Sabtu, 05 Desember 2015

Meneladani Para Waliyullah



Dengan persiapan hanya sepekan, jamaah tahlil wa taklim babussalam pisang akhirnya bisa melaksanakan tradisi ziarah ke para waliyullah. Memang sempat terjadi kevakuman sekitar tiga tahun tidak melakukan kegiatan ini sepeninggal H. Saifudin, pembina jamaah. Namun dengan tekad bulat panitia melaksanakan tradisi yang baik, nguri-nguri manfaat  yang didapat akhirnya berjalan sesuai harapan.
Bagi orang desa yang berkecimpung di paguyuban seperti jamaah tahlil banyak hal yang harus dibahas dan dipersiapkan bila ingin melaksanakan suatu kegiatan. Bahkan kalau perlu perlu rapat berkali-kali.  Belum lagi rasa ewuh pakewuh dengan orang yang dituakan. Ini sedikit bisa dipahami karena antara tokoh dan jamaah ada patron clien. Ada rasa ketergantungan. Bisa karena finansial, ekonomi, balas budi, atau hubungan guru murid. Bila dirasa menyebabkan rasa kecewa sang tokoh rasanya tidak enak. Walau terkadang apa yang dilakukan sudah benar dari segala sisi. Namun alhamdulillah dengan keluasan pandangan dari pengurus hal ini bisa diatasi. Terlihat teman-teman sudah bisa membedakan ini hal urgen atau hanya sekedar masalah pribadi.
Pada Ahad pagi yang cerah (8/11/2015) berangkatlah 30 peserta ziarah. Berangkat dengan satu bis menuju Mojoagung. Makam yang diziarahi Raden Alif  (Guru dari Sayyid Sulaiman, ada yang mengatakan demikian. Ada juga yang berpendapat beliau yang merawat Sayyid Sulaiman ketika sakit hingga beliau meninggal) lalu Sayyid Sulaiman. Dari keturunan Sayyid Sulaiman terus melanjutkan dakwah Islam. Diantaranya mendirikan pondok pesantren sidogiri pasuruan, pondok sidosermo surabaya. Dan masih banyak lagi yang lain.
Selanjutnya rombongan menuju makam Troloyo yang terletak di desa Setonorejo Trowulan Mojokerto. Makam Islam kuno ini dulunya masuk wilayah kutaraja Majapahit dan masih berupa hutan. Namun sekarang sudah berubah situsnya dengan sentuhan “masa kini”. Ini membuktikan bahwa sudah ada penyebar Islam pada jaman Kerajaan Majapahit masih berdiri kukuh. Adapun yang dimakamkan di sini diantaranya Syeh Jumadil Kubro (ulama Persia yang menyebarkan Islam di tanah Jawa). Kakek dari Sunan Ampel. Dari beliau menurunkan para penyebar Islam, para wali.
Selanjutnya rombongan menuju Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang. Tempat dimakamkannya KH. Moh. Romli Tamim. Beliau dikenal sebagai Mursyid Thariqah Qadiriah wa Naqsabandiyah dan yang mempopulerkan bacaan istighosah dengan kitab beliau al-istighatsah bi hadrati rabb albariyyah (1951).
Seusai dari Rejoso menuju makam Tebuireng di Pondok Pesantren Tebuireng tempat dimakamkannya tiga pahlawan nasional yakni KH Hasyim Asyari, KH Wahid Hasyim dan insyaallah tidak lama lagi KH Abdurrahman Wahid akan ditetapkan juga sebagai pahlawan nasional. Bila di lihat di negeri ini tidak ada yang menyamai prestasi kakek-anak-cucu yang menjadi pahlawan nasional.
Ini tidak bisa dipungkiri karena karya beliau bertiga ketika masih hidup sudah banyak ditorehkan untuk mengabdi kepada nusa, bangsa dan agama. KH Hasyim Asyari mendirikan pesantren Tebuireng untuk menyiapkan generasi Islam, lalu mendirikan Nahdlatul Ulama sebagai organisasi para kiai, santri pondok pesantren yang eksis hingga saat ini, lalu adanya resolusi jihad yang mengobarkan semangat nasionalisme hingga terjadinya perang di Surabaya lalu menjadi hari Pahlawan, 10 November.
KH. Wahid Hasyim dikenal sebagai reformis pendidikan Islam dan pesantren. Beliau yang pernah menjadi menteri agama lalu membidani berdirinya perguruan tinggi islam negeri, diperbolehkannya perempuan menjadi hakim agama dan juga regulasi madrasah.
Sedang KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dikenal sebagai multi talenta politisi, budayawan, negarawan, kiai, guru bangsa, presiden RI ke-4, tokoh humanis.
Dari perjalanan ziarah ini ada banyak hal yang didapat. Diantaranya bahwa kematian pasti terjadi. Maka berziarah ke makam untuk mengingat kematian dan bisa menyiapkan diri untuk menuju ke sana. Lalu dari banyak peziarah yang datang padahal tidak ada hubungan darah sama sekali ini menunjukkan bahwa manfaat kehidupan beliau-beliau dirasakan banyak orang. Berarti beliau-beliau adalah orang saleh, wali dekat dengan Allah. Peziarah datang bukan meminta kepada makam namun bermohon kepada Allah lewat (wasilah) orang yang dimakamkan di situ. Karena beliau diyakini dekat dengan Allah.
Perputaran ekonomi yang luar biasa. Banyak pedagang, tukang ojek, juru parkir, penginapan dan kegiatan sosial ekonomi tumplek blek di sekitar makam. Terlihat bahwa orang yang sudah meninggal menghidupi orang yang masih hidup. Ini adalah hal nyata bukan mimpi. Pertanyaan kemudian adalah bagaimana agar kita bisa bermanfaat bagi orang lain? Persiapan apa untuk menuju kehidupan nati? Marilah kita tengok lagi perjalanan hidup para waliyullah. Wallahul a’lam bi alshawab.


                                                                                                          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar