembelajaran di madrasah
ditekankan pembiasaan. Dari pembiasaan yang baik ini akan menjadi
habit/kebiasaan yang terpatri dilakukan tanpa disuruh lagi. Ditopang dengan
keteladanan dari bapak/ibu guru. Dan tidak lupa, adanya doa dari guru.
Disamping guru berdoa untuk diri dan keluarganya juga tidak melupakan berdoa
untuk para siswanya. Ada kepuasan tersendiri, bila siswanya menjadi mapan dan
sukses hidupnya. Bahkan bisa melebihi diri gurunya. Ini menjadi sebuah
kebanggaan tersediri.
Namun akan terasa
tersiksa merasa bersalah, bila mendapati siswanya belum ada perubahan, hidupnya
tergantung pada orang lain. Apalagi belum bisa memberi manfaat.
Inilah kelebihan
pendidikan di madrasah yang belum dimiliki sekolah. Walaupun bisa juga sarana
prasarana madrasah apa adanya, terbatas, dan sederhana. Namun outputnya bisa
dibanggakan oleh masyarakat. Outcomnya bisa dirasakan manfaatnya oleh
umat.
Saran ke depan
Guru sebagai orang tua di
sekolah/madrasah bisa memberi pemahaman kepada siswa bagaimana bentuk rasa
syukur yang bermanfaat. Tidak lupa untuk memberi contoh langsung. Begitu juga
orang tua, teladan orang tua sangat membekas dalam ingatan anak. Mari kita
bersama berdoa semoga siswa-siswa kita selalu diberi hidayah Allah dalam
menjalani hidup yang tidak bertepi ini. wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar